Rabu, Januari 18, 2012

Bunga Bank dalam Syariat Islam

Pengertian Riba
Berdasarkan faham ulama fikih menentukan makna riba adalah setiap
pinjaman yang disyaratkan sebelumnya mengharuskan memberikan tambahan.
Kata riba dari segi bahasa berarti ‘kelebihan’ . Dalam Al-Quran ditemukan kata
riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat yaitu Al-
Baqoroh, Ali-Imron , An-Nisa , dan Ar- Rum. Dalam Quran surat Ar- Rum : 39
mengatakan “ dan sesuatu riba atau( kelebihan ) yang kamu berikan agar ia
menambah kelebihan pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada
sisi Allah”.
Sejarah Riba
Dari Ibnu Zaid bahwa ayahnya mengutarakan bahwa “ riba pada masa
jahiliyah adalah dalam pelipat gandaan dan umur (hewan). Seseorang yang
berhutang, bila tiba masa pembayaranya ditemui oleh debitor dan berkata
kepadanya, “bayarlah atau kamu tambah untuku.” Maka apabila kreditor
memiliki sesuatu untuk pembayaranya, ia melunasi hutangnya, dan bila tidak ia
manjadikan hutangnya (bila seekor hewan) seekor hewan yang lebih tua usianya
(dari yang pernah dipinjamnya). Apabila yang dipinjamnya berumur setahun dan
telah memasuki tahun kedua, dijadikanya pembayarannya kemudian menjadi
telah memasuki tahun ketiga, kemudian menjadi tahun keempat, dan seterusnya
demikian berlanjut. Sedangkan jika yang dipinjamkan adalah uang, debitor
mendatangunya untuk menagih, bila ia tidak mampu, ia bersedia melipat
gandakanya menjadi seratus, ditahun berikutnya menjadi dua ratus, dan bila
belum lagi terbayar dijadikannya empat ratus, demikian setiap tahun sampai ia
mampu membayarnya.
Riba jahiliyah ialah seseorang berhutang kepada orang lain sampai
jangka waktu tertentu. Ketika waktu itu telah tiba, pemilik uang mengatakan
kepada orang yang berhutang, “anda bayar hutang anda atau jumlahnya
bertambah“.
Imam Al-Jashshah mengatakan, “satu-satunya bentuk riba yang dikenal
orang Arab dahulu ialah meminjamkan uang dinar dan dirham kepada orang lain
dengan pertambahan yang telah ditentukan menurut kesepakatan.
Bunga Bank adalah Riba
Pada tahapan justifikasi sistem bunga bank yang konvesional, ada
sementara orang berdalih bahwa riba yang diharamkan Allah dan RasulNya,
adalah jenis yang dikenal sebagai bunga konsumtif. Yaitu bunga yang khusus
dibebankan bagi orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari seperti makan, minum, dan pakaianya beserta orang yang berada
tanggunganya. Hal ini terjadi karena dalam jenis riba tersebut terdapat unsur
pemerasan (eksploitasi) terhadap kepentingan orang yang sedang
membutuhkan. Karena itu ia terpaksa meminjam. Namun, si pemilik uang
menolak memberi pinjaman, kecuali dengan riba (bunga ). Agar jumlah uang
yang dikembalikan nanti bertambah menjadi seratus sepuluh misalnya,
Sekiranya jenis riba yang diharamkan oleh Allah dan Rosul itu adalah
riba konsumtif, maksudnya bunga yang dikenakan bagi orang yang berhutang
untuk kebutuhan pribadi dan keluarganya seperti yang dilontarkan sebagian
orang sekarang ini tentu saja Rasulullah SAW, tidak perlu melaknat si debitor.
Sebagaimana beliau melaknat kreditor pemakan riba, akan tetapi Imam Muslim
meriwayatkan dari Jabir ra. Ia berkata “ Rosulullah SAW melaknat pemakan riba,
pemberi riba, pencatat, atau administrasi dan para saksinya (notariat) dan
katanya, status hukum mereka sama. Dari Ibnu Mas’ud ra. Ia berkata “
Rosulullah SAW melaknat penerima bunga dan pemberinya.”
Fungsi Bank Komersial
Opini yang sering terlontarkan bahwa praktik bank komersial
konvesional menggunakan asetnya untuk perdagangan, industri dan proyek-
proyek investasi, tidaklah dapat diterima karena tidak lazim. Hal ini terlihat dari
neraca bank (balance Sheet) yang dimuat dalam media massa. Bank pada
prinsipnya hanya beroperasi untuk fungsi financial intermediation “perantara
keuangan“ dan kegiatan usahanya hanya berkisar pada memperdagangkan uang,
hutang- hutang, kredit, dan jasa garansi. Tugas pokoknya bukanlah berdagang
(membeli dan menjual), bertani atau menanam, industri atau mendirikan
bangunan.
Dengan ungkapan yang sederhana tapi gamblang, dapat dikatakan
bahwa kegiatan utama sebuah bank konvesional ialah menerima simpanan dari
A, B, dan C. dengan tingkat bunga tertentu misalnya 12% kemudian
meminjamkanya kepada orang lain dengan tingkat bunga yang lebih besar,
misalnya 15%.
Spread “selisih“ antara kedua tingkat bunga tersebut ialah yang menjadi
keuntungan bank. Inilah fungsi utama dan misi sebuah bank. Jadi bank
konvesional merupakan pelaku “riba akbar“ yang menggantikan posisi pelaku riba
“kelas teri” tempo dulu. Ia juga merupakan calo riba yang memakan dan
membeli riba.
Ungkapan yang mengatakan bahwa bank-bank modern tidak pernah
mengalami kerugian dam bank-bank islam tidak mungkin beruntung adalah tidak
benar. Betapa banyak kita baca berita tentang bank yang gulung tikar dan
bangkrut di berbagai negara, termasuk di negara kita. Di Amerika, negeri sarang
bank- bank dan pusat Kapitalisme, sejumlah 147 bank pada tahun 1987
dinyatakan dalam status likuidasi dan dalam dua tahun berikutnya juga terulang
dalam jumlah yang tidak jauh berbeda. Andaikata anggap bahwa bank modern
tidak akan mengalami kerugian seperti klaim mereka maka bagaimana halnya
dengan nasabah yang meminjam uang dari bank, apakah tidak mungkin proyek
mereka dapat mengalami kerugian.
Tidak ada Kemaslahatan Hakiki pada Bunga Riba
Sebagian orang berani menghalalkan bunga riba karena membayangkan
adanya manfaat dibalik itu. Sebenarnya anggapan itu sama sekali tidak benar
karena beberapa alasan :
1. Orang yang mengamati secara cermat hukum- hukum syariat akan
mengetahui secara yakin bahwa Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang
tidak akan mengharamkan bagi manusia sesuatu yang baik dan dapat
mendatangkan manfaat yang sesungguhnya. Akan tetapi Allah
mengharamkan bagi manusia semua yang keji, yang bisa mendatangkan
bahaya terhadap mereka baik secara pribadi maupun komunitas ( Quran
surat Al-Arif :157) .
2. Dari sudut pandang teori ekonomi banyak ahli dibidang ekonomi dan politik
menguatkan pendapat bahwa bunga bank merupakan faktor penyebab
mayoritas krisis yang menimpa dunia. Perekonomian dunia tidak akan
membaik sampai tingkat bunga dapat ditekan menjadi nol artinya
penghapusan bunga secara total.
3. Dari sisi empiris praktik ekonomi, dalam konteks negara-negara arab dan
negara muslim perlu kita bertanya, “ selama menganut sistem bunga, apa
yang telah mereka hasilkan dari riba, mereka sebut bunga ini ?” di dalam
negeri ia (riba) merugikan pengusaha kecil yang mempunyai kemampuan
terbatas, sehingga yang kaya semakin bertambah kaya. Karena bank-bank itu
memberikan kepada si kaya modal yang besar untuk memperluas usahanya
dengan aset yang bukan miliknya, dengan mengorbankan mayoritas besar
konsumen dan kaum lemah.
Sejak masuknya kolonialisme di negeri kita, kita telah berteransaksi
dengan riba. Namun selam itu pula kita belum pernah keluar dari lingkaran
keterbelakangan ketingkat kemajuan. Malah kita belum juga sampai pada era
kemandirian dalam bidang pertanian, industri sipil atau militer. Kita masih terus
dilanda oleh kutukan berupa “peperangan dari Allah dan RasulNya“ yang telah
dimaklumatkan Allah sebelumnya bagi pelaku riba dengan firmanya “Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (Al- Baqoroh: 276).
Barang kali cukup kita perhatikan musibah hutang yang menimpa
negara-negara dari dunia ketiga bahkan hutang Republik Mesir mencapai US$ 44
miliar. Jadi bunganya jika ditaksir sepuluh persen saja mencapai US$ 4,4 juta,
padahal ada beberapa jenis hutang yang bunganya jauh diatas sepuluh persen.
Jika besarnya bunga dan besarnya hutang ditambahkan, maka jumlahnya terus
berlipat ganda hanya dalam beberapa tahun saja. Itu jika negeri- negeri yang
terlibat hutang tidak mampu mambayarnya dalam waktu yang telah ditentukan.
Itulah sebabnya maka problem negara dunia ketiga seperti apa yang
mereka sebut sebagai debtservice yaitu membayar ansuran dan bunga rutin
tahunan yang jumlahnya menggunung dan menggoncangkan perekonomian
bangsa-bangsa yang kuat apalagi negara berkembang yang sedang terhempit.
Kesimpulan
Kesimpulan terakhir yang dapat kita garisbawahi adalah bahwa riba
pada masa turunnya Al-Quran adalah kelabihan yang dipungut bersama jumlah
hutang yang mengandung unsur penganiayaan dan penindasan, bukan sekedar
kelebihan atau penambahan jumlah hutang.
Riba jahiliyah ialah seseorang berhutang kepada orang lain sampai
jangka waktu tertentu. Ketika waktu itu telah tiba, pemilik uang mengatakan
kepada orang yang berhutang, “anda bayar hutang anda atau jumlahnya
bertambah“.
Bank pada prinsipnya hanya beroperasi untuk fungsi financial
intermediation “perantara keuangan“ dan kegiatan usahanya hanya berkisar pada
memperdagangkan uang, hutang- hutang, kredit, dan jasa garansi. Dalam
kegiatannya bank memebrikan bunga kepada nasabah yang berbeda dengan
jumlah bunga yang berbeda pula sehingga dapat diperoleh spread “selisih“
antara kedua tingkat bunga yang dibebankan bank kepada nasabah ialah yang
menjadi keuntungan bank. Inilah fungsi utama dan misi sebuah bank. Jadi bank
konvesional merupakan pelaku “riba akbar“ yang menggantikan posisi pelaku riba
“kelas teri” tempo dulu. Ia juga merupakan calo riba yang memakan dan
membeli riba.
Dari sudut pandang teori ekonomi banyak ahli dibidang ekonomi dan
politik menguatkan pendapat bahwa bunga bank merupakan faktor penyebab
mayoritas krisis yang menimpa dunia. Pada negara dunia ketiga riba merugikan
pengusaha kecil yang mempunyai kemampuan terbatas, sehingga yang kaya
semakin bertambah kaya.
Itulah sebabnya maka problem negara dunia ketiga seperti apa yang
mereka sebut sebagai debtservice yaitu membayar ansuran dan bunga rutin
tahunan yang jumlahnya menggunung dan menggoncangkan perekonomian
bangsa-bangsa yang kuat apalagi negara berkembang yang sedang terhempit.
Daftar Pustaka
DR. Yusuf Al- Qardhawi. 2003. Bunga Bank Haram. Penerbit : AKBAR Media Eka
Sarana. Jakarta.
Published with Blogger-droid v2.0.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar