Kamis, Januari 19, 2012

Indahnya Pahala Menahan Amarah

"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya,
maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian
makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari sekehendaknya." (HR. Abu
Dawud - At-Tirmidzi )
Tingkat keteguhan seseorang dalam menghadapi kesulitan hidup memang
berbeda- beda. Ada yang mampu menghadapi persoalan yang sedemikian sulit
dengan perasaan tenang. Namun, ada pula orang yang menghadapi persoalan
kecil saja ditanggapinya dengan begitu berat. Semuanya bergantung pada
kekuatan ma'nawiyah (keimananan ) seseorang.
Pada dasarnya, tabiat manusia yang beragam: keras dan tenang, cepat dan
lambat, bersih dan kotor, berhubungan erat dengan keteguhan dan
kesabarannya saat berinteraksi dengan orang lain. Orang yang memiliki
keteguhan iman akan menyelurusi lorong-lorong hati orang lain dengan respon
pemaaf, tenang,dan lapang dada.
Adakalanya, kita bisa merasa begitu marah dengan seseorang yang menghina diri
kita. Kemarahan kita begitu memuncak seolah jiwa kita terlempar dari
kesadaran. Kita begitu merasa tidak mampu menerima penghinaan itu. Kecuali,
dengan marah atau bahkan dengan cara menumpahkan darah. Na'udzubillah .
Menurut riwayat, ada seorang Badwi datang menghadap Nabi saw. Dengan
maksud ingin meminta sesuatu pada beliau. Beliau memberinya, lalu bersabda,
"Aku berbuat baik padamu." Badwi itu berkata, "Pemberianmu tidak bagus."
Para sahabat merasa tersinggung, lalu ngerumuninya dengan kemarahan.
Namun, Nabi memberi isyarat agar mereka bersabar.
Kemudian, Nabi saw. pulang ke rumah. Nabi kembali dengan membawa Barang
tambahan untuk diberikan ke Badwi. Nabi bersabda pada Badwi itu, "Aku
berbuat baik padamu?" Badwi itu berkata, "Ya, semoga Allah membalas kebaikan
Tuan, keluarga dan kerabat."
Keesokan harinya, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabat, "Nah,kalau
pada waktu Badwi itu berkata yang sekasar engkau dengar, kemudian engkau
tidak bersabar lalu membunuhnya. Maka, ia pasti masuk neraka. Namun, karena
saya bina dengan baik, maka ia selamat." Beberapa hari setelah itu, si Badwi
mau diperintah untuk melaksanakan tugas penting yang berat sekalipun. Dia juga
turut dalam medan jihad dan melaksanakan tugasnya dengan taat dan ridha.
Rasulullah saw memberikan contoh kepada kita tentang berlapang dada. Ia tidak
panik menghadapi kekasaran seorang Badwi yang memang demikianlah
karakternya. Kalau pun saat itu, dilakukan hukuman terhadap si Badwi, tentu hal
itu bukan kezhaliman. Namun, Rasulullah saw. tidak berbuat demikian.
Beliau tetap sabar menghadapinya dan memberikan sikap yang ramah dan
Lemah lembut. Pada saat itulah, beliau saw. ingin menunjukkan pada kita bahwa
kesabaran dan lapang dada lebih tinggi nilainya daripada harta benda apa pun.
Harta, saat itu, ibarat sampah yang bertumpuk yang dipakai untuk suguhan unta
yang ngamuk. Tentu saja,unta yang telah mendapatkan kebutuhannya akan
dengan mudah dapat dijinakkan dan bisa digunakan untuk menempuh perjalan
jauh.
Adakalanya, Rasulullah saw. juga marah. Namun, marahnya tidak melampaui
batas kemuliaan. Itu pun ia lakukan bukan karena masalah pribadi melainkan
karena kehormatan agama Allah. Rasulullah saw. bersabda, "Memaki-maki
orang muslim adalah fasik (dosa),dan memeranginya adalah kufur (keluar dari
Islam)." (HR.Bukhari) Sabdanya pula, "Bukanlah seorang mukmin yang suka
mencela, pengutuk, kata-katanya keji dan kotor." (HR. Turmudzi)
Seorang yang mampu mengendalikan nafsu ketika marahnya berontak, dan
mampu menahan diri di kala mendapat ejekan, maka orang seperti inilah yang
diharapkan menghasilkan kebaikan dan kebajikan bagi dirinya maupun
masyarakatnya.
Seorang Hakim yang tidak mampu menahan marahnya, tidak akan mampu
memutuskan perkara dengan adil. Dan, seorang pemimpin yang mudah tersulut
nafsu marahnya, tidak akan mampu memberikan jalan keluar bagi rakyatnya.
Justru, ia akan senantiasa memunculkan permusuhan di masyarakatnya. Begitu
pun pasangan suami-isteri yang tidak memiliki ketenangan jiwa. Ia tidak akan
mampu melayarkan laju bahtera hidupnya. Karena, masing-masing tidak mampu
memejamkan mata atas kesalahan kecil pasangannya.
Bagi orang yang imannya telah tumbuh dengan suburnya dalam dadanya. Maka,
tumbuh pula sifat-sifat jiwa besarnya. Subur pula rasa kesadarannya dan
kemurahan hatinya. Kesabarannya pun bertambah besar dalam menghadapi
sesuatu masalah. Tidak mudah memarahi seseorang yang bersalah dengan
begitu saja, sekalipun telah menjadi haknya.
Orang yang demikian, akan mampu menguasai dirinya, menahan amarahnya,
mengekang lidahnya dari pembicaraan yang tidak patut. Wajib baginya,melatih
diri dengan cara membersihkan dirinya dari penyakit-penyakit hati.Seperti , ujub
dan takabur, riya, sum'ah, dusta, pengadu domba dan lain sebagainya.
Dan menyertainya dengan amalan-amalan ibadah dan ketaatan kepada Allah,
demi meningkatkan derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Dari Abdullah bin
Shamit, Rasulullah saw. bersabda, "Apakah tiada lebih baik saya Beritahukan
tentang sesuatu yang dengannya Allah meninggikan gedung-gedung dan
mengangkat derajat seseorang?" Para sahabat menjawab, "Baik, ya Rasulullah."
Rasulullah saw bersabda, "Berlapang dadalah kamu terhadap orang yang
membodohi kamu. Engkau suka memberi maaf kepada orang yang telah
menganiaya kamu. Engkau suka memberi kepada orang yang tidak pernah
memberikan sesuatu kepadamu. Dan, engkau mau bersilaturahim kepada orang
yang telah memutuskan hubungan dengan engkau." (HR. Thabrani)
Sabdanya pula, "Bahwasanya seorang hamba apabila mengutuk kepada sesuatu,
naiklah kutukan itu ke langit. Lalu, dikunci pintu langit-langit itu buatnya.
Kemudian, turunlah kutukan itu ke bumi, lalu dikunci pula pintu- pintu bumi itu
baginya. Kemudian, berkeliaranlah ia kekanan dan kekiri. Maka, apabila tidak
mendapat tempat baru, ia pergi kepada yang dilaknat. Bila layak dilaknat (artinya
kalau benar ia berhak mendapat laknat), tetapi apabila tidak layak, maka kembali
kepada orang yang mengutuk (kembali ke alamat si pengutuk). " (HR. Abu
Dawud)
Published with Blogger-droid v2.0.3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar