Jumat, Agustus 17, 2012

SATU KEBAJIKAN SEJUTA KEDAMAIAN

Oleh Gus Rochim


             Hakekatnya tidak ada manusia yang ingin disebut penjahat atau orang yang tidak baik, sekalipun mereka jelas-jelas para penentang kebaikan, para penggemar perbuatan jahat. Tidak ada pencuri yang mau mengaku kalau dirinya seorang pencuri, apalagi terang-terangan memberi tahu bahwa ia baru saja mencuri di rumah si (Anu), tentu saja kalau ada yang seperti ini paling-paling dianggap orang gila dan suah pasti penjara pun penuh. Bahkan tidak ada satu penjahatpun yang rela bila kelak keturunannya mengikuti langkahnya untuk juga menjadi penjahat.

             Maka kemudian bergulirlah satu pertanyaan apakah pencuri atau penjahat yang merasa ingin bertaubat dan segera mengakhiri perbuatannya..? Tentu saja jawabannya ada, bahkan hampir setiap penjahat yang tertangkap dan biasanya dihakimi massa kemudian mendekam di sel tahanan, mengaku menyesali perbuatannya dan ingin kembali ke jalan yang benar. Meski demikian, tetap saja ada diantara mereka yang tidak jera dihakimi massa dan tidak bosan menginap di ruang sempit berjeruji besi.

             Bentuk lain yang lebih sederhana adalah kejahatan dan kemaksiatan yang tidak menyangkut orang lain, yakni maksiat terhadap diri sendiri. Meski tidak terasakan oleh orang lain, meski tidak merugikan makhluk lainnya secara langsung, dan meski tidak diketahui oleh manusia lain, tetap saja disebut kemaksiatan jika perbuatan yang memang jelas-jelas menghancurkan dirinya sendiri.
Hadirin sidang jamaah jum’at yang diridhai Allah.

             Pada dasarnya manusia diciptakan dengan bentuk kejadian yang sempurnah.
لقد خلقنا الانسان فى احسن تقويم (التين : 4)
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya.

             Bahkan manusia itu lahir dalam keadaan fitrah suci begaikan kertas putih bersih tanpa garis dan tulisan. Nabi saw. bersabda :

كل الناس يولد على الفطرة
Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci bersih.

             Sehingga sudah menjadi tabiat sesungguhnyalah semua manusia senang berbuat kebajikan dan menolak hal jahat atau dorongan untuk berbuat kejahatan, itu jelas tidak sesuai fitrah manusia sebagai makhluk yang terlahir suci, memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan. Kalaupun ada diantara manusia yang melakukan perbuatan menentang fitrahnya, tentu ada unsur asing yang masuk kedalam hatinya menggerogoti benteng-benteng fitrahnya dan mengubah kecenderungan hatinya kepada kebathilan dan dosa. Padahal sesungguhnya, setiap hati manusia yang tercipta dalam keadaan bersih ini senantiasa menolak bercak-bercak hitam kemaksiatan.
Hadirin yang berbahagia.

             Unsur asing itu kadang keluar masuk kedalam hati manusia, menguasai dan mendominasi setiap gerak dan perilaku empunya hati. Sebagai contoh, seperti pencuri saat tertangkap basah dalam melakukan aksinya, serta merta unsur asing itu pergi menjauh meninggalkan jasad si pencuri. Dan bisa kita saksikan, fitrah kebaikannya yang muncul bahwa ia karena terpaksa melakukan atau sedang khilaf. Kemudian kata-kata taubat muncul dari mulutnya. Jika tekat hatinya sangat kuat untuk tidak melanjutkan perbuatan dosa, dan menghindari segala bentuk kemaksiatan, maka unsur asing itu tak akan pernah bisa lagi kembali masuk karena pintu hati itu tertutup untuknya. Namun, jika yang keluar dari mulutnya itu hanya “taubat sambal” maka jangan heran jika kemudian unsur itu keluar masuk dan kembali mendominasi hati manusia untuk senantiasa berdekatan dengan dosa.

             Bagaimanapun setiap perbuatan dosa yang terjadi membuat dada ini terus bergemuruh oleh ledakan-ledakan kegelisahan dan keresahan karena pada hakekatnya hati yang fitrah ini menolak. Bahwa dosa adalah sesuatu yang dirasakan tidak menegakkan, gelisah, takut kalau-kalau orang lain mengetahui dan sedang membicarakannya. Setiap manusia yang mempunyai kecenderungan kepada kebenaran akan merasa malu berbuat maksiat bahkan akan terasa lebih berat malunya jika dosa yang pernah dilakukannya diketahui oleh orang lain. Bagaimana jika malunya dia dengan Allah Swt. yang Tahu Maha Tahu itu...?

             Sementara sekarang bayangkanlah ketenangan yang masuk kesekujur tubuh ini saat sedang melakukan shalat. Hadirkan ketenangan itu juga pada setiap waktu duduk, berdiri, berbaring dan diamnya kita disetiap tempat. Rasakan kehangatan yang menyelimuti relung-relung hati ini saat berbagi rezeki dengan orang lain teruskan kehangatan itu dalam melangkah bersama para fakir dan yatim piatu dengan menanggalkan pakaian-pakaian kesombongan. Dapatkanlah kesejukan dan kedamaian dari hal-hal baik yang terangkai apik dalam keseharian perilaku kita, bagaimana kita setiap waktu itu terisi satu, sepuluh, seratus bahkan sejuta kedamaian. Bahkan kita bisa memperelah semua keindahan hidup hanya dengan menebar senyum dan mendapatkan kembali senyum yang begitu tulus dari saudara-saudara kita, subhanallah, dan senyum itu adalah sadaqah.

             Jelas setiap perbuatan baik akan menghadirkan ketenangan dalam dada manusia yang mengerjakannya. Setiap hati bertambah dan makin banyak hal baik dekerjakannya, semakin bertambah pula ketenagan meliputi hatinya. Sebaliknya, gunda, gelisah dan resah bahkan rasa takut senantiasa mengiringi setiap perbuatan jahat dan dosa. Maka, masikah terus menerus kita betah dengan keadaan hati yang tidak menentu ini hanya karena kita gemar berbuat maksiat? Bagaimana dengan dua, tuga, atau sepuluh kebajikan. Tentu saja butir-butir kedamaian itu, takkan pernah bisa terhitung dan senantiasa hadir dalam hidup dan kehidupan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar