Sabtu, Januari 21, 2012

KRITERIA MAKANAN HALAL DAN HARAM DALAM AGAMA ISLAM



Agama Islam adalah agama yang sangat sempurna, komprehensip dan mudah

syariatnya. Di antara bukti kebaikan dan kemudahan syari’at Islam, Allah  menghalalkan

semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat dan manfaat bagi badan,

ruh maupun akhlak manusia. Demikian pula sebaliknya, Allah mengharamkan semua

makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat atau yang mengandung mudharat

lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan

hati, akal, ruh, dan jasad manusia.

KEWAJIBAN MENGKONSUMSI MAKANAN YANG BAIK DAN HALAL

Bagi seorang muslim, makanan bukan sekedar pengisi perut dan penyehat badan saja,

sehingga diusahakan harus sehat dan bergizi, tetapi di samping itu juga harus halal. Baik

halal pada zat makanan itu sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh

Allah, dan halal pada cara mendapatkannya.

Di dalam Al-Quran Al-Karim Allah  memerintahkan seluruh hamba-Nya yang beriman

dan yang kafir agar mereka makan makanan yang baik lagi halal, sebagaimana firman-

Nya:

ﺎَﻬُّﻳَﺃﺎَﻳ ﺍﻮُﻠُﻛ ُﺱﺎَّﻨﻟﺍ ﺎَّﻤِﻣ ﻲِﻓ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ﺎًﻟﺎَﻠَﺣ ﺎًﺒِّﻴَﻃ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di

bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)

Dan firman-Nya pula:

َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎَﻬُّﻳَﺃﺎَﻳ ﺍﻮُﻠُﻛ ﺍﻮُﻨَﻣﺍَﺀ ِﺕﺎَﺒِّﻴَﻃ ﻦِﻣ ْﻢُﻛﺎَﻨْﻗَﺯَﺭﺎَﻣ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik dari yang telah Kami rizkikan

kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172).

Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’ di rahimahullah

berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada

seluruh manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan

memakan apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang

halal. Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas

atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik) maksudnya

bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah, daging babi, dan

lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).

Di dalam sebuah hadits, Nabi  memberikan ancaman masuk neraka kepada siapa saja

yang mengkonsumsi makanan yang haram, sebagaimana sabda beliau:

ﺎَﻤُّﻳَﺃ َﺖَﺒَﻧ ٍﻢْﺤَﻟ ِﻡﺍَﺮَﺤْﻟﺍ َﻦِﻣ ُﺭﺎَّﻨﻟﺎَﻓ ﻰَﻟْﻭَﺃ ُﻪَﻟ

“Daging mana saja yang tumbuh dari sesuatu (makanan) yang haram, maka neraka lebih

pantas (sebagai tempat tinggal, pent) baginya”.

Demikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah

(doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh

Abu Hurairah, bahwa Nabi  menceritakan ada seorang laki-laki yang sedang musafir

rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari

berdo’a : “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram,

minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang

haram, maka kata Rasulullah : “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR.

Muslim II/703 no.1015)

KAIDAH FIQIH: HUKUM ASAL SEGALA SESUATU (MAKANAN, BINATANG, DLL)

ADALAH HALAL KECUALI JIKA ADA DALIL SYAR’I YANG MENGHARAMKANNYA.

Kaidah ini disimpulkan oleh para ulama dari beberapa ayat Al-Qur’ an, di antaranya

firman Allah :

ﻱِﺬَّﻟﺍ َﻮُﻫ َﻖَﻠَﺧ ﺎَﻣ ْﻢُﻜَﻟ ِﺽْﺭَﺄْﻟﺍ ﻲِﻓ ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah:

29)

Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu (termasuk makanan dan binatang) yang ada

di bumi adalah nikmat dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah

halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, karena Allah tidaklah

memberikan nikmat kecuali yang halal dan baik.

Dan berdasarkan firman-Nya pula:

َﻞَّﺼَﻓ ْﺪَﻗَﻭ ﺎَﻣ ْﻢُﻜَﻟ َﻡَّﺮَﺣ ﺎَّﻟِﺇ ْﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ْﻢُﺗْﺭِﺮُﻄْﺿﺍ ﺎَﻣ ِﻪْﻴَﻟِﺇ

“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu,

kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya”. (QS. Al-An’ am: 119)

Maka semua makanan yang tidak ada pengharamannya dalam syari’at Islam berarti

hukumnya adalah halal sepanjang tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya.

Demikian pula binatang yang tidak ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak

termasuk ke dalam golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan

jenis, bentuk atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk

keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya. Hal ini

berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’ , bahwa Rasulullah  bersabda:

“Apa saja yang dihalalkan oleh Allah di dalam kitabNya itulah yang halal, dan apa saja

yang diharamkan oleh-Nya itulah yang haram, adapun yang tidak dijelaskan, berarti

termasuk yang dimaafkan bagimu. Dan terimalah pemaafan Allah itu, karena Allah tidak

mungkin melupakan sesuatu, kemudian beliau membaca firman Allah:

َﻥﺎَﻛ َﺎﻣَﻭ َﻚُّﺑَﺭ ﺎَّﻴِﺴَﻧ

“Dan tidaklah Tuhanmu lupa”. (QS. Maryam: 64.) (HR. Hakim II/406 no.3419 dan dia

menshahihkannya).

MACAM-MACAM MAKANAN:

Pada umumnya makanan yang sering dikonsumsi manusia ada dua jenis, yaitu:

1. Makanan selain binatang (nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan , buah-

buahan, benda-benda (roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan

semua bentuknya).

Ibnu Hubairah -rahimahullah- dalam Al-Ifshoh (II/453 ) menukil kesepakatan ulama akan

halalnya jenis ini kecuali yang mengandung mudharat.

2. Binatang (hewani), yang terdiri dari binatang darat dan binatang air.

Binatang darat ada dua macam;

1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar manusia dan diberi makan oleh

manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi, kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).

2. Liar , yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari manusia dan tidak diberi makan oleh

manusia, baik dia buas maupun tidak. Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan

sejenisnya.

Hukum binatang darat dengan kedua bentuknya adalah halal kecuali yang diharamkan

oleh syari’at. (Manhajus Salikin hal. 52)

Binatang air juga terbagi menjadi 2:

1. Binatang yang hidup di air yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya

adalah ikan dan yang sejenisnya.

2. Binatang yang hidup di dua alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini

dalam Tafsir Al-Qurthubi VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31- 32)

Hukum binatang air bentuk yang pertama, -menurut pendapat yang paling kuat- adalah

halal untuk dikonsumsi secara mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-

Syafi’iyah , mereka berdalilkan dengan keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya

adalah firman Allah :

َّﻞِﺣُﺃ ْﻢُﻜَﻟ ُﺪْﻴَﺻ ِﺮْﺤَﺒْﻟﺍ ُﻪُﻣﺎَﻌَﻃَﻭ

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai

makanan yang lezat bagimu” (QS. Al-Ma` idah: 96)

Dan sabda Rasulullah :

َﻮُﻫ ُﺭﻮُﻬَّﻄﻟﺍ ُﻩُﺅﺎَﻣ ُّﻞِﺤْﻟﺍ ُﻪُﺘَﺘْﻴَﻣ

“Dia (laut) adalah pensuci airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-

Tirmidzi I/100 no.69, An-Nasa` i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan

dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Adapun bentuk yang kedua dari binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam,

maka pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syafi’ iyah yang menyatakan

bahwa seluruh binatang yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang

sudah jadi bangkai- seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok

karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33) .

KRITERIA MAKANAN ATAU BINATANG YANG DIHARAMKAN DALAM ISLAM

Di dalam syari’at Islam, makanan atau binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua

jenis:

Pertama: Haram Lidzatihi (makanan yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum

asal dari makanan itu sendiri memang sudah haram.

Berdasarkan firman Allah  di dalam Al Qur’an dan sabda Nabi  di dalam hadits-hadits

beliau, maka dapat diketahui beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia

karena memang dzat makanan itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan rasul-Nya, di

antaranya ialah:

1. Darah

Darah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara

langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor,

menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah

membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun

darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari. Hal ini

berdasarkan firman Allah :

ْﻞُﻗ ﺎَﻟ ُﺪِﺟَﺃ ﻲِﻓ ﺎَﻣ َﻲِﺣﻭُﺃ َّﻲَﻟِﺇ ﺎًﻣَّﺮَﺤُﻣ ٍﻢِﻋﺎَﻃ ﻰَﻠَﻋ ْﻥَﺃ ﺎَّﻟِﺇ ُﻪُﻤَﻌْﻄَﻳ ًﺔَﺘْﻴَﻣ َﻥﻮُﻜَﻳ ْﻭَﺃ ﺎًﻣَﺩ ﺎًﺣﻮُﻔْﺴَﻣ ْﻭَﺃ َﻢْﺤَﻟ

ٍﺮﻳِﺰْﻨِﺧ ُﻪَّﻧِﺈَﻓ ٌﺲْﺟِﺭ ﺎًﻘْﺴِﻓ ْﻭَﺃ َّﻞِﻫُﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻴَﻐِﻟ ِﻪِﺑ

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu

yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu

bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu

kotor- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’ am: 145)

2. Daging Babi

Para ulama telah sepakat, daging babi haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman

Allah :

ﺎَﻤَّﻧِﺇ َﻡَّﺮَﺣ َﺔَﺘْﻴَﻤْﻟﺍ ُﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ َﻡَّﺪﻟﺍَﻭ ِﺮﻳِﺰْﻨِﺨْﻟﺍ َﻢْﺤَﻟَﻭ ﺎَﻣَﻭ َّﻞِﻫُﺃ ِﻪِﺑ ِﺮْﻴَﻐِﻟ ﻪَّﻠﻟﺍ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan

binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)

Dan juga firman-Nya:

ْﺖَﻣِّﺮُﺣ ُﺔَﺘْﻴَﻤْﻟﺍ ُﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ُﻡَّﺪﻟﺍَﻭ ِﺮﻳِﺰْﻨِﺨْﻟﺍ ُﻢْﺤَﻟَﻭ ﺎَﻣَﻭ َّﻞِﻫُﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻴَﻐِﻟ ِﻪِﺑ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah…”. (QS. Al-Ma` idah: 3)

Demikian pula lemak babi yang dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal

dengan istilah shortening, serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya

dijadikan bahan campuran makanan (food additive).

Seluruh makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi

dalam bentuk apapun, haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath ’imah, karya Ath-Thuraiqi,

hal: 307-314 ).

3. Khamar (minuman keras)

Allah  berfirman:

َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎَﻬُّﻳَﺃﺎَﻳ ﺎَﻤَّﻧِﺇ ﺍﻮُﻨَﻣﺍَﺀ ُﺮْﻤَﺨْﻟﺍ ُﺏﺎَﺼْﻧَﺄْﻟﺍَﻭ ُﺮِﺴْﻴَﻤْﻟﺍَﻭ ٌﺲْﺟِﺭ ُﻡﺎَﻟْﺯَﺄْﻟﺍَﻭ ِﻞَﻤَﻋ ْﻦِﻣ ِﻥﺎَﻄْﻴَّﺸﻟﺍ ُﻩﻮُﺒِﻨَﺘْﺟﺎَﻓ ْﻢُﻜَّﻠَﻌَﻟ

َﻥﻮُﺤِﻠْﻔُﺗ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban

untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk

perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat

keberuntungan.” (QS. Al-Ma` idah: 90)

Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar  secara marfu’:

ٍﺮِﻜْﺴُﻣ ُّﻞُﻛ ٌﻡﺍَﺮَﺣ، ُّﻞُﻛَﻭ ٍﺮْﻤَﺧ ٌﻡﺍَﺮَﺣ

“Semua yang memabukkan adalah haram, dan semua khamar adalah haram”. (HR.

Muslim III/1587 no.2003)

Dan dapat dianalogikan dengannya semua makanan dan minuman yang bisa

menyebabkan hilangnya akal (mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan

macamnya.

4. Semua Binatang Buas Yang Bertaring, Yang Dengan Taringnya Ia Memangsa

Dan Menyerang Mangsanya

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah , Rasulullah  bersabda:

ُّﻞُﻛ ﻱِﺫ ٍﺏﺎَﻧ ِﻉﺎَﺒِّﺴﻟﺍ َﻦِﻣ ُﻪُﻠْﻛَﺄَﻓ ٌﻡﺍَﺮَﺣ

“Semua binatang buas yang bertaring, maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR.

Muslim III/1534 no.1933) .

Juga apa yang diriwayatkan oleh Abu Tsa’labah Al-Khusyani , ia berkata:

َّﻥَﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻝﻮُﺳَﺭ – ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ – ﻰَﻬَﻧ ﻯِﺫ ِّﻞُﻛ ِﻞْﻛَﺃ ْﻦَﻋ ٍﺏﺎَﻧ َﻦِﻣ ِﻉﺎَﺒِّﺴﻟﺍ

“Rasulullah  melarang memakan semua binatang buas yang mempunyai taring.” (HR.

Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).

Yang dimaksudkan di sini adalah semua binatang buas yang bertaring dan menggunakan

taringnya untuk menghadapi dan memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat

I’ lamul Muwaqqi’in, karya Ibnul Qayyim II/117 ).

5. Semua Jenis Burung Yang Bercakar, Yang Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram

Atau Menyerang Mangsanya.

Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:

ﻰَﻬَﻧ ُﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ - ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ - ﻯِﺫ ِّﻞُﻛ ْﻦَﻋ ٍﺏﺎَﻧ َﻦِﻣ ِﻉﺎَﺒِّﺴﻟﺍ ﻯِﺫ ِّﻞُﻛ ْﻦَﻋَﻭ َﻦِﻣ ٍﺐَﻠْﺨِﻣ ِﺮْﻴَّﻄﻟﺍ

“Rasulullah  melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring dan semua

burung yang mempunyai cakar.” (HR.Muslim III/1534 no.1934)

Yang dimaksud burung yang memiliki cakar di atas adalah yang buas, seperti burung

Elang dan Rajawali. Sehingga tidak termasuk sebangsa ayam, burung merpati dan

sejenisnya. Abu Musa Al-Asy’ ari  berkata:

ُﺖْﻳَﺃَﺭ َّﻰِﺒَّﻨﻟﺍ – ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ – ُﻞُﻛْﺄَﻳ ﺎًﺟﺎَﺟَﺩ

“Saya melihat Rasulullah  memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100 no.5198)

6. Semua Binatang Yang Diperintahkan Untuk Dibunuh

Di antara binatang-binatang yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana

hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha , bahwa Nabi  bersabda:

ٌﺲْﻤَﺧ َﻦْﻠَﺘْﻘُﻳ ُﻖِﺳﺍَﻮَﻓ ِﻡَﺮَﺤْﻟﺍ ﻲِﻓ ُﺓَﺭْﺄَﻔْﻟﺍ ﺎَّﻳَﺪُﺤْﻟﺍَﻭ ُﺏَﺮْﻘَﻌْﻟﺍَﻭ ُﺏﺍَﺮُﻐْﻟﺍَﻭ ُﺐْﻠَﻜْﻟﺍَﻭ ُﺭﻮُﻘَﻌْﻟﺍ

“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik di tanah haram (Mekkah dan Madinah,

pent) atau di luarnya: tikus, kalajengking, burung buas, gagak, dan anjing

hitam.” (HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim II/856 no.1198)

Demikian pula cecak, termasuk binatang yang diperintahkan untuk dibunuh,

sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash , dia berkata:

َّﻥَﺃ َّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ َﺮَﻣَﺃ ِﻞْﺘَﻘِﺑ ُﻩﺎَّﻤَﺳَﻭ ِﻍَﺯَﻮْﻟﺍ ﺎًﻘِﺴْﻳَﻮُﻓ

“Bahwa Nabi  memerintahkan untuk membunuh cecak, dan beliau menamakannya

Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR. Muslim IV/1758 no.2238)

Pada riwayat lain Nabi  bersabda:

َﻞَﺘَﻗ ْﻦَﻣ ﺎًﻏَﺯَﻭ ﻲِﻓ ِﻝَّﻭَﺃ ُﻪَﻟ ْﺖَﺒِﺘُﻛ ٍﺔَﺑْﺮَﺿ ُﺔَﺋﺎِﻣ ٍﺔَﻨَﺴَﺣ ﻲِﻓَﻭ َﻥﻭُﺩ ِﺔَﻴِﻧﺎَّﺜﻟﺍ َﻚِﻟَﺫ ﻲِﻓَﻭ َﻥﻭُﺩ ِﺔَﺜِﻟﺎَّﺜﻟﺍ َﻚِﻟَﺫ

“Barangsiapa membunuh cecak dengan sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan,

barangsiapa yang membunuhnya pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari

itu, dan pada pukulan yang ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758

no.2240)

Di dalam hadits-hadits yang telah lalu, Nabi  memerintahkan agar membunuh binatang

-binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk memakannya. Sebab,

jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi mubadzir (sia-sia) kalau

sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan hal-hal yang

mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat 26-27.

7. Semua Binatang Yang Dilarang Untuk Dibunuh.

Di antara binatang yang dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam

hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

َّﻥِﺇ َّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ﻰَﻬَﻧ ِﻞْﺘَﻗ ْﻦَﻋ ٍﻊَﺑْﺭَﺃ َﻦِﻣ ُﺔَﻠْﻤَّﻨﻟﺍ ِّﺏﺍَﻭَّﺪﻟﺍ ُﺪُﻫْﺪُﻬْﻟﺍَﻭ ُﺔَﻠْﺤَّﻨﻟﺍَﻭ ُﺩَﺮُّﺼﻟﺍَﻭ

“Sesungguhnya Nabi  melarang membunuh empat jenis binatang, yaitu: semut, lebah,

burung hud-hud dan burung shurad (sejenis burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789

no.5267. Dan Syaikh Al-Albani men-shahih -kannya).

Menurut pendapat sebagian ulama, kodok juga termasuk binatang yang tidak boleh

dibunuh. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Utsman , ia berkata:

ﺎًﺒﻴِﺒَﻃ َّﻥَﺃ َﻝَﺄَﺳ َّﻰِﺒَّﻨﻟﺍ -ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ - ْﻦَﻋ ٍﻉَﺪْﻔِﺿ ﻰِﻓ ﺎَﻬُﻠَﻌْﺠَﻳ ٍﺀﺍَﻭَﺩ ُﻩﺎَﻬَﻨَﻓ ُّﻰِﺒَّﻨﻟﺍ - ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ

ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ- ْﻦَﻋ ﺎَﻬِﻠْﺘَﻗ

“Bahwa ada seorang thabib (dokter) bertanya kepada Rasulullah  tentang kodok yang

dia racik sebagai obat, maka Nabi  melarangnya untuk membunuhnya.” (HR.Abu Daud

II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani men-Shahih -kannya).

Di dalam hadits tersebut, Nabi  melarang membunuh binatang-binatang itu, berarti

dilarang pula memakannya. Sebab, jika binatang itu termasuk yang boleh dimakan,

bagaimana cara memakannya kalau dilarang membunuhnya?

8. Keledai jinak (bukan yang liar)

Ini merupakan pendapat Empat Imam madzhab selain Imam Malik dalam sebagian

riwayat darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik , ia berkata: Bahwa ada

seorang pesuruh Rasulullah  yang berseru:

َّﻥِﺇ ﻪﻟﻮﺳﺭﻭ ﻪﻠﻟﺍ ِﻡْﻮُﺤُﻟ ْﻦَﻋ ْﻢُﻛﺎَﻴَﻬْﻨَﻳ ِ ِﺔَّﻴِﻠْﻫَﺄْﻟﺍ ِﺮُﻤُﺤْﻟﺍ , ﺎَﻬَّﻧِﺈَﻓ ٌﺲْﺟِﺭ

“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging

keledai yang jinak, karena dia adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim

III/1540 no.1940)

Adapun keledai liar, maka halal dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir , ia berkata:

ٍﺮَﺒْﻴَﺧ َﻦَﻣَﺯ ﺎَﻨْﻠَﻛَﺃ َﻞْﻴَﺨْﻟَﺍ َﺮُﻤُﺣَﻭ ِﺶْﺣَﻮْﻟﺍ ، ﺎَﻧﺎَﻬَﻧَﻭ ﻲﺒﻨﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ِﻦَﻋ ﻢﻠﺳﻭ ِﺭﺎَﻤِﺤْﻟﺍ ْﻲِﻠْﻫَﺄْﻟﺍ

“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda dan keledai liar, dan Nabi  melarang kami

dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad III/322

no.14490 )

Inilah pendapat yang paling kuat, sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan,

“Tidak ada perselisihan di kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat

Al-Mughni beserta Asy-Syarhul Kabir IX/65).

9. Binatang Yang Lahir Dari Perkawinan Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang

Salah Satunya Halal Dan Yang Lainnya Haram.

Hal ini karena menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama

daripada menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan

hasil peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.

Jabir bin Abdullah  berkata:

َﻡَّﺮَﺣ ﻪﻠﻟﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ – ٍٍﺮَﺒْﻴَﺧ َﻡْﻮَﻳ ﻲِﻨْﻌَﻳ – َﻡْﻮُﺤُﻟ ِﺔَّﻴِﺴْﻧِﺈْﻟﺍ ِﺮُﻤُﺤْﻟﺍ، َﻡْﻮُﺤُﻟَﻭ ِﻝﺎَﻐِﺒْﻟﺍ

“Rasulullah  mengharamkan -yakni pada saat perang Khaibar- daging keledai jinak dan

daging bighal.” (HR. Ahmad III/323 no.14503 , dan At-Tirmidzi IV/73 no.1478)

Dan keharaman ini berlaku untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang

halal dimakan dengan hewan yang haram dimakan.

10. Anjing

Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia termasuk binatang buas

yang bertaring. Di samping itu Nabi  telah mengharamkan harga jual-beli anjing dan

menganggapnya sebagai sesuatu yang buruk, sebagaimana diriwayatkan dari Abu

Mas’ud Al-Anshari , ia berkata:

َﻝﻮُﺳَﺭ َّﻥَﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ -ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ - ِﻦَﻤَﺛ ْﻦَﻋ ﻰَﻬَﻧ ِﺮْﻬَﻣَﻭ ِﺐْﻠَﻜْﻟﺍ ِﻥﺍَﻮْﻠُﺣَﻭ ِّﻰِﻐَﺒْﻟﺍ ِﻦِﻫﺎَﻜْﻟﺍ

“Bahwa Rasulullah  melarang dari harga (jual-beli ) anjing, upah pelacuran dan hasil

praktek perdukunan.” (HR. Bukhari II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)

Dan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij , bahwa Rasulullah  bersabda:

ِﺐْﻠَﻜْﻟﺍ ُﻦَﻤَﺛ ُﺮْﻬَﻣَﻭ ٌﺚﻴِﺒَﺧ ٌﺚﻴِﺒَﺧ ِّﻰِﻐَﺒْﻟﺍ ُﺐْﺴَﻛَﻭ ِﻡﺎَّﺠَﺤْﻟﺍ ٌﺚﻴِﺒَﺧ

“Harga (jual-beli ) anjing adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan

tunkang bekam adalah buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141

no.17309 )

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah  bersabda:

َّﻥِﺇ َّﺰَﻋ َﻪَّﻠﻟﺍ َّﻞَﺟَﻭ ﺍَﺫِﺇ َﻞْﻛَﺃ َﻡَّﺮَﺣ ٍﺀْﻰَﺷ َﻡَّﺮَﺣ ُﻪَﻨَﻤَﺛ

“Sesungguhnya jika Allah  mengharamkan memakan sesuatu, maka Dia akan

mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)

Diriwayatkan dari Ibnu Umar , ia berkata: “Kami diperintahkan untuk membunuh

anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR. Muslim

III/1200 no.1571)

11. Binatang Yang Buruk Atau Menjijikkan.

Semua yang menjijikkan –baik hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah.

Sebagaimana firmanNya:

ُﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻡِّﺮَﺤُﻳَﻭ َﺚِﺋﺂَﺒَﺨْﻟﺍ

“Dan dia (Muhammad ) mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS. Al-A’ raf:

157)

Namun kriteria binatang yang buruk dan menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti

berbeda. Ada yang menjijikkan bagi seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi

yang lainnya. Maka yang dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan

orang yang normal dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya

memakan apa saja. Karena kepada merekalah Al-Qur’ an diturunkan pertama kali dan

dengan bahasa merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling

mengetahui mana binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).

Kalau binatang itu tidak diketahui oleh orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis

yang hidup di sana, maka dikiyaskan (dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat

kemiripannya dengan binatang yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang

haram maka diharamkan, dan sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan

binatang tersebut maka dikembalikan kepada urf (tradisi/ penilaian) masyarakat

setempat. Kalau mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-

Thabari membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh

dimakan, kecuali kalau itu mengandung mudharat.

12. Semua makanan yang bermudharat terhadap kesehatan manusia -apalagi

kalau sampai membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan.

Misalnya: racun, narkoba dengan semua jenis dan macamnya, rokok, dan yang

sejenisnya.

Allah  berfirman:

َﻻَﻭ ﺍﻮُﻘْﻠُﺗ ْﻢُﻜﻳِﺪْﻳَﺄِﺑ ﻰَﻟِﺇ ِﺔَﻜُﻠْﻬَّﺘﻟﺍ

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-

Baqarah: 195)

Juga Nabi  bersabda:

َﻻ َﺭَﺮَﺿ َﻻَﻭ َﺭﺍَﺮِﺿ

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”.

(HR. Ahmad I/313 no.2867, dan Ibnu Majah no.2431)

Kedua: Haram Lighairihi (makanan yang haram karena faktor eksternal). Maksudnya

hukum asal makanan itu sendiri adalah halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram

karena adanya sebab yang tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya:

makanan dari hasil mencuri atau dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah

pelacuran, sesajen perdukunan, dan lain sebagainya.

1. Binatang Disembelih Untuk Sesaji

Hewan ternak yang disembelih untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus,

misalnya kerbau, yang disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa

tanah agar melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang

disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram dimakan

dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan keislaman,

sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana firman Allah :

ْﺖَﻣِّﺮُﺣ ُﺔَﺘْﻴَﻤْﻟﺍ ُﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ُﻡَّﺪﻟﺍَﻭ ِﺮﻳﺰﻨِﺨْﻟﺍ ُﻢْﺤَﻟَﻭ ﺎَﻣَﻭ َّﻞِﻫُﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻴَﻐِﻟ ُﺔَﻘِﻨَﺨْﻨُﻤْﻟﺍَﻭ ِﻪِﺑ ُﺓَﺫﻮُﻗْﻮَﻤْﻟﺍَﻭ ُﺔَﻳِّﺩَﺮَﺘُﻤْﻟﺍَﻭ

ُﺔَﺤﻴِﻄَّﻨﻟﺍَﻭ َﻞَﻛَﺃ ﺎَﻣَﻭ ُﻊُﺒَّﺴﻟﺍ ﻻِﺇ ﺎَﻣ ْﻢُﺘْﻴَّﻛَﺫ ﺎَﻣَﻭ َﺢِﺑُﺫ ﻰَﻠَﻋ ِﺐُﺼُّﻨﻟﺍ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang

ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan

(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala….” . (QS. Al-Ma’ idah: 3)

2. Binatang Yang Disembelih Tanpa Membaca Basmalah

Hewan ternak yang disembelih tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan

dagingnya kecuali jika lupa. Allah  berfirman: Al An’am , 6:121 .

ﺎَﻟَﻭ ﺍﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ ﺎَّﻤِﻣ ْﻢَﻟ ِﺮَﻛْﺬُﻳ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻢْﺳﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻧِﺇَﻭ ٌﻖْﺴِﻔَﻟ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika

menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu

kefasikan.” (QS. Al-An’ am: 121)

3. Bangkai

Yaitu semua binatang yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil

perburuan. Allah  berfirman:

ْﺖَﻣِّﺮُﺣ ُﺔَﺘْﻴَﻤْﻟﺍ ُﻢُﻜْﻴَﻠَﻋ ُﻡَّﺪﻟﺍَﻭ ِﺮﻳِﺰْﻨِﺨْﻟﺍ ُﻢْﺤَﻟَﻭ ﺎَﻣَﻭ َّﻞِﻫُﺃ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺮْﻴَﻐِﻟ ُﺔَﻘِﻨَﺨْﻨُﻤْﻟﺍَﻭ ِﻪِﺑ ُﺓَﺫﻮُﻗْﻮَﻤْﻟﺍَﻭ ُﺔَﻳِّﺩَﺮَﺘُﻤْﻟﺍَﻭ

ُﺔَﺤﻴِﻄَّﻨﻟﺍَﻭ َﻞَﻛَﺃ ﺎَﻣَﻭ ﺎَﻣ ﺎَّﻟِﺇ ُﻊُﺒَّﺴﻟﺍ ْﻢُﺘْﻴَّﻛَﺫ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,

dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-

Ma` idah: 3)

Jenis-jenis bangkai berdasarkan ayat di atas:

1. Al-Munhaniqoh, yaitu binatang yang mati karena tercekik.

2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang yang mati karena terkena pukulan keras.

3. Al-Mutaroddiyah, yaitu binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.

4. An-Nathihah, yaitu binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.

5. Binatang yang mati karena dimangsa oleh binatang buas.

6. Semua binatang yang mati tanpa penyembelihan, seperti disetrum.

7. Semua binatang yang disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.

8. Semua hewan yang disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca

basmalah.

9. Semua bagian tubuh hewan yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal ini

berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi  secara marfu’:

ﺎَﻣ َﻦِﻣ َﻊِﻄُﻗ َﻲِﻫَﻭ ِﺔَﻤْﻴِﻬَﺒْﻟﺍ ٌﺔَّﻴَﺣ، َﻮُﻬَﻓ ٌﺔَﺘْﻴَﻣ

“Apa saja yang terpotong dari binatang dalam keadaan binatang itu masih hidup, maka

potongan itu adalah bangkai”. (HR. Ahmad V/218 no.21953 , Abu Daud II/123 no.2858,

At-Tirmidzi IV/74 no.1480, dan ia men-shahih- kannya).

Diperkecualikan darinya 3 bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:

1. Ikan, karena dia termasuk hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua

hewan air adalah halal bangkainya kecuali kodok.

2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar , bahwa Rasulullah  bersabda:

ْﺖَّﻠِﺣُﺃ ﺎَﻨَﻟ ِﻥﺎَﻣَﺩَﻭ ِﻥﺎَﺘَﺘْﻴَﻣ ﺎَّﻣَﺄَﻓ ِﻥﺎَﺘَﺘْﻴَﻤْﻟﺍ ﺎَّﻣَﺃَﻭ ُﺩﺍَﺮَﺠْﻟﺍَﻭ ُﺕﻮُﺤْﻟﺎَﻓ ِﻥﺎَﻣَّﺪﻟﺍ ُﺪِﺒَﻜْﻟﺎَﻓ ُﻝﺎَﺤِّﻄﻟﺍَﻭ

“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah

ikan dan belalang. Dan adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad

II/97 no.5723, dan Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)

3. Janin yang berada dalam perut hewan yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits

Abu Sa’id Al-Khudri , bahwa Nabi  bersabda:

ُﺓﺎَﻛَﺫ ُﺓﺎَﻛَﺫ ِﻦْﻴِﻨَﺠْﻟﺍ ِﻪِّﻣُﺃ

“Penyembelihan untuk janin adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39

no.11361 , Abu Daud II/114 no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066

no.3199)

Maksudnya jika hewan yang disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam

perutnya halal untuk dimakan tanpa harus disembelih ulang.

4. Makanan Halal Yang Diperoleh Dengan Cara Haram

Pada dasarnya semua makanan (nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal

dikonsumsi sepanjang tidak berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan

dapat berubah menjadi haram, jika diperoleh dengan cara yang diharamkan Allah .

Misalnya, makanan hasil curian, atau dibeli dari uang hasil korupsi, manipulasi, riba

(rentenir) , perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana firman Allah :

ﺎَﻟَﻭ ﺍﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ ْﻢُﻜَﻨْﻴَﺑ ْﻢُﻜَﻟﺍَﻮْﻣَﺃ ِﻞِﻃﺎَﺒْﻟﺎِﺑ ﺍﻮُﻟْﺪُﺗَﻭ ﺎَﻬِﺑ ﻰَﻟِﺇ ِﻡﺎَّﻜُﺤْﻟﺍ ﺎًﻘﻳِﺮَﻓ ﺍﻮُﻠُﻛْﺄَﺘِﻟ ْﻦِﻣ ِﻝﺍَﻮْﻣَﺃ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ ِﻢْﺛِﺈْﻟﺎِﺑ ْﻢُﺘْﻧَﺃَﻭ

َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﺗ 188) )

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu

dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada

hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu

dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)

5. Jallalah

Yaitu binatang yang sebagian besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau

hewan lain atau najis), baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa

burung, seperti: garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan

selainnya.

Hukumnya adalah haram, walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal

dimakan, tetapi menjadi tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau

makan atau lebih banyak memakan sesuatu yang kotor. Hal ini berdasarkan hadits

Abdullah bin umar , ia berkata:

ﻰَﻬَﻧ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻝﻮُﺳَﺭ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ْﻦَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻞْﻛَﺃ ِﺔَﻟﺎَّﻠَﺠْﻟﺍ ﺎَﻬِﻧﺎَﺒْﻟَﺃَﻭ

“Rasulullah  melarang memakan Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379

No. 3785, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Umar  berkata:

ﻰَﻬَﻧ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻝﻮُﺳَﺭ - ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ - ﻰِﻓ ِﺔَﻟَّﻼَﺠْﻟﺍ ِﻦَﻋ ْﻥَﺃ ِﻞِﺑِﻹﺍ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ َﺐَﻛْﺮُﻳ ْﻭَﺃ َﺏَﺮْﺸُﻳ ْﻦِﻣ ﺎَﻬِﻧﺎَﺒْﻟَﺃ

“Rasulullah  melarang memakan Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum

susunya.” (HR.Abu Daud II/379 no.3787).

Agar Jallalah tersebut menjadi halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan

diberi makanan yang bersih atau suci, sebagaimana yang dicontohkan oleh Abdullah bin

Umar , bahwa ia pernah mengurung ayam yang suka makan feses (kotoran atau najis)

selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Abi Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya

Syaikh Al-Albani No.2504).

Hanya saja para ulama berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu

dibiarkan atau dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan

makanan bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah

dikembalikan kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-

Majmu’, karya An-Nawawi IX/28) .

6. Semua Makanan Halal Yang Tercampur Najis

Contohnya seperti mentega, madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan

tikus atau cecak. Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Maimunah -

radhiallahu ‘anha - bahwa Nabi  ditanya tentang minyak samin (lemak) yang kejatuhan

tikus, maka beliau bersabda:

ﺎَﻫﻮُﻘْﻟَﺃ ُﻩﻮُﺣَﺮْﻃﺎَﻓ ﺎَﻬَﻟْﻮَﺣ ﺎَﻣَﻭ . ﺍﻮُﻠُﻛَﻭ ْﻢُﻜَﻨْﻤَﺳ

“Buanglah tikusnya dan buang juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa)

lemak kalian”. (HR. Bukhari I/93 no.233 , 234)

Jadi jika yang kejatuhan najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya

adalah dengan membuang najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya

boleh untuk dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa

cairan, maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga sifatnya (bau,

rasa, dan warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak boleh dikonsumsi,

demikian pula sebaliknya.

Demikian pembahasan tentang kaidah dan kriteria makanan dan binatang yang

diharamkan dalam agama Islam yang dapat kami sebutkan. Semoga apa yang kami tulis

menjadi amal shalih dan ilmu yang bermanfaat bagi penulisnya maupun pembaca

semuanya.

[ SUMBER: MAJALAH PENGUSAHA MUSLIM EDISI 15 VOLUME 2 / 15 MARET 2011 DAN

EDISI 16 VOLUME 2 / 15 APRIL 2011 ].

abufawaz.wordpress.com/2011/06/19/ضوابط-الأطعمة-المحرمة-في-الشريعة-الإس/




Published with Blogger-droid v2.0.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar