Senin, Desember 26, 2011

MACAM-MACAM TAUHID

Tauhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah kepadaNya semata. Ibadah
merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini. Allah berfirman,
"Dan Aku (Allah) tidah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu." (Adz- Dzaariyaat: 56)
Maksudnya, agar manusia dan jin mengesakan Allah dalam beribadah dan
mengkhususkan kepadaNya dalam berdo'a.
Tauhid berdasarkan Al- Qur'anul Karim ada tiga macam:
1. TAUHID RUBUBIYAH
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta.
Orang- orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut
tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman,
2. "Dan sungguh, jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan
mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah '." (Az-Zukhruf : 87)
Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke- beradaan Tuhan.
Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.
3. TAUHID ULUHIYAH
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang
disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf,
menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya.
Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang
menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu
dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alihissalam hingga diutusnya Nabi
Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam.
Dalam banyak suratnya, Al-Qur 'anul Karim sering memberikan anjuran soal
tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat
khusus kepada Allah semata.
Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,
"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami
memohon pertolongan." (Al- Fatihah: 5)
Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu
semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada
selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada
Allah, mengambil hukum dari Al-Qur 'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at
Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka
sembahlah Aku." (Thaha: 14)
4. TAUHID ASMA' WA SHIFAT
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur 'anul Karim
dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas
DzatNya atau penyifatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam.
Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil
(penafsiran), tahrif (penyimpangan) , takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil
(pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti
yang.banyak dipahami oleh manusia) .
Misalnya tentang sifat al- istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad
(tangan), al- maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua
sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa ' misalnya, menurut
keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti
al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan
keagungan Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam . Allah berfirman,
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy- Syuura: 11)
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-
hal berikut ini:
1. Tahrif (penyimpangan) : Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-nya (makna
yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil
dan salah. Seperti istawa (bersema- yam di tempat yang tinggi) diartikan istaula
(menguasai) .
2. Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya.
Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok yang sesat mengatakan
bahwa Allah berada di setiap tempat.
3. Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya
dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini
dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan
bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui
gambarannya kecuali Allah semata.
4. Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah de- ngan sifat-sifat
makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit,
sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul- nya Allah (turunnya Allah)
ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan
keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami
temukan adalah pendapat beliau yang mena- fikan tamtsil dan tasybih.
5. Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al- kaif (hal,
keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa ' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian),
yang tak seorang pun mengetahui bagai- mana dan seberapa ketinggian tersebut
kecuali hanya Allah.
6. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut
paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan.
Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti
Ummu Salamah x , Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri.
Mereka semua se-pendapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas
pengertian-nya , bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya
adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah ."
Maksudnya bertanya tentang bagaimana cara/keadaan istiwa'. Karena sang
penanya bertanya kepada imam Malik, "Bagaimana Tuhan kita bersemayam?"
Lalu Imam Malik menjawab bahwa bertanya tentangnya adalah bid'ah (tentang
cara/keadaan bersemayam). Juga karena Imam Malik berlihat kepada si penanya,
"Al- Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana kemudian
dia berkata, 'Bertanya tentangnya adalah bid'ah? Ini tentu tidak!" %
Published with Blogger-droid v2.0.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar