Hakekatnya tidak ada manusia yang ingin disebut penjahat
atau orang yang tidak baik, sekalipun mereka jelas-jelas para penentang
kebaikan, para penggemar perbuatan jahat. Tidak ada pencuri yang mau mengaku
kalau dirinya seorang pencuri, apalagi terang-terangan memberi tahu bahwa ia
baru saja mencuri di rumah si (Anu), tentu saja kalau ada yang seperti ini
paling-paling dianggap orang gila dan suah pasti penjara pun penuh. Bahkan
tidak ada satu penjahatpun yang rela bila kelak keturunannya mengikuti
langkahnya untuk juga menjadi penjahat.
Maka kemudian bergulirlah satu
pertanyaan apakah pencuri atau penjahat yang merasa ingin bertaubat dan segera
mengakhiri perbuatannya..? Tentu saja jawabannya ada, bahkan hampir setiap
penjahat yang tertangkap dan biasanya dihakimi massa kemudian mendekam di sel tahanan,
mengaku menyesali perbuatannya dan ingin kembali ke jalan yang benar. Meski
demikian, tetap saja ada diantara mereka yang tidak jera dihakimi massa dan tidak bosan
menginap di ruang sempit berjeruji besi.
Bentuk lain yang lebih sederhana
adalah kejahatan dan kemaksiatan yang tidak menyangkut orang lain, yakni
maksiat terhadap diri sendiri. Meski tidak terasakan oleh orang lain, meski
tidak merugikan makhluk lainnya secara langsung, dan meski tidak diketahui oleh
manusia lain, tetap saja disebut kemaksiatan jika perbuatan yang memang
jelas-jelas menghancurkan dirinya sendiri.
Hadirin
sidang jamaah jum’at yang diridhai Allah.
Pada dasarnya manusia diciptakan
dengan bentuk kejadian yang sempurnah.
لقد
خلقنا الانسان فى احسن تقويم (التين : 4)
Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya.
Bahkan manusia itu lahir dalam
keadaan fitrah suci begaikan kertas putih bersih tanpa garis dan tulisan. Nabi
saw. bersabda :
كل
الناس يولد على الفطرة
Setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan suci bersih.
Sehingga sudah menjadi tabiat
sesungguhnyalah semua manusia senang berbuat kebajikan dan menolak hal jahat
atau dorongan untuk berbuat kejahatan, itu jelas tidak sesuai fitrah manusia
sebagai makhluk yang terlahir suci, memiliki kecenderungan kepada kebenaran dan
kebaikan. Kalaupun ada diantara manusia yang melakukan perbuatan menentang
fitrahnya, tentu ada unsur asing yang masuk kedalam hatinya menggerogoti benteng-benteng
fitrahnya dan mengubah kecenderungan hatinya kepada kebathilan dan dosa.
Padahal sesungguhnya, setiap hati manusia yang tercipta dalam keadaan bersih
ini senantiasa menolak bercak-bercak hitam kemaksiatan.
Hadirin
yang berbahagia.
Unsur asing itu kadang keluar masuk
kedalam hati manusia, menguasai dan mendominasi setiap gerak dan perilaku
empunya hati. Sebagai contoh, seperti pencuri saat tertangkap basah dalam
melakukan aksinya, serta merta unsur asing itu pergi menjauh meninggalkan jasad
si pencuri. Dan bisa kita saksikan, fitrah kebaikannya yang muncul bahwa ia
karena terpaksa melakukan atau sedang khilaf. Kemudian kata-kata taubat muncul
dari mulutnya. Jika tekat hatinya sangat kuat untuk tidak melanjutkan perbuatan
dosa, dan menghindari segala bentuk kemaksiatan, maka unsur asing itu tak akan
pernah bisa lagi kembali masuk karena pintu hati itu tertutup untuknya. Namun,
jika yang keluar dari mulutnya itu hanya “taubat sambal” maka jangan heran jika
kemudian unsur itu keluar masuk dan kembali mendominasi hati manusia untuk
senantiasa berdekatan dengan dosa.
Bagaimanapun setiap perbuatan dosa
yang terjadi membuat dada ini terus bergemuruh oleh ledakan-ledakan kegelisahan
dan keresahan karena pada hakekatnya hati yang fitrah ini menolak. Bahwa dosa
adalah sesuatu yang dirasakan tidak menegakkan, gelisah, takut kalau-kalau
orang lain mengetahui dan sedang membicarakannya. Setiap manusia yang mempunyai
kecenderungan kepada kebenaran akan merasa malu berbuat maksiat bahkan akan
terasa lebih berat malunya jika dosa yang pernah dilakukannya diketahui oleh
orang lain. Bagaimana jika malunya dia dengan Allah Swt. yang Tahu Maha Tahu
itu...?
Sementara sekarang bayangkanlah
ketenangan yang masuk kesekujur tubuh ini saat sedang melakukan shalat.
Hadirkan ketenangan itu juga pada setiap waktu duduk, berdiri, berbaring dan
diamnya kita disetiap tempat. Rasakan kehangatan yang menyelimuti relung-relung
hati ini saat berbagi rezeki dengan orang lain teruskan kehangatan itu dalam
melangkah bersama para fakir dan yatim piatu dengan menanggalkan
pakaian-pakaian kesombongan. Dapatkanlah kesejukan dan kedamaian dari hal-hal
baik yang terangkai apik dalam keseharian perilaku kita, bagaimana kita setiap
waktu itu terisi satu, sepuluh, seratus bahkan sejuta kedamaian. Bahkan kita
bisa memperelah semua keindahan hidup hanya dengan menebar senyum dan
mendapatkan kembali senyum yang begitu tulus dari saudara-saudara kita,
subhanallah, dan senyum itu adalah sadaqah.
Jelas setiap perbuatan baik akan
menghadirkan ketenangan dalam dada manusia yang mengerjakannya. Setiap hati
bertambah dan makin banyak hal baik dekerjakannya, semakin bertambah pula
ketenagan meliputi hatinya. Sebaliknya, gunda, gelisah dan resah bahkan rasa
takut senantiasa mengiringi setiap perbuatan jahat dan dosa. Maka, masikah
terus menerus kita betah dengan keadaan hati yang tidak menentu ini hanya
karena kita gemar berbuat maksiat? Bagaimana dengan dua, tuga, atau sepuluh
kebajikan. Tentu saja butir-butir kedamaian itu, takkan pernah bisa terhitung
dan senantiasa hadir dalam hidup dan kehidupan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar