Senin, Desember 05, 2011

Hukum Melafazhkan Niat (Usholli,, Nawaitu …)

Sahabat - Al Faruq- Umar bin Khaththab radhiyallahu

’anhu berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa

sallam bersabda,’Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan setiap

orang akan mendapatkan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah

kepada Allah dan Rasul- Nya, maka ia telah berhijrah kepada Allah dan

Rasul-Nya . Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena kesenangan

dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka

hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya’. ” (HR . Bukhari & Muslim).

Inilah hadits yang menunjukkan bahwa amal seseorang akan dibalas

atau diterima tergantung dari niatnya.

Setiap Orang Pasti Berniat Tatkala Melakukan Amal

Niat adalah amalan hati dan hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Niat itu

tempatnya di dalam hati dan bukanlah di lisan, hal ini berdasarkan

ijma’ (kesepakatan) para ulama sebagaimana yang dinukil oleh Ahmad bin

Abdul Harim Abul Abbas Al Haroni dalam Majmu’ Fatawanya.

Setiap orang yang melakukan suatu amalan pasti telah memiliki niat terlebih

dahulu. Karena tidak mungkin orang yang berakal yang punya ikhtiar (pilihan)

melakukan suatu amalan tanpa niat. Seandainya seseorang disodorkan air

kemudian dia membasuh kedua tangan, berkumur- kumur hingga membasuh

kaki, maka tidak masuk akal jika dia melakukan pekerjaan tersebut -yaitu

berwudhu- tanpa niat. Sehingga sebagian ulama mengatakan,” Seandainya

Allah membebani kita suatu amalan tanpa niat, niscaya ini adalah

pembebanan yang sulit dilakukan .”

Apabila setan membisikkan kepada seseorang yang selalu merasa was- was

dalam shalatnya sehingga dia mengulangi shalatnya beberapa kali. Setan

mengatakan kepadanya,” Hai manusia, kamu belum berniat”. Maka

ingatlah,” Tidak mungkin seseorang mengerjakan suatu amalan tanpa

niat. Tenangkanlah hatimu dan tinggalkanlah was-was seperti

itu. ”(Lihat Syarhul Mumthi, I/128 dan Al Fawa’id Dzahabiyyah, hal.12 )

Melafadzkan Niat

Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat (maksudnya

mengucapkan niat sambil bersuara keras atau lirih) untuk ibadah- ibadah

tertentu. Karena demikianlah yang banyak diajarkan oleh ustadz- ustadz kita

bahkan telah diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar hingga

perguruan tinggi. Contohnya adalah tatkala hendak shalat berniat ’ Usholli

fardhol Maghribi …’ atau pun tatkala hendak berwudhu berniat ’ Nawaitu

wudhu’a liraf’ il hadatsi …’. Kalau kita melihat dari hadits di atas, memang

sangat tepat kalau setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu. Namun

apakah niat itu harus dilafalkan dengan suara keras atau lirih?!

Secara logika mungkin dapat kita jawab. Bayangkan berapa banyak niat yang

harus kita hafal untuk mengerjakan shalat mulai dari shalat sunat sebelum

shubuh, shalat fardhu shubuh, shalat sunnah dhuha, shalat sunnah sebelum

dzuhur, dst. Sangat banyak sekali niat yang harus kita hafal karena harus

dilafalkan. Karena ini pula banyak orang yang meninggalkan amalan karena

tidak mengetahui niatnya atau karena lupa. Ini sungguh sangat menyusahkan

kita. Padahal Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Sesungguhnya

agama itu mudah.” (HR. Bukhari)

Ingatlah setiap ibadah itu bersifat tauqifiyyah , sudah paketan dan baku.

Artinya setiap ibadah yang dilakukan harus ada dalil dari Al Qur’an dan

Hadits termasuk juga dalam masalah niat.

Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat yang tersebar di masyarakat

atau pun di sekolahan yang mencantumkan lafadz- lafadz niat shalat, wudhu,

dan berbagai ibadah lainnya, tidaklah kita dapati mereka mencantumkan ayat

atau riwayat hadits tentang niat tersebut. Tidak terdapat dalam buku- buku

tersebut yang menyatakan bahwa lafadz niat ini adalah hadits riwayat Imam

Bukhari dan sebagainya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Zaadul

Ma’ad , I/201 , ”Jika seseorang menunjukkan pada kami satu hadits saja dari

Rasul dan para sahabat tentang perkara ini (mengucapkan niat), tentu kami

akan menerimanya. Kami akan menerimanya dengan lapang dada. Karena

tidak ada petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi dan sahabatnya.

Dan tidak ada petunjuk yang patut diikuti kecuali petunjuk yang disampaikan

oleh pemilik syari’at yaitu Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam .” Dan sebelumnya

beliau mengatakan mengenai petunjuk Nabi dalam

shalat,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak mendirikan

shalat maka beliau mengucapkan : ‘ Allahu Akbar ’. Dan beliau tidak

mengatakan satu lafadz pun sebelum takbir dan tidak pula melafadzkan niat

sama sekali.”

Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat wudhu, shalat,

puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan dalilnya. Jika memang ada dalil

tentang niat tersebut, maka kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat suatu

perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi. Karena Nabi

kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang melakukan

amalan yang tidak ada dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR.

Muslim). Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’ Niat kami kan

baik ’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu

’anhuma mengatakan,” Betapa banyak orang menginginkan kebaikan,

namun tidak mendapatkannya. ” (HR. Ad Darimi, sanadnya shahih,

lihat Ilmu Ushul Bida’ , hal. 92)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat wa shallallahu ’ala

Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.


Published with Blogger-droid v2.0.1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar