Agar ia dapat beribadah kepada- Nya dengan penuh pengertian dan atas dasar
keyakinan, maka hendaklah ia mengenal kaidah-kaidah yang berkenaan dengan
asma dan sifat-NYa. Allah berfirman :
ِﻪﻠﻟَﻭ ُﺀﺂَﻤْﺳَﻷْﺍ ﻰَﻨْﺴُﺤْﻟﺍ ُﻩﻮُﻋْﺩﺎَﻓ ﺎَﻬِﺑ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada- Nya dengan
menyebut asma-ul husna itu. (QS. 7:181 )
Doa dalam ayat ini mengandung doa masalah dan doa ibadah. Doa masalah,
ialah memohon kepada Allah I diawali dengan menyebut nama yang sesuai
dengan satu atau beberapa dari nama- nama- Nya . Seperti mengatakan:
ﺎَﻳ ُﺭْﻮُﻔَﻏ ﻲِﻟْﺮِﻔْﻏﺍ , ُﻢْﻴِﺣَﺭﺎَﻳ ﻲِﻨْﻤَﺣْﺭﺍ , ﺎَﻳ ُﻆْﻴِﻔَﺣ ﻲِﻨْﻈَﻔْﺣﺍ
“Ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah aku; Ya Allah Yang Maha Pengasih,
kasihilah aku, Ya Allah Yang Maha Pelindung, lindungilah aku.”
Dan semisalnya. Sedang doa ibadah, ialah melaksanakan ibadah kepada Allah I
berdasarkan Al- Asma’ul Husna ini. Seperti kita bertaubat kepada-Nya karena Dia
Maha Penerima Taubat, berdzikir dengan lisan karena Dia Maha Mendengar,
beribadah dengan raga karena Dia Maha Melihat dan seterusnya. Mengingat
pentingnya masalah asma dan sifat ini, dan banyak orang yang
membicarakannya, ada yang benar dan ada yang salah, karena tidak mengerti
atau hanya karena ta’ashshub (fanatik ), perlu kiranya dibuat tulisan tentang
asma dan sifat, semoga mendapat ridha- Nya dan bermanfaat untuk para
hamba-Nya .
Banyak kaidah yang berkenaan dengan Asma (nama- nama) Allah I, di
antaranya:
1. Seluruh Asma Allah I adalah husna, artinya maha indah . Firman Allah :
ِﻪﻠﻟَﻭ ُﺀﺂَﻤْﺳَﻷْﺍ ﻰَﻨْﺴُﺤْﻟﺍ ُﻩﻮُﻋْﺩﺎَﻓ ﺎَﻬِﺑ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada- Nya dengan
menyebut asma-ul husna itu . (QS. 7:181 )
Asma Allah I maha indah dan sempurna karena tidak terkandung di dalamnya
suatu kekurangan sedikit pun, baik secara eksplisit maupun implisit.
Contohnya : ﻢﻴﻠﻌﻟﺍ ( Yang Maha Tahu) salah satu asma Allah I yang
mengandung sifat “ ilm” (pengetahuan) yang sempurna, tidak didahului oleh
sifat kebodohan dan tidak pula dihinggapi sifat lupa. Firman Allah I:
ﺎَﻬُﻤْﻠِﻋ َﺪﻨِﻋ ﻲِّﺑَﺭ ﻲِﻓ ٍﺏﺎَﺘِﻛ ُّﻞِﻀَﻳَّﻻ ﻲِّﺑَﺭ ﻰَﺴﻨَﻳَﻻَﻭ
Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb ku tidak
akan salah dan tidak (pula) lupa; (QS. 20:52 )
Ilmu pengetahuan Allah I sangat luas, meliputi segala sesuatu, baik secara umum
maupun rinci, berkenaan dengan perbuatan Allah I sendiri maupun makhluk-
Nya. Firman Allah :
ُﻩَﺪْﻨِﻋَﻭ ُﺢِﺗﺎَﻔَﻣ ِﺐْﻴَﻐْﻟﺍ ﺂَﻬُﻤَﻠْﻌَﻳَﻻ َّﻻِﺇ َﻮُﻫ ُﻢَﻠْﻌَﻳَﻭ ﻲِﻓﺎَﻣ ِﺮْﺤَﺒْﻟﺍَﻭِّﺮَﺒْﻟﺍ ﺎَﻣَﻭ
ُﻂُﻘْﺴَﺗ ﻦِﻣ ٍﺔَﻗَﺭَﻭ ﺎَﻬُﻤَﻠْﻌَﻳ ٍﺔَّﺒَﺣَﻻَﻭ ﻲِﻓ ِﺕﺎَﻤُﻠُﻇ ِﺽْﺭَﻷْﺍ ٍﺐْﻃَﺭَﻻَﻭ
ٍﺲِﺑﺎَﻳَﻻَﻭ َّﻻِﺇ ﻲِﻓ ٍﺏﺎَﺘِﻛ ٍﻦﻴِﺒًّﻣ
Dan pada sisi Allah- lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula) , dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 6:59 )
ﻦِﻣﺎَﻣَﻭ ٍﺔَّﺑﺁَﺩ ﻲِﻓ ِﺽْﺭَﻷْﺍ َّﻻِﺇ ﻰَﻠَﻋ ِﻪﻠﻟﺍ ﺎَﻬُﻗْﺯِﺭ ُﻢَﻠْﻌَﻳَﻭ ﺎَﻫَّﺮَﻘَﺘْﺴُﻣ
ﺎَﻬَﻋَﺩْﻮَﺘْﺴُﻣَﻭ ٌّﻞُﻛ ﻲِﻓ ٍﺏﺎَﺘِﻛ ٍﻦﻴِﺒُّﻣ
Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah- lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
(QS. 11:6 )
2. Asma Allah I adalah nama dan sifat. Nama, dipandang dari indikasinya
(dalalah) kepada dzat. Dan sifat dipandang dari indikasinya kepada makna. Dari
pengertian pertama, maka seluruh asma adalah Mutaradif (sinonim) karena
indikasinya hanya kepada satu dzat yaitu Allah , sedang dari pengertian kedua
adalah mutabayyinah (diferinsial) karena masing-masing asma mempunyai
indikasi (dalalah) makna yang tersendiri
Contohnya: ُّﻲَﺤْﻟَﺍ ُﻢْﻴِﻠَﻌﻟْﺍ ُﺮْﻳِﺪَﻘْﻟﺍ ُﻊْﻴِﻤَّﺴﻟﺍ ُﺮْﻴِﺼَﺒْﻟﺍ ُﻦَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ُﻢْﻴِﺣَّﺮﻟﺍ
Semuanya adalah asma untuk satu Dzat yaitu Allah I, akan tetapi makna َ ُّﻲَﺤْﻟﺍ
tidak sama dengan makna ُﻢْﻴِﻠَﻌْﻟﺍ dan makna َ ُﻢْﻴِﻠَﻌْﻟﺍ tidak sama dengan
makna ُﺮْﻳِﺪَﻘﻟْﺍ , demikianlah seterusnya.
Asma Allah I disebut nama dan sifat berdasarkan petunjuk dari Al-Qur ’an, seperti
firman Allah I:
َﻮُﻫَﻭ ُﺭﻮُﻔَﻐْﻟﺍ ُﻢﻴِﺣَّﺮﻟﺍ
Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 10:107 )
َﻚُّﺑَﺭَﻭ ُﺭﻮُﻔَﻐْﻟﺍ ﻭُﺫ ِﺔَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ
Dan RabbmulahYang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat.. (QS. 18:58 )
Ayat yang kedua dengan jelas menunjukkan bahwa Ar- Rahim yaitu yang
mempunyai sifat Rahmat.
Selain itu berdasarkan konsensus para ahli bahasa dan adat kebiasaan, bahwa
tidak dikatakan ‘Alim kepada orang yang tidak mempunyai ilmu, tidak dikatakan
samii’ kepada orang yang tidak mempunyai pendengaran, tidak dikatakan bashiir
kepada orang yang tidak mempunyai penglihatan.
3. Asma Allah I jika menunjukkan pengertian transitive ( muta’add i ), maka
mengandung tiga hal:
Pertama: Ketetapan Asma tersebut untuk Allah I. Kedua: ketetapan sifat yang
dikandung oleh Asma ini untuk Allah I. Ketiga : Ketetapan hukumnya dan
tuntutannya (objek) dari sifat tersebut.
Contoh : Nama " ﻊْﻴِﻤَّﺴﻟَﺍ " (Maha Mendengar ), mengandung ketetapan
bahwa nama ini untuk Allah I, ketetapan bahwa Allah I mempunyai sifat “sam’
“(mendengar), dan ketetapan hukum dan tuntutannya (objek) yaitu segala bisikan
dan kata-kata rahasia (yang selalu didengar Allah I), sebagaimana firman-Nya :
ُﻪﻠﻟﺍَﻭ ُﻊَﻤْﺴَﻳ ﺂَﻤُﻛَﺭُﻭﺎَﺤَﺗ َّﻥِﺇ َﻪﻠﻟﺍ ٌﻊﻴِﻤَﺳ ٌﺮﻴِﺼَﺑ
Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua.Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. 58:1 )
Akan tetapi jika nama Allah I menunjukkan makna intransitife (lazim ), maka
mengandung dua hal: Pertama ketetapan nama tersebut untuk Allah I. Kedua :
Ketetapan sifat yang dikandung oleh makna ini untuk Allah I. Contoh : Nama
“ﻲَﺤْﻟَﺍ “ ( Yang Maha Hidup), mengandung ketetapan bahwa nama ini untuk
Allah I dan ketetapan adanya sifat “ hayah” (hidup) bagi-Nya . Abu Zahra.
Untuk itu wajib berpijak kepada nash. Firman Allah :
ُﻒْﻘَﺗَﻻَﻭ َﺲْﻴَﻟﺎَﻣ َﻚَﻟ ِﻪِﺑ ٌﻢْﻠِﻋ َّﻥِﺇ َﻊْﻤَّﺴﻟﺍ َﺮَﺼَﺒْﻟﺍَﻭ َﺩﺍَﺆُﻔْﻟﺍَﻭ ُّﻞُﻛ َﻚِﺋَﻻْﻭُﺃ ُﻪْﻨَﻋ َﻥﺎَﻛ ًﻻﻮُﺌْﺴَﻣ
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu
akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36 )
ْﻞُﻗ ﺎَﻤَّﻧِﺇ َﻡَّﺮَﺣ َﻲِّﺑَﺭ َﺶِﺣﺍَﻮَﻔْﻟﺍ َﺮَﻬَﻇﺎَﻣ ﺎَﻬْﻨِﻣ َﻦَﻄَﺑﺎَﻣَﻭ َﻢْﺛِﻹْﺍَﻭ َﻰْﻐَﺒْﻟﺍَﻭ ِﺮْﻴَﻐِﺑ ِّﻖَﺤْﻟﺍ ﻥَﺃَﻭ
ﺍﻮُﻛِﺮْﺸُﺗ ِﻪﻠﻟﺎِﺑ ْﻢَﻟﺎَﻣ ْﻝِّﺰَﻨُﻳ ِﻪِﺑ ﺎًﻧﺎَﻄْﻠُﺳ ْﻥَﺃَﻭ ﺍﻮُﻟﻮُﻘَﺗ ﻰَﻠَﻋ ِﻪﻠﻟﺍ َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﺗَﻻﺎَﻣ
Katakanlah:"Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak
manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah
dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada- adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu
ketahui"". (QS. 7: 33)
Selain itu, menamai Allah I dengan asma yang tidak diberikan Allah I kepada diri-
Nya sendiri, atau mengingkari asma-Nya , adalah pelanggaran terhadap hak
Allah . Maka wajib berlaku sopan dalam masalah ini dan cukup dengan
mengikuti apa yang diajarkan oleh nash.
5. Asma Allah tidak terbatas pada bilangan tertentu , berdasarkan sabda
Rasulullah dalam hadits masyhur :
َﻚُﻟَﺄْﺳَﺃ ِّﻞُﻜِﺑ ٍﻢْﺳﺍ َﻮُﻫ َﻚَﻟ َﺖْﻴَّﻤَﺳ ِﻪِﺑ َﻚَﺴْﻔَﻧ ْﻭَﺃ ُﻪَﺘْﻟَﺰْﻧَﺃ ﻲِﻓ َﻚِﺑﺎَﺘِﻛ ْﻭَﺃ ُﻪَﺘْﻤَّﻠَﻋ ﺍًﺪَﺣَﺃ
ْﻦِﻣ َﻚِﻘْﻠَﺧ ْﻭَﺃ َﺕْﺮَﺛْﺄَﺘْﺳﺍ ِﻪِﺑ ﻲِﻓ ِﻢْﻠِﻋ ِﺐْﻴَﻐْﻟﺍ َﻙَﺪْﻨِﻋ
“Aku memohon kepada-Mu dengan seluruh Asma- Mu, yang telah Engkau
namakan untuk diri-Mu , atau Engkau turunkan dalam kitab- Mu atau Engkau
ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu , atau masih dalam rahasia gaib
pada- Mu yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya ”….(HR: Hakim 1877,
Ibnu Hibban 972, Ahmad 3712 & 4318, Ibnu Abi Syaibah 28318, Thabrani
dalam Mu’jam Al-Kabir 10352- Shahih).
Padahal sesuatu yang masih menjadi rahasia ghaib yang hanya diketahui oleh
Allah I tidak mungkin dapat dihitung atau diketahui dengan pasti oleh seseorang.
Adapun hadits yang berbunyi :
ﻦﻋ ﻲﺑﺃ ﺓﺮﻳﺮﻫ ﻲﺿﺭ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻨﻋ َّﻥَﺃ َﻝْﻮُﺳَﺭ ِﻪﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪﻠﻟﺍ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻝﺎَﻗ َّﻥِﺇ َﻪﻠﻟ
ًﺔَﻌْﺴِﺗ َﻦْﻴِﻌْﺴِﺗَﻭ ﺎًﻤْﺳﺍ ًﺔَﺋﺎِﻣ ﺍًﺪِﺣﺍَﻭ َّﻻِﺇ ْﻦَﻣ ﺎَﻫﺎَﺼْﺣَﺃ َﻞَﺧَﺩ َﺔَّﻨَﺠْﻟﺍ
Dari Abu Hurairah , bahwasanya Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya ada bagi
Allah 99 asma, seratus kurang satu, barangsiapa yang dapat menghitungnya
niscaya ia masuk ke dalam surga. (HR: Bukhari 2595, Muslim 2677, Ibnu Hibban
807, Tirmizi 3506, Baihaqi 19601, Ibnu Majah 3860, Ahmad 7493).
Yang dimaksud dengan menghitung asma Allah ialah menghapalnya, memahami
maknanya, dan secara sempurna menghamba kepada Allah berdasarkan asma-
Nya.
Hadits ini tidak menunjukkan bahwa asma Allah hanya 99 ini saja. Adapun
makna hadits yang berbunyi : “ Siapa yang menghitungkannya niscaya masuk
surga” merupakan kalimat pelengkap, bukan kalimat terpisah dan berdiri sendiri.
Sebagai contoh: bila seseorang berkata: “ Saya punya uang 100 juta yang saya
siapkan untuk sedekah”, berarti bisa saja ia mempunyai uang selain 100 juta
tersebut yang tidak diperuntukkan untuk sedekah. Adapun yang berkenaan
dengan penyusunan dan penentuan asma Allah , maka hadits tersebut dha’if
(lemah) jadi tidak bisa menjadi hujjah.
Syaikh Al-Islam Ibju Taimiyah mengatakan: Penyusunan asma Allah tidak
berasal dari sabda Nabi , menurut kesepakatan para ahli yang mengetahui
tentang hadits beliau. Ibnu Hajar Al-‘ Asqalani mengatakan: “Penyebab
kelemahannya, menurut Syaikh Al- Bukhari dan Muslim bukan kesendirian Al-
Walid (dalam meriwayatkan), tetapi juga adanya ikhtilaf (perselisihan ) mengenai
dirinya, idhthirab (ketidak samaan), tadlis (kecurangan) dan kemungkinan idraj
(insersi)
6. Ilhad dalam asma Allah ialah tindakan menyelewengkan asma dari
kebenaran yang wajib dilaksanakan terhadapnya.
Macam-macam ilhad yaitu :
1.6.mengingkari sesuatu dari Asma Allah , sifat dan hukum yang terkandung di
dalamnya. Seperti tindakan kaum Jahmiyah dan golongan lain dari ahlu ta’thil.
2. Menjadikan asma Allah mempunyai indikasi (dalalah) yang serupa dengan
sifat makhluk. Seperti tindakan ahlu tasybih (antropomorphism).
3. Menamai Allah dengan nama yang tidak disebutkan-Nya untuk diri-Nya .
Seperti tindakan kaum Nashrani dengan menamai-Nya “ Bapa ”, dan tindakan
filosof dengan menyebutnya” Al’Ilah Al- Fa’ilah (Efficient Cause). Oleh karena
Asma Allah I adalah tauqifiyah, maka menamai Allah dengan nama yang bukan
berasal dari Allah berarti menyelewengkan Asma Allah dari kebenaran.
4. Mengambil dari Asma Allah nama untuk berhala. Seperti tindakan kaum
musyrikin dengan menamai berhala mereka Al-Uzza berasal dari Al’Aziz dan
berhala Al-laat berasal dari al- ilah . Tindakan ini disebut ilhad karena asma
Allah I hanya khusus bagi-Nya , berdasarkan firman Allah :
ُﻪﻠﻟﺍ َﻮُﻫَّﻻِﺇ َﻪَﻟِﺇَﻵ ُﻪَﻟ ُﺀﺂَﻤْﺳَﻷْﺍ ﻰَﻨْﺴُﺤْﻟﺍ
Dialah Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Hanya
miliknya al- asmaaul husna (nama- nama yang baik). (QS. 20: 8)
َﻮُﻫ ُﻪﻠﻟﺍ ُﻖِﻟﺎَﺨْﻟﺍ ُﺉِﺭﺎَﺒْﻟﺍ ُﺭِّﻮَﺼُﻤْﻟﺍ ُﻪَﻟ ُﺀﺂَﻤْﺳَﻷْﺍ ﻰَﻨْﺴُﺤْﻟﺍ ُﺢِّﺒَﺴُﻳ ُﻪَﻟ ﻲِﻓﺎَﻣ ِﺕﺍَﻭﺎَﻤَّﺴﻟﺍ
ﺽِْﺭَﻷْﺍَﻭ َﻮُﻫَﻭ ُﺰﻳِﺰَﻌْﻟﺍ ُﻢﻴِﻜَﺤْﻟﺍ 24} }
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa,
hanya milik-Nya Al-Asma ’ul Husna (Nama-Nama Yang Paling baik). Bertasbih
Kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi.Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. 59:24 )
Ilhad dengan segala macam adalah haram, karena Allah I telah mengancam
orang yang berbuat ilhad dengan firman- Nya:
ﺍﻭُﺭَﺫَﻭ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻭُﺪِﺤْﻠُﻳ ِﻪِﺋﺎَﻤْﺳَﺃ ﻲِﻓ َﻥْﻭَﺰْﺠُﻴَﺳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛﺎَﻣ ﻥﻮُﻠَﻤْﻌَﻳ
َ dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama- nama- Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan. (QS. 7: 180)
Dan di antara ilhad ada yang menjadikan syirik atau kufur, menurut ketentuan
yang ditunjuk oleh dalil- dalil syar’iah . Wallah A’lam. Abu Zahra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar