Jumat, Februari 03, 2012

HIKMAH TIDAK DIKABULKANNYA DOA

HIKMAH TIDAK DIKABULKANNYA DOA
Tidak dikabulkannya doa selalu memiliki banyak hikmah yang harus kita pahami. Berikut ini diantara hikmah-hikmah tersebut.
ImagePertama, penundaan terkabulnya doa merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah kepada seseorang. Allah ingin menguji iman orang itu. Ketika doa tidak segera dikabulkan, syetan membisikkan pikiran jahat kepada seseorang, dengan berkata kepadanya, “Apa yang kita minta itu ada pada Allah. Tetapi mengapa doa kita tidak segera dikabulkan?” Begitu pula, syetan akan menyusupkan bisikan-bisikan jahat lainnya. Setiap muslim harus melawan bisikan-bisikan jahat seperti itu dan mengusirnya dari dirinya, dengan segala sarana. Ia harus sadar bahwa bisa jadi Allah tidak segera mengabulkan doanya karena Allah hendak menguji imannya. Ketika doa tidak segera dikabulkan, maka iman seseorang teruji dan terlihatlah perbedaan antara orang beriman sejati dengan orang beriman gadungan. Sikap seorang mukmin tidak akan berubah terhadap Tuhannya hanya karena doanya tidak segera dikabulkan dan malah ia semakin rajin beribadah kepada-Nya.
Kedua, tidak segera dikabulkannya doa semestinya membuat seorang muslim tahu dan menyadari sebuah hakikat penting. Yaitu bahwa ia adalah hamba Allah, sementara Allah iadalah pemilik segala-galanya. Pemilik berhak berbuat apa saja terhadap miliknya, baik memberi ataupun tidak memberi. Jika Allah mau memberi, maka itu salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Sedangkan jika Ia tidak memberi, itupun salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia juga pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Ada baiknya kita merenungkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam setelah Perdamaian Hudaibiyah yang sepintas lalu merugikan Rasulullah dan kaum muslimin. Ketika itu beliau bersabda,”Aku Rasulullah dan Allah tidak akan pernah akan menelantarkan aku.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Ketiga, terkadang doa yang tidak segera dikabulkan justru akan membuat kita semakin dekat kepada Allah, terus bersimpuh di hadapan-Nya, selalu merendahkan diri dan berlindung diri kepada-Nya. Sebaliknya, tidak jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita menjadi lebih sibuk, lalu kita tidak lagi ingat kepada Allah, tidak meminta dan berdoa kepada-Nya, padahal keduanya adalah inti ibadah. Inilah realitas sebagian besar kita. Buktinya, jika tidak ada cobaan maka kita tidak berlindung kepada Allah.
Keempat, bisa jadi terkabulnya doa kita justru akan menjadikan kita berbuat dosa, akan berdampak buruk pada agama kita, atau akan menjadi fitnah bagi kita. Atau bisa juga apa yang kita minta itu sepintas lalu baik bagi kita padahal sebenarnya tidak baik bagi kita. Yang demikian ini terutama bagi seseorang yang mengajukan permintaan tertentu yang sangat spesifik kepada Allah dan tidak berdoa dengan doa-doa yang telah dituntunkan dalam Al-Qur’an atau yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena itu hendaknya kita memperhatikan doa-doa yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Kelima, setiap doa punya ketentuan dan takaran. Adalah tidak masuk akal, hari ini seseorang yang amat miskin dan tidak melakukan usaha yang signifikan berdoa agar ia menjadi milyarder kaya raya pada esok paginya. Doa memiliki takaran, syarat, sebab, prolog, kerja keras, dan bahkan pengorbanan yang besar.
Kita harus ingat bahwa ketika Nabi Ya’qub ‘alaihissalam kehilangan anak kesayangannya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam, beliau tidak henti-hentinya berdoa dan berdoa. Tapi pengabulan doa beliau tertunda hingga waktu yang lama, hingga ada yang mengatakan, “Nabi Ya’qub berdoa selama empat puluh tahun.” Penderitaan dan cobaan yang dialami Nabi Ya’qub ‘alaihissalam semakin meningkat. Anaknya yang lain, Bunyamin, juga hilang, sampai-sampai kedua matanya buta karena kesedihan yang mendalam. Kendati demikian, beliau tetap optimis bahwa semua penderitaan tersebut suatu saat akan berakhir. Ketika itulah, beliau berkata,“Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Yusuf: 83).
Demikian pula, Nabi Musa ‘alaihissalam pernah berdoa kepada Allah “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan pada kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakan harta benda mereka, dan kuncilah mati hati mereka, karena mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88). Namun konon Allah baru mengabulkan doa beliau tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah “Sesungguhnya permohonan kalian berdua dikabulkan” (Yunus: 89), setelah empat puluh tahun lamanya! Padahal yang berdoa adalah Nabi Musa ‘alaihissalam, salah seorang dari rasul-rasul Ulul ‘Azmi, sedangkan yang mengamininya adalah Nabi Harun ‘alaihissalam, seorang nabi yang mulia. Keduanya telah memenuhi semua syarat dan etika berdoa. Sementara pihak yang didoakan celaka ialah Fir’aun dan konco-konconya, yang sudah jelas manusia paling dzalim, fasik, dan kafir saat itu. Meski begitu, doa Nabi Musa tidak segera dikabulkan Allah, sebab doa tersebut adalah doa yang tidak sembarang doa. Diperlukan kerja keras dan pengorbanan untuk mewujudkannya. Itulah yang dimaksud dengan takaran doa. Dan ini harus benar-benar kita pahami.

BAGAIMANA DOA DIKABULKAN OLEH ALLAH?

Kapan doa dikabulkan adalah pada waktu yang dikehendaki oleh Allah. Yang jelas, doa seorang mukmin tidak akan pernah sia-sia. Bahkan, doa seorang mukmin pasti akan “dikabulkan” oleh Allah, tetapi bagaimana, dalam bentuk apa, dan dengan cara apa doa itu dikabulkan adalah sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.
ImageRasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan tidak untuk memutuskan silaturahim, kecuali Allah pasti akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal: Allah akan mengabulkan doanya dengan segera, atau Allah akan menyimpan doanya (sebagai suatu pahala) di akhirat, atau Allah akan memalingkan dan menghindarkannya dari suatu keburukan yang sebanding dengan doanya itu.” (HR Ahmad, Al-Bazzar, dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid. Diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dan beliau berkata: sanadnya shahih. Demikian pula Adz-Dzahabi sependapat dengan beliau).
Demikianlah cara Allah mengabulkan doa seorang mukmin. Ada doa yang dikabulkan dengan segera. Inilah yang sering kita sebut sebagai doa yang dikabulkan. Ketika doa seseorang tidak dikabulkan dengan segera, ia akan mengatakan bahwa doanya tidak dikabulkan. Padahal Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya.
Karena itulah bagi sebagian orang Allah justru menyimpan pahala doanya di akhirat. Akhirat adalah hari dimana setiap orang sangat butuh dengan pahala. Ketika itulah setiap orang berharap seandainya doa-doanya di dunia tidak ada yang dikabulkan di dunia, sehingga bisa menjadi simpanan pahala di akhirat.
Bentuk lain dari pengabulan doa adalah dipalingkan dan dihindarkannya seseorang dari keburukan, kejahatan, musibah, atau marabahaya yang sebanding dengan doanya. Jika Anda berdoa agar diberi rizki sebanyak 50 juta rupiah, manakah yang lebih Anda sukai: mendapatkan uang sejumlah itu lalu jatuh sakit yang biaya pengobatannya sebesar 50 juta rupiah, ataukah Anda terhindar dari sakit tersebut? Tentunya Anda akan lebih memilih yang kedua bukan? Demikianlah Allah Maha Bijaksana dan Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.

ENAM SYARAT DIKABULKANNYA DOA

Dikabulkannya doa memiliki syarat-syarat yang harus terpenuhi. Syarat-syarat tersebut menurut uraian Dr. Yusuf Al-Qaradawi setidak-tidaknya ada enam.
ImageSyarat pertama, kita harus berusaha seoptimal mungkin.
Doa tidak akan dikabulkan jika kita tidak mengiringinya dengan usaha optimal. Bagi yang berdoa meminta rizki, Allah tidak akan pernah menurunkan uang dari langit. Bekerja dan berusaha adalah sebuah keniscayaan.
Bahkan kaum muslimin ketika hendak dihancurkan oleh orang-orang kafir, tidak akan mungkin diberikan keselamatan dan kemenangan ketika mereka hanya berdoa tanpa mau maju ke tengah medan pertempuran.
Tidakkkah kita ingat, bagaimana kaum muslimin ditolong pada Perang Badar?
Ketika kaum musyrikin dengan 1000 tentaranya hendak melumat kaum muslimin yang hanya 300 orang, kaum muslimin pun memutuskan untuk menghadapi mereka – sesuai dengan perintah Allah. Baru sesudah mereka berhadap-hadapan dengan pasukan musuh, mereka berdoa, menengadahkan tangan mereka ke langit, meminta pertolongan kepada Allah. “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: ‘Sesungguhnya aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut". (QS Al-Anfal: 9)
Maka Allah pun mengabulkan doa mereka. Allah memenangkan mereka dalam Perang Badar itu.
Begitu pula dengan pasukan Thalut melawan pasukan Jalut, yang kisahnya diabadikan oleh Allah dalam QS Al-Baqarah: 250 – 251. Pasukan Thalut tidak duduk-duduk saja sambil berdoa meminta kemenangan, tetapi: “wa lammaa barazuu lijaaluuta wa junuudihi (ketika pasukan Thalut mau maju, berhadap-hadapan dengan pasukan Jalut di tengah medan pertempuran) barulah mereka berdoa memohon pertolongan dan kemenangan kepada Allah. “Mereka (Thalut bersama pasukannya) berdoa, ‘Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kesabaran, dan teguhkanlah kaki-kaki kami, dan tolonglah kami atas orang-orang kafir itu.” Maka yang terjadi adalah: “fahazamuuhum bi-idznillah (maka pasukan Thalut pun pengalahkan pasukan Jalut dengan seizin Allah).” Demikianlah usaha itu akan menentukan apakah doa kita akan dikabulkan oleh. Ketika kita sudah berusaha dengan optimal, saat itulah kita berdoa.
Marilah kita melihat diri kita sendiri, umat ini, sekarang ini. Kita berdoa kepada Allah agar menolong agama ini, mengembalikan kejayaan umat ini, tetapi kita hanya duduk-duduk saja, dan enggan untuk mengorbankan tenaga, harta, dan jiwa kita untuk agama ini. Lalu bagaimana doa kita untuk kejayaan umat ini akan dikabulkan oleh Allah?

Syarat kedua, menyambung hubungan yang baik dengan Allah.
Jika kita ingin didengar oleh Allah, maka kita harus memiliki hubungan yang baik dengan-Allah. Namun kenyataannya, kita telah memutus hubungan baik dengan Allah karena kemaksiatan-kemaksiatan yang kita lakukan, dosa-dosa besar yang merajalela di tengah-tengah kita, dan berpalingnya kita dari syariat dan hukum Allah. Kita melanggar larangan-larangan Allah. Kita lalai dari perintah-perintah dan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan. Kita telah meninggalkan amar makruf dan nahi munkar.
Rasulullah saw bersabda, “Sungguh kalian akan terus menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Atau (jika tidak) maka Allah akan menjadikan orang-orang yang paling buruk diantara kalian menguasai dan memimpin kalian, sehingga ketika itu orang-orang yang paling baik diantara kalian berdoa tetapi doanya tidak dikabulkan.” (HR Al-Bazzar dan Ath-Thabrani). Dan dalam riwayat At-Tirmidzi: “Atau (jika tidak) maka hampir-hampir Allah pasti akan menurunkan adzab-Nya, kemudian kalian berdoa kepada Allah tetapi Allah tidak mengabulkannya.”
Allah SWT sendiri dalam QS Al-Hajj: 40-41 berfirman, “Dan sungguh Allah hanya akan menolong orang-orang yang menolong-Nya... (Yaitu) orang-orang yang apabila Allah teguhkan kedudukan mereka di muka bumi maka mereka menegakkan sholat, menunaikan zakat, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Dan kepunyaan Allah-lah kesudahan yang baik.”
Dan dalam QS Muhammad: 7, Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong Allah maka Allah pasti akan menolong kalian dan meneguhkan kaki-kaki kalian.”

Syarat ketiga, benar-benar ikhlas dan tulus.
Maksudnya adalah mengikhlaskan hati kita setulus-tulusnya hanya untuk Allah. Membersihkan hati kita dari selain Allah, dari penghambaan kepada nafsu, syahwat, dan dunia beserta segala yang ada didalamnya.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah: 186: “Dan apabila hamba-hamba-Ku (‘ibaadii) bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka katakanlah bahwa sesungguhnya Aku ini dekat. Aku akan mengabulkan doa orang yang berdoa ketika ia berdoa. Maka hendaklah mereka menunaikan perintah-perintah-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka mendapat petunjuk.”
Perhatikan bagaimana Allah menggunakan kata ‘ibaadii – hamba-hamba Allah. Bukan hamba syetan, atau hamba dunia, atau hamba dinar dan dirham, atau hamba kekuasaan, atau hamba syahwat. Jika kita masih menjadi hamba dari itu semua, Allah tidak akan mengabulkan doa kita.
Keikhlasan sangat penting – dan merupakan salah satu kunci – agar doa kita dikabulkan oleh Allah. Bahkan meski orang-orang musyrik, jika mereka berdoa dengan penuh keikhlasan, maka Allah pun tidak akan segan-segan mengabulkan doa mereka. Sebagaimana yang Allah kisahkan dalam QS Yunus: 22: “Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan Kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur".
Dalam keadaan terdesak seperti itu, setiap orang akan kembali kepada fitrah: hanya meminta kepada Allah saja, dengan penuh keikhlasan – keikhlasan puncak, dari lubuk hati yang terdalam – maka Allah pun mengabulkan doa orang tersebut.
Seperti itulah – dengan keikhlasan seperti itulah – semestinya kita berdoa kepada Allah.

Syarat keempat, menyucikan Allah dan mengakui kealpaan diri.
Mari kita lihat bagaimana Nabi Yunus berdoa dan kemudian ditolong oleh Allah, sebagaimana kisahnya diabdaikan oleh Allah dalam QS Al-Anbiya: 87-88. Ketika Yunus berada dalam tiga kegelapan: gelapnya malam, gelapnya dasar lautan, dan gelapnya perut ikan hiu. Yunus berdoa kepada Allah: “Laa ilaaha illa Anta, subhanaka, innii kuntu minazh zhalimiin.” Dalam doa Nabi Yunus as ini, terdapat tiga unsur penting. Pertama, laa ilaaha illa anta, yang berarti tauhid. Kedua, subhaanaka, yang berarti menyucikan Allah. Seolah-olah Yunus as berkata, “Bukanlah Allah yang menzhalimi aku, tetapi diriku sendirilah yang berbuat zhalim.” Dan ketiga, inni kuntu minazh zhalimin yang merupakan pengakuan yang tulus. Yunus as mengakui, “Sesungguhnya aku benar-benar termasuk orang-orang yang telah berbuat zhalim.” Fastajabnaa lahu wa najjainaahu minal ghamm, maka kemudian Allah pun menyelamatkan Nabi Yunus as.
Dan yang demikian ini tidak hanya berlaku untuk Nabi Yunus as, tetapi berlaku untuk semua orang yang beriman, karena Allah mengatakan di akhir kisah tersebut: “Wa kadzalika nunjil mu’miniin (Dan demikianlah Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman).”

Syarat kelima, menghindari segala yang haram.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman apa yang Dia perintahkan kepada para rasul: ‘Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian lakukan (QS Al-Mu’minun: 51).’ Dan Allah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami anugerahkan kepada kalian (QS Al-Baqarah: 172).” Kemudian Rasulullah saw menyebutkan seorang laki-laki yang sedang menempuh safar (perjalanan jauh), dalam keadaan lusuh dan berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ‘Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.’ Padahal makananya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dagingnya tumbuh dari yang haram. Maka bagaimana doanya akan dikabulkan?”
Mari kita renungkan hadits ini. Orang tersebut sedang safar, yang merupakan salah satu sebab dikabulkannya doa. Apalagi dalam keadaan lusuh dan penuh debu. Dan bisa jadi dia sedang safar dalam rangka haji, atau umrah, atau mencari nafkah, atau menuntut ilmu.
Ditambah lagi dia berdoa sambil mengangkat kedua tangannya ke langit, sambil mengulang-ulang doanya, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku”, dan sambil mengiba di hadapan Allah.
Ini semua adalah sebab-sebab dikabulkannya doa, tetapi – kata Nabi - fa annaa yustajaabu lidzalika. Doanya tidak akan dikabulkan.
Karena itu, ketika Sa’ad bin Abi Waqqash bertanya kepada Nabi: “Wahai Rasulallah, doakan aku agar doa-doaku dikabulkan oleh Allah.” Maka Rasulullah berkata kepadanya: “Perbaikilah makananmu , maka doamu akan dikabulkan.” Maksudnya: jadikanlah makananmu dan penghasilanmu hanya dari sumber yang halal, maka doamu akan dikabulkan.

Dan syarat keenam, jangan pernah berhenti berdoa.
Rasulullah saw bersabda, “Doa kalian akan dikabulkan selama kalian tidak tergesa-gesa, yakni ketika salah seorang kalian berkata, ‘Aku telah berdoa tetapi doaku tidak kunjung dikabulkan.” Dan dalam riwayat yang lain, para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tergesa-gesa itu?” Rasulullah saw menjawab, “Yaitu ketika seseorang berkata, ‘Aku telah berdoa tetapi tidak kunjung dikabulkan’, kemudian dia bosan dan tidak lagi mau berdoa.”
Karena itu, marilah kita terus berdoa. Dan jangan pernah berputus asa. Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf: 87: “Dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidaklah berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”


SEBAB-SEBAB “TIDAK DIKABULKANNYA” DOA
Setiap kita tentunya biasa berdoa kepada Allah. Kita memohon kepada-Nya agar hajat dan keinginan kita Ia kabulkan. Ketika kita benar-benar butuh, tidak jarang kita berdoa sambil mengiba kepada Allah. Namun barangkali tidak jarang kita merasa doa kita tidak dikabulkan, atau setidak-tidaknya tidak segera dikabulkan.
ImageKetika seseorang merasa doanya tidak kunjung dikabulkan, tidak jarang sejak saat itu ia pun tidak lagi berdoa dan tidak punya harapan bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah. Padahal sikap seperti ini dilarang oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi ia tidak buru-buru. (Yakni jika) ia berkata, ‘Aku telah berdoa kepada Tuhanku, tapi doaku tidak dikabulkan’.” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Dalam lafazh Muslim disebutkan: “Ditanyakan, ‘Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta agar doa segera dikabulkan?’ Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ’(Yakni) hamba itu berkata, ‘Aku berdoa dan berdoa, tapi doaku tidak dikabulkan’.” (HR Muslim)
Kita semestinya menyadari bahwa ada banyak sebab mengapa sebuah doa tidak segera dikabulkan oleh Allah. Kita juga hendaknya paham bahwa hikmah besar pasti selalu ada di balik tidak dikabulkannya doa dalam waktu cepat. Di antara sebab dan hikmah itu adalah sebagai berikut.
Pertama, bisa jadi penyebab tertundanya pengabulan doa kita adalah karena kita belum memenuhi syarat-syarat diterimanya doa. Misalnya, kita tidak menghadirkan hati, tidak khusuk dan tidak merendahkan diri saat berdoa, kita berdoa bukan pada waktu dimana doa akan mudah dikabulkan, atau kita belum memenuhi syarat-syarat doa penting lainnya.
Kedua, terkadang doa tidak terkabul dikarenakan sebab tertentu seperti karena dosa yang kita belum bertaubat darinya, karena dosa di mana kita tidak bertaubat dengan jujur darinya, karena makanan kita mengandung syubhat, atau karena ada hak milik orang lain pada diri kita dan kita belum mengembalikannya. Karena itu, kita hendaknya bertaubat dengan taubatan nashuhah, dengan melengkapi syarat-syaratnya dan mengembalikan hak orang lain kepada pemiliknya terlebih dahulu hak orang lain tersebut masih ada pada diri kita. Inilah sebab terpenting tidak dikabulkannya doa. Disebutkan dalam hadits bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Hai Sa’ad (bin Abu Waqqash), makanlah makanan yang baik-baik, niscaya engkau menjadi orang yang doanya dikabulkan.” Juga disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwasanya Rasulullah mengisahkan seseorang yang rambutnya acak-acakan dan berdebu lalu menengadahkan tangannya ke langit untuk berdoa, ‘Ya Allah, ya Allah.’ Padahal, makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan keluarganya diberi makan dari sumber yang haram. Bagaimana doanya akan dikabulkan?” (HR Muslim, At-Tirmidzi, dan Ahmad). Oleh karena itu, kita harus berusaha membersihkan diri dari segala kotoran dosa yang bisa menjadi menghalangi ‘jalan-jalan’ terkabulnya doa.
Ketiga, bisa jadi Allah tidak mengabulkan doa kita karena Ia sengaja hendak menyimpan pahala doa kita tersebut untuk Ia berikan kepada kita di akhirat kelak atau karena Ia hendak menghilangkan keburukan dari kita. Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,“Jika di atas bumi ada seorang muslim berdoa kepada Allah dengan satu doa, maka Ia akan mengabulkan doa itu atau menghilangkan keburukan darinya, selagi ia tidak mengerjakan dosa atau memutus hubungan kekerabatan.” Seseorang berkata, “Bagaimana kalau kita memperbanyak doa?” Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Allah akan lebih banyak lagi mengabulkan doanya atau menghilangkan keburukan darinya.” (HR At-Tirmidzi, Ahmad, dan Al-Hakim). Dalam riwayat Al-Hakim ada tambahan: “Atau Allah akan menyimpan pahala seperti doanya itu untuknya.” (HR Al-Hakim). Bisa jadi, ini lebih baik bagi kita, sebab dengan disimpannya pahala doa kita di akhirat dan baru diberikan kepada kita saat itu, maka hal itu akan mengangkat derajat dan martabat kita di akhirat. Saat itu, kita akan berbahagia dan bahkan berharap sekiranya seluruh pahala doa kita disimpan dan baru dibagikan di akhirat.
Keempat, penundaan terkabulnya doa merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah kepada seseorang. Allah ingin menguji iman orang itu. Ketika doa tidak segera dikabulkan, syetan membisikkan pikiran jahat kepada seseorang, dengan berkata kepadanya, “Apa yang kita minta itu ada pada Allah. Tetapi mengapa doa kita tidak segera dikabulkan?” Begitu pula, syetan akan menyusupkan bisikan-bisikan jahat lainnya. Setiap muslim harus melawan bisikan-bisikan jahat seperti itu dan mengusirnya dari dirinya, dengan segala sarana. Ia harus sadar bahwa bisa jadi Allah tidak segera mengabulkan doanya karena Allah hendak menguji imannya. Ketika doa tidak segera dikabulkan, maka iman seseorang teruji dan terlihatlah perbedaan antara orang beriman sejati dengan orang beriman gadungan. Sikap seorang mukmin tidak akan berubah terhadap Tuhannya hanya karena doanya tidak segera dikabulkan dan malah ia semakin rajin beribadah kepada-Nya.
Kelima, tidak segera dikabulkannya doa semestinya membuat seorang muslim tahu dan menyadari sebuah hakikat penting. Yaitu bahwa ia adalah hamba Allah, sementara Allah iadalah pemilik segala-galanya. Pemilik berhak berbuat apa saja terhadap miliknya, baik memberi ataupun tidak memberi. Jika Allah mau memberi, maka itu salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Sedangkan jika Ia tidak memberi, itupun salah satu bentuk keadilan-Nya dan Ia juga pasti punya alasan yang kuat untuk itu. Ada baiknya kita merenungkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam setelah Perdamaian Hudaibiyah yang sepintas lalu merugikan Rasulullah dan kaum muslimin. Ketika itu beliau bersabda,”Aku Rasulullah dan Allah tidak akan pernah akan menelantarkan aku.” (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Keenam, terkadang doa yang tidak segera dikabulkan justru akan membuat kita semakin dekat kepada Allah, terus bersimpuh di hadapan-Nya, selalu merendahkan diri dan berlindung diri kepada-Nya. Sebaliknya, tidak jarang jika permintaan kita dikabulkan, maka kita menjadi lebih sibuk, lalu kita tidak lagi ingat kepada Allah, tidak meminta dan berdoa kepada-Nya, padahal keduanya adalah inti ibadah. Inilah realitas sebagian besar kita. Buktinya, jika tidak ada cobaan maka kita tidak berlindung kepada Allah.
Ketujuh, bisa jadi terkabulnya doa kita justru akan menjadikan kita berbuat dosa, akan berdampak buruk pada agama kita, atau akan menjadi fitnah bagi kita. Atau bisa juga apa yang kita minta itu sepintas lalu baik bagi kita padahal sebenarnya tidak baik bagi kita. Yang demikian ini terutama bagi seseorang yang mengajukan permintaan tertentu yang sangat spesifik kepada Allah dan tidak berdoa dengan doa-doa yang telah dituntunkan dalam Al-Qur’an atau yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Karena itu hendaknya kita memperhatikan doa-doa yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Kedelapan, setiap doa punya ketentuan dan takaran. Adalah tidak masuk akal, hari ini seseorang yang amat miskin dan tidak melakukan usaha yang signifikan berdoa agar ia menjadi milyarder kaya raya pada esok paginya. Doa memiliki takaran, syarat, sebab, prolog, kerja keras, dan bahkan pengorbanan yang besar.
Kita harus ingat bahwa ketika Nabi Ya’qub ‘alaihissalam kehilangan anak kesayangannya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam, beliau tidak henti-hentinya berdoa dan berdoa. Tapi pengabulan doa beliau tertunda hingga waktu yang lama, hingga ada yang mengatakan, “Nabi Ya’qub berdoa selama empat puluh tahun.” Penderitaan dan cobaan yang dialami Nabi Ya’qub ‘alaihissalam semakin meningkat. Anaknya yang lain, Bunyamin, juga hilang, sampai-sampai kedua matanya buta karena kesedihan yang mendalam. Kendati demikian, beliau tetap optimis bahwa semua penderitaan tersebut suatu saat akan berakhir. Ketika itulah, beliau berkata,“Mudah-mudahan Allah mendatangkan mereka semua kepadaku, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (Yusuf: 83).
Demikian pula, Nabi Musa ‘alaihissalam pernah berdoa kepada Allah “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan pada kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Mu. Ya Tuhan kami, binasakan harta benda mereka, dan kuncilah mati hati mereka, karena mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88). Namun konon Allah baru mengabulkan doa beliau tersebut, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah “Sesungguhnya permohonan kalian berdua dikabulkan” (Yunus: 89), setelah empat puluh tahun lamanya! Padahal yang berdoa adalah Nabi Musa ‘alaihissalam, salah seorang dari rasul-rasul Ulul ‘Azmi, sedangkan yang mengamininya adalah Nabi Harun ‘alaihissalam, seorang nabi yang mulia. Keduanya telah memenuhi semua syarat dan etika berdoa. Sementara pihak yang didoakan celaka ialah Fir’aun dan konco-konconya, yang sudah jelas manusia paling dzalim, fasik, dan kafir saat itu. Meski begitu, doa Nabi Musa tidak segera dikabulkan Allah, sebab doa tersebut adalah doa yang tidak sembarang doa. Diperlukan kerja keras dan pengorbanan untuk mewujudkannya. Itulah yang dimaksud dengan takaran doa. Dan ini harus benar-benar kita pahami.
Itulah beberapa hal yang menjadi penyebab sebuah doa tidak terkabul, berikut hikmah yang ada dibaliknya. Dengan mengetahui penyebab-peyebab dan hikmah-hikmah tersebut, semoga kita menjadi orang-orang yang tidak pernah bosan berdoa, karena doa adalah inti ibadah. Wallahu a’lam bish-shawab.


Sumber http://menaraislam.com/content/blogsection/17/41/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar