Selasa, Januari 10, 2012

Inilah Alasan Kenapa Orang Islam Haram Merayakan Tahun Baru Masehi

Al-Hamdulillah , segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah
kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para
sahabatnya.
Tahun baru masehi pada zaman kita ini dirayakan dengan besar-besaran. Suara
terompet dan tontonan kembang api hampir menghiasi seluruh penjuru dunia di
barat dan di timurnya. Tidak berbeda negara yang mayoritas penduduknya kafir
ataupun muslim. Padahal, perayaan tersebut identik dengan hari besar orang
Nasrani.
Banyak keyakinan batil yang ada pada malam tahun baru. Di antaranya, siapa yang
meneguk segelas anggur terakhir dari botol setelah tengah malam akan
mendapatkan keberuntungan. Jika dia seorang bujangan, maka dia akan menjadi
orang pertama menemukan jodoh dari antara rekan- rekannya yang ada di malam
itu. Keyakinan lainnya, di antara bentuk kemalangan adalah masuk rumah pada
malam tahun tanpa membawa hadiah, mencuci baju dan peralatan makan pada
hari itu adalah tanda kesialan, membiarkan api menyala sepanjang malam tahun
baru akan mendatangkan banyak keberuntungan, dan bentuk-bentuk khurafat
lainnya.
Sesungguhnya keyakinan- keyakinan batil tersebut diadopsi dari keyakinan batil
Nasrani. Yang hakikatnya, mengadopsi dan meniru budaya batil ini adalah sebuah
keharaman. Karena siapa yang bertasyabbuh (menyerupai) kepada satu kaum,
maka dia bagian dari mereka.
Haramnya Bertasyabuh Kepada Orang Kafir
Secara ringkas, bertasyabbuh di sini maknanya adalah usaha seseorang untuk
menyerupai orang lain yang ingin dia sama dengannya, baik dalam penampilan,
karakteristik dan atribut.
Di antara perkara fundamental dari agama kita adalah memberikan kecintaan
kepada Islam dan pemeluknya, berbara’ (membenci dan berlepas diri) dari
kekufuran dan para ahlinya. Dan tanda bara’ yang paling nampak dengan
berbedanya seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya dan
merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat kekuatan orang kafir dan
kemajuan peradaban mereka.
. . . tanda bara’ yang paling nampak dengan berbedanya
seorang muslim dari orang kafir, bangga dengan agamanya
dan merasa terhormat dengan Islamnya, seberapapun hebat
kekuatan orang kafir dan kemajuan peradaban mereka.
Walaupun kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-pecah ,
sedangkan kekuatan kafir sangat hebat, tetap kaum muslimin tidak boleh
menjadikannya sebagai dalih untuk membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi
untuk menyerupai mereka sebagaimana yang diserukan kaum munafikin dan para
penjajah. Semua itu dikarenakan teks-teks syar’i yang mengharamkan tasyabbuh
(menyerupai) dengan orang kafir dan larangan membebek kepada mereka tidak
membedakan antara kondisi lemah dan kuat. Dan juga karena seorang muslim -
dengan segenap kemampuannya- harus merasa mulia dengan agamanya dan
terhormat dengan ke- Islamnya, sehingga pun saat mereka lemah dan
terbelakang.
. . . kondisi orang muslim lemah, terbelakang, dan terpecah-
pecah, tetap tidak boleh dijadikan sebagai dalih untuk
membebek kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk
menyerupai mereka
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru agar seorang muslim bangga dan terhormat
dengan agamanya. Dia menggolongkannya sebagai perkataan terbaik dan
kehormatan yang termulia dalam firmannya,
ْﻦَﻣَﻭ ُﻦَﺴْﺣَﺃ ًﻻْﻮَﻗ ﻦَّﻤِّﻣ ﺎَﻋَﺩ ﻰَﻟِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻞِﻤَﻋَﻭ ًﺎﺤِﻟﺎَﺻ َﻝﺎَﻗَﻭ ﻲِﻨَّﻧِﺇ َﻦِﻣ
َﻦﻴِﻤِﻠْﺴُﻤْﻟﺍ
“ Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?" .” (QS. Fushilat: 33)
Karena sangat urgennya masalah ini, yaitu agar seorang muslim berbeda dengan
orang kafir, Allah memerintahkan kaum muslimin agar berdoa kepada-Nya
minimal 17 kali dalam sehari semalam agar menjauhkan dari jalan hidup orang
kafir dan menunjukinya kepada jalan lurus.
ﺎَﻧِﺪْﻫِﺍ َﻁﺍَﺮِّﺼﻟﺍ َﻢﻴِﻘَﺘْﺴُﻤْﻟﺍ َﻁﺍَﺮِﺻ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﺖْﻤَﻌْﻧَﺃ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ِﺮْﻴَﻏ ِﺏﻮُﻀْﻐَﻤْﻟﺍ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ
ﺎَﻟَﻭ َﻦﻴِّﻟﺎَّﻀﻟﺍ
“ Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau
anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat. ” (QS. Al-Fatihah: 6- 7)
Banyak sekali nash Al-Qur ’an dan Sunnah yang melarang bertasyabbuh dengan
mereka dan menjelaskan bahwa mereka dalam kesesatan, maka siapa yang
mengikuti mereka berarti mengikuti mereka dalam kesesatan.
َّﻢُﺛ َﻙﺎَﻨْﻠَﻌَﺟ ﻰَﻠَﻋ ٍﺔَﻌﻳِﺮَﺷ َﻦِّﻣ ِﺮْﻣَﺄْﻟﺍ ﺎَﻬْﻌِﺒَّﺗﺎَﻓ ﺎَﻟَﻭ ْﻊِﺒَّﺘَﺗ ﺀﺍَﻮْﻫَﺃ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ﺎَﻟ َﻥﻮُﻤَﻠْﻌَﻳ
“ Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan ) dari
urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak mengetahui. ” (QS. Al- Jatsiyah: 18)
ِﻦِﺌَﻟَﻭ َﺖْﻌَﺒَّﺗﺍ ﻢُﻫﺀﺍَﻮْﻫَﺃ َﺪْﻌَﺑ ﺎَﻣ َﻙﺀﺎَﺟ َﻦِﻣ ِﻢْﻠِﻌْﻟﺍ ﺎَﻣ َﻚَﻟ َﻦِﻣ ِﻪّﻠﻟﺍ ﻦِﻣ ٍّﻲِﻟَﻭ َﻻَﻭ
ٍﻕﺍَﻭ
“ Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan
kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap
(siksa) Allah. ” (QS. Al-Ra ’du : 37)
َﻻَﻭ ْﺍﻮُﻧﻮُﻜَﺗ َﻦﻳِﺬَّﻟﺎَﻛ ْﺍﻮُﻗَّﺮَﻔَﺗ ْﺍﻮُﻔَﻠَﺘْﺧﺍَﻭ ﻦِﻣ ِﺪْﻌَﺑ ﺎَﻣ ُﻢُﻫﺀﺎَﺟ ُﺕﺎَﻨِّﻴَﺒْﻟﺍ
“ Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. ” (QS. Ali Imran: 105)
Allah Ta’ala menyeru kaum mukminin agar khusyu’ ketika berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan membaca ayat-ayat- Nya, lalu Dia berfirman,
ﺎَﻟَﻭ ﺍﻮُﻧﻮُﻜَﻳ َﻦﻳِﺬَّﻟﺎَﻛ ﺍﻮُﺗﻭُﺃ َﺏﺎَﺘِﻜْﻟﺍ ﻦِﻣ ُﻞْﺒَﻗ َﻝﺎَﻄَﻓ ُﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ ُﺪَﻣَﺄْﻟﺍ ْﺖَﺴَﻘَﻓ
ْﻢُﻬُﺑﻮُﻠُﻗ ٌﺮﻴِﺜَﻛَﻭ ْﻢُﻬْﻨِّﻣ َﻥﻮُﻘِﺳﺎَﻓ
“ Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang
yang fasik. ” (QS. al- Hadid: 16)
Tidak diragukan lagi, menyerupai mereka termasuk tanda paling jelas adanya
kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap
bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya. Padahal Allah
telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan mendukung mereka.
Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab menjadi bagian dari
golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
ﺎَﻳ ﺎَﻬُّﻳَﺃ َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ ْﺍﻮُﻨَﻣﺁ َﻻ ْﺍﻭُﺬِﺨَّﺘَﺗ َﺩﻮُﻬَﻴْﻟﺍ ﻯَﺭﺎَﺼَّﻨﻟﺍَﻭ ﺀﺎَﻴِﻟْﻭَﺃ ْﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ ﺀﺎَﻴِﻟْﻭَﺃ ٍﺾْﻌَﺑ
ﻦَﻣَﻭ ﻢُﻬَّﻟَﻮَﺘَﻳ ْﻢُﻜﻨِّﻣ ُﻪَّﻧِﺈَﻓ ْﻢُﻬْﻨِﻣ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. " (QS. Al-Baqarah: 51)
Menyerupai orang kafir termasuk tanda paling jelas
adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka.
Ini bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan
berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya.
“ Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya , sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-
saudara atau pun keluarga mereka. " (QS. Al-Mujadilah : 22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menyerupai (mereka) akan menunbuhkan
kasih sayang, kecintaan, dan pembelaan dalam batin. Sebagaimana kecintaan
dalam batin akan melahirkan musyabahah (ingin menyerupai) secara zahir.” Beliau
berkata lagi dalam menjelaskan ayat di atas, “Maka Dia Subhanahu wa Ta'ala
mengabarkan, tidak akan didapati seorang mukmin mencintai orang kafir. Maka
siapa yang mencintai orang kafir, dia bukan seorang mukmin. Dan penyerupaan
zahir akan menumbuhkan kecintaan, karenanya diharamkan.”
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
ْﻦَﻣ َﻪَّﺒَﺸَﺗ ٍﻡْﻮَﻘِﺑ َﻮُﻬَﻓ ْﻢُﻬْﻨِﻣ
“ Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. ” (HR.
Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah
menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha ’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-
Albani dalam Shahih al- Jami’ no. 2831 dan 6149)
Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman
tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang
menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang
berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah :
51). ” (Al- Iqtidha’: 1/237 )
Imam al- Shan’ ani rahimahullaah berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam
berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah
kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya:
Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan
di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi
peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tesebut).
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir
merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ ar) agama dan syariat
Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan
sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-
Iqtidha’: 1/ 314)
Bentuk Menyerupai Orang Kafir Dalam Hari Besar Mereka
Orang- orang kafir –dengan berbagai macam agama dan sektenya- memiliki hari
raya yang beraneka ragam. Di antanya ada bersifat keagamaan yang menjadi
pondasi agama mereka atau hari raya yang sengaja mereka ciptakan sendiri
sebagai bagian dari agama mereka. Namun kebanyakannya berasal dari tradisi
dan momentum yang sengaja dibuat hari besar untuk memperingatinya. Misalnya
hari besar Nasional dan semisalnya. Lebih jauhnya ada beberapa contohnya
sebagai berikut:
1. Hari untuk beribadah kepada tuhannya, seperti hari raya wafat Jesus
Kristus, paskah, Misa, Natal, Tahun Baru Masehi, dan semisalnya. Seorang
muslim terkategori menyerupai mereka dalam dua kondisi:
Pertama , Ikut serta dalam hari raya tersebut. Walaupun perayaan ini
diselenggarakan kelompok minoritas non- muslim di negeri kaum muslimin, lalu
sebagian kaum muslimin ikut serta di dalamnya sebagaimana yang pernah terjadi
pada masa Ibnu Taimiyah dan Imam Dzahabi. Realitas semacam ini tersebar di
negeri- negeri kaum muslimin. Lebih buruk lagi, ada sebagian kaum muslimin yang
bepergian ke negeri kafir untuk menghadiri perayaan tersebut dan ikut
berpartisipasi di dalamnya, baik karena menuruti hawa nafsunya atau untuk
memenuhi undangan orang kafir sebagaimana yang dialami kaum muslimin yang
hidup di negeri kafir, para pejabat pemerintahan, atau para bisnismen yang
mendapat undangan rekan bisnisnya untuk menandatangi kontrak bisnis. Semua
ini haram hukumnya dan ditakutkan menyebabkan kekufuran berdasarkan hadits,
“ Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan
mereka. ” Pastinya, orang yang melakukan itu sadar bahwa itu merupakan bagian
dari syi’ar agama mereka.
Kedua , Mengadopsi perayaan orang kafir ke negeri kaum muslimin. Orang yang
menghadiri perayaan orang-orang kafir di negara mereka, lalu dengan kajahilan
dan lemahnya iman, ia kagum dengan perayaan tersebut. kemudian dia
membawa perayaan tersebut ke negara-negara muslim sebagaimana perayaan
tahun baru Masehi. Kondisi ini lebih buruk dari yang pertama, karena dia tidak
hanya ikut merayakan syi’ar agama orang kafir di Negara mereka, tapi malah
membawanya ke negara-negara muslim.
. . .perayaan tahun baru Masehi adalah tradisi dan syi’ar
agama orang kafir di Negara mereka, namun telah dibawa
dan dilestarikan di negara-negara muslim...
2. Hari besar yang awanya menjadi syi’ar (simbol) orang-orang kafir, lalu
dengan berjalannya waktu berubah menjadi tradisi dan perayaan global,
seperti olimpiade oleh bangsa Yunani kuno yang saat ini menjadi ajang olah
raga Internasional yang diikuti oleh semua Negara yang tedaftar dalam Komite
Olimpiade Internasional (IOC) . Ikut serta di dalamnya ada dua bentuk:
Pertama , menghadiri upacara pembukaan dan karnavalnya di negeri kafir seperti
yang banyak di lakukan negara-negara muslim yang mengirimkan atlit- atlitnya
untuk mengikuti berbagai ajang olah raga yang diadakan.
Kedua , membawa perayaan ini ke negera-negara muslim, seperti sebagian negeri
muslim meminta menjadi tuan rumah dan penyelenggara Olimpiade ini.
Keduanya tidak boleh diadakan dan diselenggarakanaa di Negara- negara muslim
dengan beberapa alasan:
a. Olimpiade ini pada awalnya merupakan hari besar kaum pagan Yunani kuno
dan merupakan hari paling bersejaran bagi mereka, lalu diwarisi oleh kaum
Romawi dan dilestarikan kaum Nasrani.
b. Ajang tersebut memiliki nama yang maknanya sangat dikenal oleh bangsa
Yunani sebagai hari ritus mereka.
Keberadaannya yang menjadi ajang oleh raga tidak lantas merubah statusnya
sebagai hari raya kaum pagan berdasarkan nama dan asal usulnya. Dasar
haramnya perayaan tersebut adalah hadits Tsabit bin Dhahak radhiyallahu 'anhu ,
ia berkata, “Ada seseorang bernazar di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
untuk menyembelih unta di Bawwanah –yaitu nama suatu tempat-, ia lalu
mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: “Aku bernazar untuk
menyembelih unta di Bawwanah.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: “Apakah di sana ada berhala jahiliyah yang disembah?” Mereka berkata:
“Tidak.” Beliau bertanya lagi: “Apakah di sana dilakukan perayaan hari raya
mereka?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bersabda: “Tunaikanlah nazarmu,
sesungguhnya tidak boleh menunaikan nazar yang berupa maksiat kepada Allah
dan yang tidak mampu dilakukan oleh anak Adam.” (HR. Abu Dawud dan sanadnya
sesuai syarat as-Shahihain )
Ditimbang dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas, bahwa asal dari
olah raga priodik ini ada hari raya orang kafir. Dan ini diharamkan sebagaimana
diharamkannya menyembelih unta untuk Allah di tempat yang dijadikan sebagai
perayaan hari raya orang kafir. Dan perbedaan waktu dan tempat tidak
mempengaruhi dari subtansi alasan diharamkannya penyembelihan tersebut.
Ibnu Taimiyah rahimahullaah menjelaskan, hadits ini mengandung makna bahwa
tempat yang digunakan untuk perayaan hari besar mereka tidak boleh digunakan
untuk menyembelih walaupun itu bentuknya nazar. Sebagaimana tempat tersebut
sebagai tempat menaruh berhala mereka. Bahwa nazar semacam itu
menunjukkan pengagungan kepada tempat tersebut yang diagungkan mereka
untuk merayakan hari besarnya atau sebagai bentuk ikut serta (partisipasi) dalam
perayaan hari besar tersebut. Atau juga untuk menghidupkan syi’ar mereka di
sana. Apabila mengistimewakan satu tempat yang menjadi perayaan agama
mereka saja dilarang, bagaimana dengan perayaan itu sendiri?! (Diringkas dari al-
Iqtidha’: 1/ 344)
Sedangkan olimpiade ini bukan hanya waktu atau tempatnya, tapi hari raya itu
sendiri berdasarkan asal penamaanya dan aktifitas yang ada di dalamnya, seperti
menyalakan lampu olimpiade. Padahal itu sebagai lambang hari besar mereka.
Dan ajang olahraga ini juga dilaksanakan pas waktu perayaan hari besar olimpiade,
yang dilaksanakan empat tahun sekali.
3. Menyerupai Orang Kafir Dalam Merayakan Hari Besar Islam
Bentuk bertasyabbuh dengan orang kafir bisa terjadi juga dalam perayaan hari
raya Islam, Idul Fitri dan Adha. Yaitu merayakan hari raya Islam dengan cara-cara
yang bisa digunakan kaum kuffar dalam merayakan hari besar mereka.
Bahwa sesungguhnya, hari raya kaum muslimin dihiasi dengan syukur kepada
Allah Ta’ala, mengagungkan, memuji dan mentaati-Nya . Bergembira menikmati
karunia nikmat dari Allah Ta’ala tanpa menggunakannya untuk bermaksiat. Ini
berbeda dengan hari raya kaum kuffar, dirayakan untuk mengagungkan syi’ ar batil
dan berhala-berhala mereka yang disembah selain Allah Ta’ala. Dalam
perayaannya, mereka tenggelam dalam syahwat yang haram.
Namun sangat disayangkan banyak kaum muslimin yang di penjuru dunia yang
menyerupai orang kafir dalam kemaksiatan itu. Mereka merubah nuansa Idul Fitri
dan Idul Adha sebagai musim ketaatan dan syukur menjadi musim bermaksiat dan
kufur nikmat, yaitu dengan mengisi malam- malamnya dengan musik-musik ,
nyanyir-nyanyi , mabuk-mabukan , pesta yang bercampur laki- laki dan perempuan
dan bentuk pelanggaran-pelanggaran lainnya. Semua ini disebabkan mereka
meniru cara orang kafir dalam merayakan hari besar mereka yang diisi dengan
menuruti syahwat dan maksiat.
Semoga Allah membimbing kita kepada kondisi yang lebih diridhai- Nya, tidak
menyimpang dari aturan Islam dan tidak bertasyabbuh dengan kaum kafir dalam
acara-acara mereka. [PurWD/ voa-islam. com]
Published with Blogger-droid v2.0.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar