Alhamdulillah segala puji syukur senantiasa kami
panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kerahmatan bagi kami semua berupa pendidikan yang bisa
membentuk kepribadian kami sehingga bisa menjadi muslim
yang sesungguhnya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Muhammad saw yang senantiasa menjadi rahmatan lil alamin,
yang mengangkis kita dari alam kedoliman menuju alam yang
penuh nur ilahi.
Setelah kami mengumpulkan data-data yang terdapat
dibeberapa literatur, alhamdulillah kami dapat
menyelesaikan tugas akhir ini yang telah diberikan oleh
dosen kami ini yakni bapak Imam Syafi’i, S Ag., M.Pd.
walaupun sangat sulit bagi kami untuk mencernanya. Kami
harap kepada dosen pembimbing untuk memaklumi segala
kekurangan yang ada dalam makalah ini, karena kesalahan
memang milik manusia, sedangkan kesempurnaan hanyalah
milik Allah. Dikarenakan nomer absen kami lebih dari 40,
jadi saya memilih materi ini berdasarkan hati kami, dan
ketepatan sekali kami memilih materi hukum fidyah bagi
orang yang telah lalai akan kewajibannya.
Saran dan kritik selalu kami harapkan dari para pembaca
sekalian untuk lebih memperbaiki kekurangan yang ada
dalam makalah ini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti apa yang telah kita ketahui, bahwasanya sekarang
kita telah hidup di zaman modern atau Di zaman era
globalisasi, hal ini telah banyak merubah pola fikir
manusia, sehingga banyak dari mereka saling bersaing
dalam bidang IPTEK atau pengetahuan umum. Hal ini
menyebabkan akan kelalaian bagi kewajiban mereka masing-
masing, dunia agamapun sudah dianggap hal yang tidak
terlalu penting bagi mereka. Pada akhirnya mereka lupa
bahwa ilmu agam khususnya ilmu hadis juga penting untuk
bekal kehidupannya agar tidak sesat. Sejak terlahirnya
kita kedunia ini, sebenarnya kita semua telah menyepakati
sebuah perjanjian dan sejak memulai sebuah kehidupan
kita, maka kita pun telah dikenai sebuah kewajiban-
kewajiban, oleh karena itu selain bersaing dalam ilmu
umum, masyarakat hendaknya juga bersaing dalam ilmu agama
sehingga tujuan kehidupan dapat berjalan dan terlaksana
dengan baik (seimbang). Apalagi ilmu agama itu menyangkut
tentang fidyah, sebagai hukuman ( denda ) bagi orang yang
telah lalai akan kewajibannya.
Dalam hal ini, maka diuraikan tentang fidyah. Sehingga
kita semua kususnya masyarakat pada umumnya dapat
mengetahui dan memahami dari betapa pentingnya belajar
ilmu hadis khususnya materi fidyah ini. Didalam makalah
ini kami akan mencoba untuk menguraikan bagaimana
sebenarnya apa fidyah itu, bagimana hukumnya, bagaimana
takaran fidyah tersebut, dan apa penyebab terkenainya
fidyah serta
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari fidyah ?
2. Bagaimana hukum dan ketentuan jumlah pembayaran
fidyah ?
3. Apa penyebab – penyebab dikenainya membayar fidyah ?
4. Bagaimana jika ada pelipatgandaan dari fidyah ?
1
C. Mamfaat dan Tujuan Penulisan
a. Mamfaat
Mamfaat dari penulisan makalah ini diharapkan dapat
memberikan :
1. Pemahaman tentang fidyah.
2. Pemahaman tentang bagaimana hukum dan takaran untuk
fidyah.
3. Gambaran tentang penyebab tentang terjadinya fidyah.
4. Sedikit penjelasan tentang pelipatgandaan fidyah.
b. Tujuan
Dari hasil pembahasan makalah ini diharapkan dapat
membantu dan berguna sebagai bahan pertimbangan dan
sebagai bahan evaluasi bagi masyarakat untuk lebih
memperhatikan semua kewajiban-kewajiban kita terhadap
Allah SWT…khusunya pada kewajiban kita untuk membayar
fidyah apabila kita telah lalai akan kewajiban kita. hal
ini sebagai bahan evaluasi untuk kehidupan kita pada masa
yang akan dating.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fidyah
Fidyah berasal dari bahasa Arab yaitu ﺪﻓ ﻪﻳ yang artinya
“barang penebus”. Jadi arti keseluruhan dala bahasa
Indonesia adalah hukuman yang berupa denda yang diberikan
bagi seseorang sebab ia meninggalkan kewajiban dengan
cara memberi makan orang miskin.
Di dalam definisi yang lain adalah pemberian bahan
makanan pokok atau makanan siap saji kepada orang miskin
(fakir atau miskin) karena meninggalkan puasa Ramadhan
dengan alasan yang dibenarkan oleh syariat. Adapun fidyah
yang berhubungan dengan ibadah haji adalah denda/ganti
atas tidak ditunaikannya tahallul karena sakit atau ada
luka di kepala. Atupun banyak lage kewajiban yang jika
kita lalai maka dikenakan membayar fidyah. Kewajiban ini
berkisar pada masalah puasa orang yang meninggalkan
kewajiban adalah orang yang berat menjalankan puasa
seperti orang tua renta, yang tidak mampu untuk berpuasa,
orang sakit, yang kesembuhannya mungkin tidak dapat
diharapkan lagi, orang yang hamil / menyusui, orang yang
meremehkan penggadaan puasa ramadhan.
Adapun hadistnya yang menjelaskan tentang hal ini sebagai
berikut :
ﻦﻋﻭ ﺎﻄﻋ ﺀ ﻊﻤﺳ ﻦﺑﺍ ﺎﺒﻋ ﺱ ﺀﺍﺮﻘﻳ ) ﻰﻠﻠﻋﻭ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻪﻧﻮﻘﻴﻄﻳ ﺔﻳﺪﻓ ﻡﺎﻌﻃ
ﻦﻴﻜﺴﻣ ( ﻝﺎﻗ ﻥﺍ ﺱﺎﺒﻋ : ﺖﺴﻴﻟ ﺔﺧﻮﺴﻨﻤﺑ ﻮﻫﻭ ﺦﻴﺸﻠﻟ ﺮﻴﺒﻜﻟﺍ ﺮﻤﻟﺍﻭ ﺓﺮﺒﻜﻟﺍ ﺓﺍ
ﻻﻭ ﻥﺎﻌﻄﺘﺴﻳ ﻮﺼﻳ ﻥﺍ ﺎﻣ ﻥﺎﻤﻌﻄﻴﻓ ﻥﺎﻜﻣ ﻞﻛ ﻮﻳ ﺎﻨﻴﻜﺴﻣ ) ﻩﺍﻭﺭ ﻯﺭﺎﺨﺒﻟﺍ
Artinya :
“Dan dari ‘atha’, ia mendengar ibnu abbas membaca ayat
“dan wajib atas orang-orang yang kuat berpuasa itu
membayar fidyah, memberi makan seorang miskin “ maka ibnu
‘abbas berkata : ayat ini tidak dimansukh, tetapi
terpakai untuk orang yang sudah tdak kuat puasa, maka
mereka ini harus memberikan makan seorang miskin setiap
hari sebagai gantinya .(HR. Bukhari)”
B. Hukum Fidyah
Dalam ketetapan syari’ah islam sudah dijelaskan bagaiman
hukum dari membayar fidyah jika kita telah lalai akan
kewajiban kita, adapun dari hukum fidyah adalah wajib.
Hal ini berdasarkan ayat al-Qur’an berikut :
) ﺓﺮﺒﻟﺍ : 183 (
Artinya:
“….Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin……(Q.S.Al – Baqarah : 184 )”
Adapun hadistnya yang menerangkan tentang fidyah telah
diriwayatkan oleh salamah bin akwa’ ra, yaitu :
ﺚﻳﺪﺣ ﺔﻤﻠﺳ ﻦﺑ ﻻﺍ ﻉﻮﻛ ﻲﺿﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻨﻋ ﻝﺎﻗ: ﺎﻤﻟ ﺖﻟﺰﻧ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﻻﺍ ) ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻰﻠﻋﻭ
ﻪﻧﻮﻘﻴﻄﻳ ﺔﻳﺪﻓ ﻡﺎﻌﻃ ﻦﻴﻜﺴﻣ ( ﻥﺎﻛ ﺩﺍﺭﺍ ﻥﺍ ﺮﻄﻔﻳ ﻯﺪﺘﻔﻳﻭ ﻰﺘﺣ ﺖﻟﺰﻧ ﺔﻳﻻﺍ
ﻰﺘﻟﺍ ﺎﻫﺪﺤﺑ ﺎﻬﺘﺨﺴﻨﻓ ) ﻦﻋﺎﻤﺠﻟﺍ ﻩﻭﺍﺭ ﻻﺍ ﺪﻤﺣ (
Artinya :
“Diriwayatkan dari salamah bin akwa’ radhiyalluhu ‘anhu,
dia telah berkata : ketika turun ayat : wa’alal ladzina
yuthiqunahu fidyatun tha’amu miskin = dan di wajibkan
bagi orang yang tidak berdaya melakukanya ( berpuasa)
agar membayar fidyah ( memberi ) makan kepada orang
miskin” menyebabkan ada seseorang yang ingin berbuka
(tidak berpuasa) dan membayar fidyah, sehingga kemudian
turunlah ayat berikutnya yang menasakhkannya (HR. Jama’ah
kecuali ahmad )”
Hadits diatas menerangkan tentang diwajibkannya berpuasa
atas orang yang mampu melakukanya. Ketika ayat di atas
turun, kata “yuthi qunahu = mampu melakukanya,”
mengacaukan pemahaman, sehingga ada orang yang mampu
berpuasa, tetapi ingin membayar fidyah sebagai ganti
puasa. Namun kemudian turun ayat berikutnya :
ﻦﻤﻓ ﺪﻬﺛ ﻦﻣ ﻢﻛ ﻪﻤﺼﻴﻠﻓ ﺮﻬﺜﻟﺍ
Artinya :
“Maka barang siapa diantara kamu bertemu dengan bulan
ramadhan, maka harus berpuasa pada bulan itu”.
Dengan adanya hadis dan ayat-ayat sebagai penjelas ini
maka semakin jelas dan tegas, bahwa yang diperbolehkan
membayar fidyah adalah orang yang sudah tidak mampu
melakukan puasa. Sedang bagi yang mampu, maka harus
berpuasa. Hal ini dipertegas dengan hadis berikut :
ﻦﻋﻭ ﺪﺒﻋ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﻦﺑ ﻰﺑﺍ ﻰﻠﻴﻟ ﻦﻋ ﺎﻌﻣ ﻦﺑﺩ ﻞﺒﺟ ﻮﻨﺑ ﺚﻳﺪﺣ ﺔﻤﻠﺳ ﻪﻴﻓﻭ :ﻢﺷ
ﻝﺰﻧﺍ ﻪﻠﻟﺍ )ﻦﻤﻓ ﺪﻬﺷ ﻢﻜﻨﻣ ﺮﻬﺸﻟﺍ ﻪﻤﺼﻴﻠﻓ ( ﺖﺒﺷﺎﻓ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻣﺎﻴﺻ ﻰﻠﻋ ﻢﻴﻘﻤﻟﺍ
ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ ﺺﺧﺭﻭ ﻪﻴﻓ ﺮﻤﻠﻟ ﺾﻳ ﺮﻓﺎﺴﻤﻟﺍﻭ ﺖﺒﺷﻭ ﻻﺍ ﻡﺎﻌﻃ ﺮﻴﺒﻜﻠﻟ ﻯﺪﻟﺍ ﻻ ﺢﻴﻄﺘﺴﻳ
ﻡﺎﻴﺼﻟﺍ ) ﻩﺍﻭﺭ ﻻﺍ ﻲﺑﺍﻭ ﺪﻤﺣ ﺩﻭﺍﺩ )
Artinya :
“Dan dari abdul rahman bin abi laila, dari mu’adz bin
jabal ( meriwayatkan ) seperti hadis salamah, tetapi
disitu terdapat kalimat sebagai berikut : kemudian allah
menurunkan ayat “ maka barang siapa diantara kamu yang
menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa”, maka
allah menetapkan berpuasa bagi orang muqim yang sehat dan
memberikan keringanan (rukhshah) kepada orang yang sakit
dan musafir serta membayar fidyah bagi orang yang sudah
lanjut usia tidak kuat berpuasa (HR. Ahmad dan Abu
Daud )”
b.1 Ukuran Fidyah
Ukuran fidyah adalah satu ukuran sekali makan untuk
setiap hari puasa yang ditinggalkan tersebut. Ukurannya
adalah ½ sha’ atau satu mud.
Satu Sha' jika dikonversikan dengan kilogram adalah
antara 2,2 kg atau 2,5 kg, atau 3 kg (perbedaan ini
menurut perbedaan tarjih para ulama). Sedangkan satu mud
sama dengan 1/4 sha' nabawy atau 1/5 sha' penduduk Qashim
(satu wilayah di Saudi Arabia) sekarang.
Khusus untuk fidyah untuk haji adalah ada tiga
alternatif:
1. Berpuasa 3 hari;
2. Memberi makan 6 orang miskin;
3. Menyembelih hewan ternak.
Adapun dalilnya adalah:
Firman Allah:
ﺎًﻣﺎَّﻳَﺃ ٍﺕﺍَﺩﻭُﺪْﻌَﻣ ْﻦَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ْﻭَﺃ ﺎًﻀﻳِﺮَﻣ ﻰَﻠَﻋ ٍﺮَﻔَﺳ ٌﺓَّﺪِﻌَﻓ ْﻦِﻣ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ َﺮَﺧُﺃ ﻰَﻠَﻋَﻭ
َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻪَﻧﻮُﻘﻴِﻄُﻳ ٌﺔَﻳْﺪِﻓ ُﻡﺎَﻌَﻃ ٍﻦﻴِﻜْﺴِﻣ ْﻦَﻤَﻓ َﻉَّﻮَﻄَﺗ ﺍًﺮْﻴَﺧ َﻮُﻬَﻓ ٌﺮْﻴَﺧ ُﻪَﻟ ْﻥَﺃَﻭ ﺍﻮُﻣﻮُﺼَﺗ
ٌﺮْﻴَﺧ ْﻢُﻜَﻟ ْﻥِﺇ ْﻢُﺘْﻨُﻛ َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ
Artinya:
“ (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang
siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar
fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang
siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui”
Dengan turunnya ayat tersebut maka Rasulullah bersabda:
“Siapa yang meninggal dunia sedangkan ia memiliki hutang
puasa, maka hendaklah diberikan makanan kepada seorang
miskin per hari untuk orang tersebut.” HR. Ibn Majah dari
Ibn Umar, Tirmidzi mengatakan: “Yang shahih/benar tentang
hadits Ibn Umar adalah mauquf.”
Dari Aisyah, ia berkata:
“Memberikan makan atas nama orang yang meninggal tersebut
sebagai qadha atas puasa Ramadhannya, dan tidak
dipuasakan.”
Dan Ibn Abbas ketika ditanya tentang seorang laki-laki
yang meninggal, sementara ia memiliki hutang nadzar puasa
satu bulan dan hutang puasa Ramadhan 1 bulan, maka ia
menjawab: “Adapun puasa ramadhan yang terhutang, maka
lunasilah dengan membayarkannya dalam bentuk makanan,
adapun nadzarnya, maka puasakanlah untuknya.” HR. Al-
Atsram dalan Al-Sunan.
Apabila seseorang tidak bisa mengqadha puasanya karena
udzur yang dibenarkan syariat, hingga ia meninggal dunia,
maka tidak ada beban apapun atasnya. Hal ini karena puasa
adalah hak Allah, ia diwajibkan berdasarkan syariat, akan
tetapi ia meninggal sebelum tertunaikan kewajibannya.
Maka, siapapun yang
diwajibkan dari sesuatu sebelum ada kemampuan maka
gugurlah kewajiban itu tanpa harus menggantinya, seperti
misalnya juga haji. (Jika seseorang tidak mampu
menunaikan haji, walaupun ia rukun Islam kelima, namun
seseorang tidak ada kewajiban apapun atas rukun Islam ini
kecuali kalau memiliki kemampuan.
Namun, jika ia meninggal dan belum menunaikan qadha puasa
tanpa udzuar, maka hendaklah ditunaikan qadhanya berupa
pemberian makan kepada seorang miskin per hari sesuai
jumlah hari yang ditinggalkannya. Hal ini berdasarkan
hadis Ibn Umar, Aisyah, dan Ibn Abbas.
Siapa yang tidak berpuasa ramadhan karena sudah tua-
renta, ataupun sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya,
maka hendaklah ia memberi makan kepada seorang miskin
untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya.
Adapun dalil fidyah dalam urusan haji adalah firman
Allah:
ﺍﻮُّﻤِﺗَﺃَﻭ َّﺞَﺤْﻟﺍ َﺓَﺮْﻤُﻌْﻟﺍَﻭ ِﻪَّﻠِﻟ ْﻥِﺈَﻓ ْﻢُﺗْﺮِﺼْﺣُﺃ ﺎَﻤَﻓ َﺮَﺴْﻴَﺘْﺳﺍ َﻦِﻣ ِﻱْﺪَﻬْﻟﺍ ﻻَﻭ ﺍﻮُﻘِﻠْﺤَﺗ
ْﻢُﻜَﺳﻭُﺀُﺭ ﻰَّﺘَﺣ َﻎُﻠْﺒَﻳ ُﻱْﺪَﻬْﻟﺍ ُﻪَّﻠِﺤَﻣ ْﻦَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ﺎًﻀﻳِﺮَﻣ ْﻭَﺃ ِﻪِﺑ ﻯًﺫَﺃ ْﻦِﻣ ِﻪِﺳْﺃَﺭ
ٌﺔَﻳْﺪِﻔَﻓ ْﻦِﻣ ٍﻡﺎَﻴِﺻ ْﻭَﺃ ٍﺔَﻗَﺪَﺻ ْﻭَﺃ ٍﻚُﺴُﻧ ﺍَﺫِﺈَﻓ ْﻢُﺘْﻨِﻣَﺃ ْﻦَﻤَﻓ َﻊَّﺘَﻤَﺗ ِﺓَﺮْﻤُﻌْﻟﺎِﺑ ﻰَﻟِﺇ ِّﺞَﺤْﻟﺍ
ﺎَﻤَﻓ َﺮَﺴْﻴَﺘْﺳﺍ َﻦِﻣ ِﻱْﺪَﻬْﻟﺍ ْﻦَﻤَﻓ ْﻢَﻟ ْﺪِﺠَﻳ ُﻡﺎَﻴِﺼَﻓ ِﺔَﺛﻼَﺛ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ ﻲِﻓ ِّﺞَﺤْﻟﺍ ٍﺔَﻌْﺒَﺳَﻭ ﺍَﺫِﺇ
ْﻢُﺘْﻌَﺟَﺭ َﻚْﻠِﺗ ٌﺓَﺮَﺸَﻋ ٌﺔَﻠِﻣﺎَﻛ َﻚِﻟَﺫ ْﻦَﻤِﻟ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻪُﻠْﻫَﺃ ﻱِﺮِﺿﺎَﺣ ِﺪِﺠْﺴَﻤْﻟﺍ ِﻡﺍَﺮَﺤْﻟﺍ ﺍﻮُﻘَّﺗﺍَﻭ
َﻪَّﻠﻟﺍ ﺍﻮُﻤَﻠْﻋﺍَﻭ َّﻥَﺃ َﻪَّﻠﻟﺍ ُﺪﻳِﺪَﺷ ِﺏﺎَﻘِﻌْﻟﺍ
Artinya:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah.
Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena
sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan
jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di
tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit
atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka
wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau
bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka
wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari
(lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh
(hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar
fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada
(di sekitar) Masjidilharam
(orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan
bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
sangat keras siksaan-Nya.. Q.S. Al-Baqarah: 196.”
Dalil kedua adalah hadits ibn Ujrah yang terluka di
kepalanya, maka Rasulullah bersabda: “Maka fidyahnya
adalah puasa 3 hari, atau memberi makan 6 orang miskin,
atau menyembelih kambing”. HR. Muttafaq Alaih
Apa yang diberikan dan berapa?
Tidak ada ketentuan atau batasan yang jelas, maka hal ini
kita kembalikan kepada kebiasaan. Anas ibn Malik ketika
sudah tua pernah mengumpulkan 30 orang fakir dan memberi
mereka makan dengan roti beserta lauknya HR. Bukhari
dalam tafsirnya 3/197.
Maka jika seseorang memberi makan siang atau makan malam
kepada seorang miskin, maka itu sudah cukup untuk disebut
sebagai fidyahnya atas puasa yang ia tinggalkan itu.
Sebagian ulama mengatakan: “Cara demikian tidak sah, yang
benar adalah memberi bahan makanan pokok. Oleh karena
itu, mereka mengatakan: tidak boleh tidak, harus memberi
dalam bentuk 1 mud gandum atau ½ sha’ bahan makanan
pokok. (1 sha’ adalah 3 kg; 1 mud adalah ¼ sha’. Lihar
detailnya dalam kamus zakat di www.siwakz.net). Sebagian
ulama lainnya mengatakan ½ sha’ dari bahan makanan pokok
apapun.
Apa yang dimaksud dengan ½ sha’?
Apakah ½ sha’ ini ukuran yang dikenal menurut masyarakat
setempat ataukah menurut ukuran di zaman Nabi SAW?
Jawaban kami adalah: “tidak ada seorang pun sepengetahuan
kami dari seluruh ulama, yang mengatakan ukuran sha’
adalah menurut masyarakat setempat”. Jadi yang benar
adalah menurut ukuran sha’ di zaman Nabi SAW. Dari sini
sudah jelas bagaimana ukuran sha’ yang sebenarnya.
Sebagian ulama ada yang membolehkan ukuran dengan ukuran
sha’ daerah qashim, namun tatkala kami lihat ukurannya,
ternyata 1 sha’ daerah qashim lebih banyak dari 1 sha’
zaman Nabi sebanyak 0,25-nya, sebab sha’ kita (Qashim)
ternyata 5 mud, sedangkan sha’ nabawy hanya 4 mud.
Ketentuan tentang jumlah pembayaran fidyah yaitu,
sebanyak setengah sha’ biji gandung atau uang senilai
itu. Fidyah, baru boleh dilakukan jika orang yang
bersangkutan tidak mampu berpuasa sepanjang hidupnya.
Adapun fidyah boleh berupa satu mud makanan yang
mengenyangkan untuk setiap hari. Dan banyaknya fidyah
disesuaikan dengan jumlah puasa yang tidak dilakukan oleh
orang tersebut.
C. Penyebab dikenai denda (Fidyah)
Dari semua penjelasan diatas maka terdapat beberapa
penjelasa tentang penyebab – penyebab terjadinya fidyah,
antara lain :
a) Tidak mampu berpuasa, orang yang tidak mampu berpuasa
wajib mengeluarkan fidyah seperti orang tua renta yang
merasa berat berpuasa atau puasa akan membuatnya
menderita kesulitan yang sangat berat orang tua renta
yang tidak mampu berpuasa ini boleh berbuka, dan sebagai
tebusan, dia harus memberi makan seorang miskin untuk
tiap hari. Adapun tercantum dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Dar al-Quthni dan al-hakim yang
mengatakan :
ﺺﺧﺭ ﺦﻴﺸﻠﻟ ﺮﺒﻜﻟﺍ ﻥﺍ ﻢﻄﻔﻳ ﻢﺤﻄﻳﻭ ﻦﻋ ﻞﻛ ﺎﻨﻌﻜﺴﻣ ﻡﻮﻳ ﻻﻭ ﺀﺎﻀﻗ ﻪﻴﻠﻋ
) ﻭﺭﺩ ﻂﻗ ﻲﻧ ﻢﻴﻜﻬﻟﺍﻭ )
Artinya :
“Diberi keringanan orang tua renta untuk berbuka dan
memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya dan
tidak ada kewajiban qadha atasnya . (HR. Daraquthni dan
hakim ) ”
Orang tua renta (hamm) menanggung bebanya sendiri. Jika
dia tidak mampu memberi makan orang miskin. Dia tidak
berkewajiban apapun, hal ini berdasarkan ayat berikut :
…...) ﺓﺮﺒﻟﺍ : 286)
Artinya :
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ( QS. 2 : 286”)
Orang tua yang tidak mampu berpuasa dan tidak mampu
memberi makan itu hendaknya meminta ampun kepada allah
dan memohon agar allah menerima dirinya. Maksudnya, agar
orang tadi meminta ampunan kepada allah atas
ketidakmampuannya memenuhi hak allah. Adapun orang sakit
yang mati tidak berkewajiban memberi makan. Karena jika
pemberian makan itu di wajibkan kepadanya, berarti
membebani orang mati dengan kewajiban. Lain halnya, jika
orang tersebut sebelum kematiannya memiliki kemampuan
untuk berpuasa tetapi tidak melakukan sampai akhir
hayatnya. Kewajiban memberi makan ini disandarkan
kepadanya ketika dia masih hidup
b) fidyah diwajibkan atas orang sakit yang kesembuhannya
tidak bisa diharapkan. Sebab, sebagaimana telah
dijelaskan diatas, orang sakit seperti ini sudah tidak
berkewajiban berpuasa lagi. Yakni berdasarkan ayat
berikut :
..... ﻞﻌﺟ ﺎﻣﻭ ﻰﻓ ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻦﻣ ﺝﺮﺣ ........
Artinya :
“dia sekali – kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesulitan ( Q.S.22 : 78 )”
serta berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh imam
ahmad ibn hambal yang artinya :
“ orang sakit yang tiada diharapkan sembuh, dan orang
yang telah sangat tua, tidak dikenankan puasa atasnya,
hanya diwajibkan fidyah saban hari satu mud” (HR.Imam
ahmad )
c) Orang yang mengandung atau orang yang sedang hamil
Fidyah juga diwajibkan bersamaan dengan qadha kepada
perempuan hamil atau perempuan menyusui yang
menghawatirkan dirinya ( tanpa anaknya). Telah
diriwayatkan dari imam ahmad dan asy
syafi’I, bahwa apabila wanita hamil dan wanita yang
menyusui anaknya itu khawatir atas anaknya saja, dan
mereka meninggalkan puasa ( berbuka), maka wajiblah
mereka mengqadha dan membayar fidyah. Namun apabila hanya
khawatir atas dirinya saja, atau khawatir atas dirinya
dan sekaligus anaknya, maka mereka hanya wajib
mengqadha’, tidak lainnya .adapun wanita hamil dan wanita
yang menyusui maka mereka tergolong orang – orang yang
mempunyai udzur ( halangan) mendadak yang sewaktu-waktu
sirna. Maka mereka di wajibkan mengqadha’ .
Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari anas bin
malik al- ka’bi berikut :
ﻥﺍ ﻪﻠﻟﺍ ﺢﺿﻭ ﻦﻋ ﻰﻓ ﺎﺴﻤﻟﺍ ﺮﻄﺷ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﻦﻋﻭ ﺮﻓﺎﺴﻤﻟﺍ ﺢﺿﺮﻤﻟﺍﻭ ﻡﻮﺼﻟﺍ
ﻪﻠﻟﺍﻭ ﺎﻗﺪﻘﻟ ﻢﻬﻟ ﻪﻠﻟﻻﻮﺳﺭ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ ﺩﺍ ﺎﻤﻫﺭ ﻭﺍ ﺎﻤﻬﻴﻠﻛ ) ﻩﺍﻭﺭ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﻦﺑﺍ ﻚﻟﺎﻣ ﻰﺒﻌﻜﻟﺍ )
Artinya :
“Sesungguhnya allah meletakkan setengah shalat dari
musafir serta puasa dari perempuan hamil dan perempuan
menyusui. Demi allah, kedua pernyataan ini telah
disabdakan oleh rasulluh SAW, baik salah satunya maupun
keduanya. (HR. Anas bin malik Al-Ka’bi )”
ﻦﻋﻭ ﺮﻜﻋ ﺔﻣ ﻥﺍ ﻦﺑﺍ ﻝﺎﻗ ﺱﺎﺒﻋ : ﺖﺘﺒﺷﺍ ﻰﻠﺒﺤﻠﻟ ﺮﻤﻟﺍﻭ ﻊﺿ ) ﻮﺑﺍ ﻩﺍﻭﺭ ﺩﻭﺍﺩ
Artinya :
“Dari ikrimah sesungguhnya ibnu ‘abbas berkata : bahwa
ayat tersebut ditetapkan untuk perempuan hamil dan yang
sedang menyusui ( HR. Abu Daud )”
Adapun wanita hamil dan wanita menyusui, yang keduanya
mengkhawatirkan anaknya, boleh berbuka tetapi mereka
harus memberi makan fakir miskin.
Hal ini dipertegas pada hadist rasulullah SAW yang
menyatakan :
ﻥﺍ ﻪﻠﻠﻟﺍ ﺰﻋ ﻞﺟﻭ ﻊﺿﻭ ﻰﻠﻋ ﻰﻓﺎﺴﻤﻟﺍ ﺓﻼﺼﻟﺍﺮﻄﺷﻭ ﻡﻮﺼﻟﺍ
ﻦﻋﻭ ﻰﻠﺒﺤﻟﺍ ﻊﺿﺮﻤﻟﺍﻭ ﻡﻮﺼﻟﺍ ) ﻩﺍﻭﺭ ﺔﺴﻤﺨﻠﻟﺍ ﻦﻋ ﻰﺒﺴﻧﺍ ﻚﻟﺎﻣ ﻰﺠﻜﻟﺍ )
Artinya :
“Sungguh allah ‘azza wa jalla telah membebaskan puasa dan
separoh sholat bagi orang yang berpergian, serta
membebaskan puasa dari orang yang hamil dan menyusui.
(HR.Lima ahli hadist dari anas bin malik ka’bi)”
ﻦﻋ ﻦﺑﺍ ﺱﺎﺒﻋ ﻪﻧﺍ ﻝﺎﻗ : ﺖﺒﺷﺍ ﻰﻠﺒﺤﻠﻟ ﺢﻀﻤﻟﺍﻭ ﻥﺍ ﺍﺮﻄﻔﻳ ﺎﻤﻌﻄﻳﻭ ﻞﻛ
ﻡﻮﻳ ﺎﻨﻴﻜﺴﻣ ) ﻩﺍﻭﺭ ﺩﻭﺍﺩﻮﺑﺍ ﻦﻋ ﺱﺎﺒﻋ ﻦﺑﺍ )
Artinya :
“Dari ibnu abbas, bahwa ia berkata, “ditetapkan bagi
orang yang mengandung dan menyusui untuk berbuka (tidak
puasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang
miskin setiap harinya “ (HR. Abu dawud dari ibnu abbas,
r.a )”
Alasan lainnya, karena mereka membatalkan puasanya demi
seseorang yang lemah yang masih berada dalam proses
pembentukan oleh karena itu, keduanya wajib membayar
fidyah, seperti halnya orang tua yang sudah renta.
d) Orang yang meremehkan pengqadhaan puasa ramadhan.
Fidyah bersama qadha juga diwajibkan kepada orang yang
meremehkan pengqadhaan puasa ramadhan. Misalnya, orang
yang menangguhkan pengqadhaan puasanya sampai ramadhan
berikutnya tiba. Jumlah fidyah ini disesuaikan dengan
jumlah puasa yang ditinggalkan. Pewajiban fidyah kepada
orang seperti ini, berdasarkan pengiasan kepada orang
yang membatalkan puasa secara sengaja. Keduanya
meremehkan kesucian puasa. Kafarat tidak diwajibkan
kepada orang yang uzurnya terus berlangsung, baik uzur
berupa sakit,
melakukan perjalanan, gila, mengeluarkan darah haid
maupun mengeluarkan darah nifas. Adapun hadisnya antara
lain yang artinya “ Anak kecil yang belum sanggup
berpuasa dan orang gila yang terus –menerus, tidak
diberatkan puasa atasnya (H.R. Imam Mujtahidin) dan hadis
yang artinya “ tidak wajib atas orang gila mengqadhai
puasa yang ketinggalan selama gilanya itu” (H.R Abu
Hanifah )
D. Pelipat Gandaan Fidyah
Fidayah yang ditangguhkan sampai bulan ramadhan
berikutnya tiba tidak melahirkan pelipat gandaan sesuai
dengan jumlah penundaan tahunnya. Fidyah itu seperti
halnya budud yang bias dilakukan kapan saja. Sedangkan,
menurut pendapat madzab syafi’I, fidyah yang
dipertangguhkan sampai bulan ramadhan berikutnya tiba
akan melahirkan kewajiban baru. Karena, hak-hak material
tidak bias dilakukan pada sembarang waktu.
Adapun ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa :
ْﻦَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ﺎًﻀﻳِﺮَﻣ ْﻭَﺃ ﻰَﻠَﻋ ٍﺮَﻔَﺳ ٌﺓَّﺪِﻌَﻓ ْﻦِﻣ ٍﻡﺎَّﻳَﺃ َﺮَﺧُﺃ ﻰَﻠَﻋَﻭ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ُﻪَﻧﻮُﻘﻴِﻄُﻳ
ٌﺔَﻳْﺪِﻓ ُﻡﺎَﻌَﻃ ٍﻦﻴِﻜْﺴِﻣ ْﻦَﻤَﻓ َﻉَّﻮَﻄَﺗ ﺍًﺮْﻴَﺧ َﻮُﻬَﻓ ٌﺮْﻴَﺧ ُﻪَﻟ ْﻥَﺃَﻭ ﺍﻮُﻣﻮُﺼَﺗ ٌﺮْﻴَﺧ ْﻢُﻜَﻟ ْﻥِﺇ
ْﻢُﺘْﻨُﻛ َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ
Artinya:
“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan
berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui..”(Q.S.Al- baqarah : 184 )
Dengan demikian, pengqadhaan puasa boleh dilakukan secara
lambat bahkan seseorang boleh melakukan puasa tathawwu’.
Sebelum puasa wajibnya selesai di qadha. Dengan kata
lain, orang yang menangguhkan pengqadhaan puasanya tidak
berkewajiban apa-apa. Lagi pula, pengiasan dalam kafarat
tidak bias dilakukan meskipun demikian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fidyah adalah denda yang diberikan bagi seseorang sebab
ia meninggalakn kewajiban dengan cara memberi makan orang
miskin. Fidyah Adalah pemberian bahan makanan pokok atau
makanan siap saji kepada orang miskin (fakir atau miskin)
karena meninggalkan puasa Ramadhan dengan alasan yang
dibenarkan oleh syariat Ukuran fidyah adalah satu ukuran
sekali makan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan
tersebut. Ukurannya adalah ½ sha’ atau satu mud.
Satu Sha' jika dikonversikan dengan kilogram adalah
antara 2,2 kg atau 2,5 kg, atau 3 kg (perbedaan ini
menurut perbedaan tarjih para ulama). Sedangkan satu mud
sama dengan 1/4 sha' nabawy atau 1/5 sha' penduduk Qashim
(satu wilayah di Saudi Arabia) sekarang.
Khusus untuk fidyah untuk haji adalah ada tiga
alternatif:
1. Berpuasa 3 hari;
2. Memberi makan 6 orang miskin;
3. Menyembelih hewan ternak.an .
Penyebab fidyah diantaranya :
- Orang tua renta yang tidak mampu untuk berpuasa
- Orang sakit yang kesembuhannya tidak dapat diharapkan
- Orang yang mengandung / orang yang sedang hamil
- Orang yang merehkan pengqadhaan puasa ramadhan
Dari ini semua sudah jelaslah bahwasanya kita sejak lahir
sudah dikenai kewajiban-kewajiban, dan jika lalai ada
hukumnya tersendiri, salah satunya ialah membayar denda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Bin, Faisal, 1993, Muhtasar Nailul Authar 3
Himpunan Hadits –Hadits Hukum. Bina Ilmu, Surabaya
Effendi, Agus, 1995, Puasa dan Itikaf Kajian Berbagai
Madzab, Remaja Rosda Karya, Bandung
MZ, Labib, Ust. 1997, Bukhari dan Muslim. Amanah. Jawa
Timur
Syarifuddin, Amir, Prof.Dr, 2003, Garis – Garis Besar
Fiqih. Prenada Media, Jakarta
Kamal, Dr, Mustafa, Dkk, 2000, Fikih Islam, Citra Karya
Mandiri. Jakarta
hasbi, prof. Dr. 1991 Hukum – Hukum Fikih Islam. Bulan
Bintang, Jakarta
ali ash – shabuni. Muhammad, Syaikh, 1993. Rawai’ul
Bayan, CV. Asy –Syifa’. Semarang
Mansyur, kahar, kh, 1992. Bulughul maram. Rineka Cipta,
Jakarta
s. Praja, Juhaya. Prof .dr, 2000. Tafsir Hikmah. Remaja
Rosda Karya. Bandung
Mahalli, Mudjab, Ahmad, KH. 2003, Hadis-Hadis Mutafaq’
Alaih, Prenada Media, Jakarta
Senin, Desember 12, 2011
HADIST TENTANG MEMBAYAR FIDYAH SEBAB MENINGGALKAN KEWAJIBAN
Published with Blogger-droid v2.0.1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar