Sabtu, Desember 17, 2011

Syekh Siti Jenar : Manunggaling Kawula Gusti

ِﻢْﺴِﺑ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻦَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ﻢﻴِﺣَّﺮﻟﺍ - ﻡﻼﺴﻟﺍ ﻢﻜﻴﻠﻋ ﺔﻤﺣﺭﻭ ﻪﻠﻟﺍ
ﻪﺗﺎﻛﺮﺑﻭ


Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit ,
Lemahbang , dan Lemah Abang ) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan
juga salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui
secara pasti asal- usulnya. Di masyarakat terdapat banyak varian cerita mengenai
asal- usul Syekh Siti Jenar .
Tidak terdapat cukup bukti bahwa Syeh Siti Jenar menolak ajaran Syari’at , namun
syangnya informasi umumnya sampai kepada masyarakat Syekh Siti jenar
dianggap menolak kewajiban syari’ at.
Ajaran Syekh Siti Jenar dinilai bertentangan dengan ajaran Walisongo.
Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar dengan Walisongo terletak pada
penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan oleh Walisongo.
Syekh Siti Jenar mengajarkan konsep yang sangat kontroversial pada saat itu,
yaitu konsep tentang hidup dan mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat
berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan
manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu apa yang
disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang
hakiki dan abadi.
Dimana Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ;
1. Syariat (dengan menjalankan hukum- hukum agama spt sholat, zakat dll);
2. Tarekat, dengan melakukan amalan- amalan spt wirid, dzikir dalam waktu dan
hitungan tertentu;
3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan;
dan
4. Ma’rifat , kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya . Bukan berarti
bahwa setelah menempuh Makrifat terus meninggalkan tingkatan sebelumnya.
Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu
tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Wali songo
khawatir jika ada salah paham dalam menyerap yang disampaikan oleh Syekh
Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang
harus disampaikan adalah pada tingkatan ‘syariat’. Sedangkan ajaran Siti Jenar
sudah memasuki tahap ‘hakekat’ dan bahkan ‘ma’ rifat’ kepada Allah (kecintaan
dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH). Oleh karenanya, ajaran yang
disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata ‘SESAT’ .
Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah
agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk
sebenarnya menyembah zat Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing
menyembah dengan menyebut nama yang berbeda – beda dan menjalankan
ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing – masing
pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa
agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan
prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan
mengharapkan surga atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
Manunggaling Kawula Gusti
Pengikut dari Syekh Siti Jenar, menyatakan bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah
menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan
berarti bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang
Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada
Tuhannya, manusia telah menjadi bersatu dengan Tuhannya.
Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di dalam diri
manusia terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan, sesuai dengan Firman Allah
dalam Al Qur’ an
( “Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila tlah Ku- sempurnakan
kejadiannya dan Ku- tiupkan kepadanya roh-Ku , maka hendaklah kamu
tersungkur dengan bersujud kepadanya (Shaad; 71- 72)” ).
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala
penyembahan terhadap Tuhan terjadi.
Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’ an dari para murid Syekh Siti inilah yang
menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan,
yaitu polemik paham ‘Manunggaling Kawula Gusti’.
Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang
mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau
kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.
Pada saat keinginan sudah melebur terhadap kehendak Allah, maka dia hanya
memikirkan Allah. Dalam pandangan hakikatnya tidak tampak hakikat manusia
tapi hanya hakikatlah Allah , Setiap Kejadian adalah maksud Allah terhadap
Hamba ini…. dan inilah yang dibahayakan karena apabila tidak ada GURU yang
Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka hamba ini akan keluar
dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.Karena hamba ini
akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka
semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.
Karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut harus turun agar
bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga Rasullah pun telah
melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau turun tingkatan maka hamba
ini akan menjadi seprti nabi Isa AS. Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta
jasadnya. Kematian Syekh Siti Jenar menjadi kontroversi. Dalam masyarakat
jawa kematian ini disebut “ MUKSO ” ruh beserta jasadnya diangkat Allah.
Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar.
Ajarannya yang amat kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat
kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan, Kerajaan Demak khawatir ajaran ini
akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu murid Syekh Siti Jenar,
Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite Majapahit (sama
seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.
Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro,
khawatir ajaran iniakan menyesatkan. Kegelisahan ini membuat mereka
merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera menghadap
Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata
tak cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra
Raja Demak Bintoro untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon
akhirnya para Walisongo sendiri yang akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di
mana perguruan Siti Jenar berada.
Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi
Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka
berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa
Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran
Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali
tersebut dengan Siti Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah
repot- repot ingin membunuh Siti Jenar. Karena beliau dapat meminum
tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang kehidupan yang hakiki jika
memang ia dan budinya menghendaki.
Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini
diketahui oleh murid-muridnya , serentak keempat muridnya yang benar-benar
pandai yaitu Ki Bisono, Ki Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun
mengakhiri “kematian”- nya dengan cara yang misterius seperti yang dilakukan
oleh gurunya di hadapan para wali.
Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan
di Masjid Demak, menjelang shalat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya
kilau kemilau memancar dari jenazah Siti Jenar.
Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali.
Pendapat lain mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan
nama lain.
Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti
jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang
terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebo Kenanga dan Ki Ageng
Tingkir.
Syekh Siti Jenar
Published with Blogger-droid v2.0.2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar