Jumat, Desember 30, 2011

Tips Mengatasi Iman Ketika Lesu (Lemah)

Iman pada diri seorang muslim, adalah laksana naik turunnya gelombang ombak
di lautan. Suatu saat ombak itu menggunung tinggi sehingga perahu besarpun
lumat terkoyak karenannya. Namun diwaktu lain ombak itu hanya bergerak
landai hingga batu kerikilpun tak mampu digerakkannya. Ketika iman dalam
keadaan pasang, disaat itulah sebenarnya seseorang dalam kondisi terbaiknya.
Betapa tidak, dengan keimanan yang tangguh sebagai sebuah manifestasi dari
penetapan syahadah dalam dada, seseorang akan menjadi seorang pemberani
dan tiada lagi yang ditakuti selain Allah SWT.
Sebuah pengalaman empiris, yaitu tatkala Islam pertama kali melebarkan wilayah
ke daratan Eropa, dipimpin oleh seorang panglima perang gagah berani yang
kemudian kita kenal namanya Thariq bin Ziyad. Jumlah pasukan Islam waktu itu
kalah jauh dengan pasukan kaum kafir yang jumlahnya mencapai ribuan,
perlengkapan senjata Islam-pun hanya seadanya. Hanya bersandar kepada
keteguhan iman di dada dan kerinduan yang teramat sangat pada mati syahid,
akhirnya pasukan Islam mampu meraih kemenangan gemilang atas pasukan
kafir. Di sana, masih berdiri kokoh saksi bisu, yaitu bukit Jabal Thariq atau orang
barat menyebutnya Gibraltar, yang telah menyaksikan keperkasaan pasukan
Islam menaklukan kaum kafir.
Contoh di atas adalah sebuah contoh kecil betapa besar makna sebuah keimanan
yang terpatri dalam jiwa. Tentu, kita sebagai seorang muslim selalu menyimpan
harapan supaya iman di dada selalu bergelora dan stabil dalam setiap kondisi
dan situasi, sehingga mampu menuntun setiap langkah untuk setia di jalan-Nya
serta bisa menerangi setiap jengkal relung-relung jiwa untuk terhindar dari noda-
noda dosa.
Tetapi harapan tetaplah harapan, harapan tak jauh beda dengan impian, yang
terkadang harus berbenturan dengan realita nyata pahitnya kehidupan. Dalam
kenyataanya, iman dalam diri kita seringkali naik- turun ( al Imanu yazidu wa
yanqush), tinggi-rendah, serta berubah-ubah, bahkan dalam hitungan detik. Hal
ini terjadi tentu tidak lepas dari kaitan erat antara iman dan hati ( qolbu ),
mengingat qolbu bermakna yang selalu berbolak balik.
Tida heran jika kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda : “Sesungguhnya iman
itu diciptakan (diuji) di dalam diri kalian sebagaimana diciptakannya pakaian.
Maka, hendaklah kalian meminta kepada Allah agar memperbaharui iman di
dalam hati kalian.” (HR. Hakim dan Al Tabrani). Sudah menjadi fitrah bahwa
iman manusia ada kalanya menguat dan melemah dan ada kalanya begitu
bersemangat namun pada suatu saat mengalami kelesuan. Hal ini merupakan
tanda- tanda kebesaran Allah SWT. , serta menunjukan bahwa manusia adalah
makhluk ciptaan-Nya yang tidak bisa berdiri sendiri atau lemah. Namun
demikian, hal ini jangan dijadikan alasan ( apologi) sehingga menyebabkan kita
hanya berpangku tangan dan tidak mau berusaha untuk menemukan jalan keluar
dari setiap masalah yang dihadapi. Hadist tersebut dapat juga ditafsirkan sebagai
kritik bahwa kita sebagai hamba Allah SWT harus berhati-hati sehingga dapat
menjaga kestabilan iman kita.
Supaya tubuh kita kuat, haruslah diberi makan. Kalau sakit dan ingin sembuh,
maka berilah obat yang tepat. Begitu pula ketika rokhani sakit, haruslah diberi
obat yang tepat dan mujarab. Pertanyaan awal yang harus dijawab adalah
siapakah yang telah menciptaakan jiwa dan raga kita? Tentu Rabb Azza Wajalla.
Maka ketika jiwa atau iman kita sakit, obat terbaik tentu yang berasal dari
penciptanya, yaitu Allah SWT. Obat tersebut harus segera diperoleh karena
betapa meruginya orang-orang yang terjangkit penyakit kelesuan iman. Orang
yang tadinya banyak bersedekah, berpuasa, shalat- shalat sunnah, berangkat ke
Masjid di awal waktu, dan lidahnya hanya mengucapkan yang benar menjadi
malas melakukan ibadah itu tatkaala mangalami kelesuan iman.
Jangan biarkan keadaan itu terus berlarut. Harus cepat dicari obat penawarnya.
Sebab jika keadaan ini semakin berlanjut, maka syaitan tidak akan menyia-
nyiakan kesempatan ini untuk semakin menggelincirkan manusia kepada
kehinaan yang lebih besar. Tatapi, dalam hal ini perlu juga diingat bahwa lesu
atau dalam kata lain bosan ( futur ), adalah keadaan psikologis yang manusiawi,
bahkan tak jarang juga menimpa para ahli ibadah. Dalam sebuah hadis telah
dinyatakan, “ Setiap perbuatan ada puncaknya, dan setiap puncak akan futur
(lesu). Maka, barang siapa futurnya menuju sunnah sungguh sangat beruntung,
dan barang siapa futurnya tidak menuju sunnah sungguh akan hancur.” (HR.
Tirmidzi).
Diantara penyakit-penyakit qolb yang paling berat menimpa manusia adalah lesu
atau lemah iman dan merasa lemah untuk melaksanakan apa yang diwajibkan
oleh Allah SWT. Salah satu fase yang harus dilakukan dalam rangka proses
menuju iman yang istiqomah adalah mengetahui penyebab munculnya penyakit
lesu iman. Diantara penyebab munculnya penyakit lesu iman antara lain :
1. Tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk merubah diri menuju pribadi yang
tangguh.
2. Berteman dengan orang-orang yang dapat memperdaya kita kedalam
kemaksiatan.
3. Sibuk dengan urusan dunia dan keindahannya.
4. Berharap dalam kehidupan, melupakan mati, kubur, mahsyar, hisab, surga, dan
neraka.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah resep yang diberikan oleh Islam berkaitan
dengan lesu atau lemahnya iman ini? Allah telah berjanji berhubungan dengan
obat dari penyakit ini. Sabda Rasulullah “Allah tidak menurunkan suatu penyakit
kecuali menurunkan juga obatnya.” (HR. Ibnu Majah). Hadist ini menunjukan
bahwa Allah telah berjanji akan menurunkan obat begi setiap penyakit yang Allah
turunkan kepada makhluknya.
Ada beberapa obat bagi iman yang lesu supaya dapat kembali bersemangat
dalam menapaki kehidupan ini dengan menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya . Obat- obat tersebut antara lain :
1. Merasakan keagungan Allah dan kekuasaannya.
2. Merenungi ayat-ayat qauliah (tertulis) dan kauniah (tidak tertulis) .
3. Memperbanyak mengucapkan dzikir kepada Allah.
4. Bergaul dengan hamba- hamba Allah yang saleh.
5. Menjauhi dosa-dosa kecil.
6. Memperbanyak mengingat kematian.
7. Mengingat hari perhitungan, pahala, siksa, surga dan neraka.
Inilah beberapa obat untuk mengobati penyakit yang begitu sering menjangkiti
kita.
Obat penawar lain yang bisa jadi seringkali lepas dari lintasan pikiran kita yaitu
bahwa futur (rasa bosan) sering disebabkan oleh terlalu tegangnya kondisi
kejiwaan kita, seiring dengan menumpuknya berbagai harapan dan keinginan,
sehingga hati menjadi beku dan dingin bagaikan es, bibir terasa berat untuk
menyunggingkan senyum, badan menjadi terasa lemah, serta otak terasa sulit
untuk berpikir. Penawar yang diteladankan oleh Nabi kita adalah sebagaimana
dalam sabdanya berikut ini.
“ Demi zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andai kita disiplin
terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun
dalam dzikir, niscaya malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-
jalanmu. Tetapi, Hai Handhalah, sa’atan -sa’ atan! (berguraulah sekedarnya saja!) .
Nabi mengulangi ucapan itu sampai tiga kali.” (HR. Muslim).
Hadist tersebut memberikan jalan keluar bagi kita ketika mengalami kejenuhan,
hati ini menjadi lesu dengan berbagai aktivitas dunia ataupun aktivitas yang
berorientasi pada akherat, maka Rasulullah memerintahkan sa’atan -sa’ atan!
(sekedarnya saja!) untuk bergurau, bercanda dengan teman kita. Tentunya
gurauan yang tidak mengandung ejekan atau hal-hal maksiat lainnya. Dengan
senda gurau ini hati kita akan menjadi fresh kembali.
Dilihat begitu pentingnya hal ini, maka sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa
bercanda yang baik hukumnya mubah (boleh). Para sahabat Rasulullah yang
saleh dan baik itu biasa bergurau, ketawa, bermain-main, dan berkata yang
ganjil-ganjil. Mereka mengetahui akan kebutuhan jiwanya dan ingin memenuhi
panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk beristirahat dan
bergembira agar dapat melangsungkan perjalanan dalam menyusuri dinamika
kehidupan yang masih panjang.
Hal senada juga disabdakan oleh Rasulullah : “Janganlah terlalu membebani
jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal- hal yang
ringan dan lucu. Sebab bila hati terus dipaksakan dengan memikul beban- beban
yang berat, ia akan menjadi buta.” (Sunan Abi Dawud).
Layaknya orang yang matanya buta, ia tak bisa meliahat apa yang ada di
sekelilingnya. Kalau ingin berjalan, ia harus meraba dan dengan pelan-pelan.
Besar kemungkinan ia akan terjatuh. Sementara itu, Azajjag berkata , “Senyuman
merupakan ketawanya kebanyakan para Nabi . ” Perlu diperhatikan juga bahwa
gurauan jangan sampai melanggar etika dalam tertawa. Seperti dicontohkan
Rasulullah Saw, yang dalam tertawanya hanya terlihat gigi serinya.
Pada suatu hari, Saudah binti Zum’ah Ummul Mukminin berkata kepada
Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah, aku shalat dibelakang Rasulullah, lalu mengikuti
ruku’ dan aku paksa memegangi hidungku, karena aku takut darah akan mengalir
dan menetes- netes.” Mendengar ucapan istri beliau, Rasulullah SAW tersenyum
dan tertawa. Rupanya menurut istri beliau, Rasulullah terlalu lama dalam ruku’
dan sujud.
Contoh yang disajikan tersebut memberikan petunjuk tentang diperbolehkannya
tertawa untuk menjadi pelipur hati yang lara dan jiwa yang sedang gundah-
gulana. Akhirnya urusan panjang lebar di atas bermuara pada satu tujuan, yaitu
agar iman dalam dada tetap istiqomah, yang lesu menjadi tegar dan yang sudah
mantap agar lebih terpatri, sehingga iman tetap kokoh dalam hati. Wallahua’lam
bisshoab.
Baca juga:
Mencermati Ayat- ayat Kauniah
Zoonosis Baru dan Hikmah Ayat Kauniyah
Ada Apa di Balik Petir
Published with Blogger-droid v2.0.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar