Minggu, Agustus 12, 2012

MENYAMBUT IDUL FITRI Menuju Tegaknya Syariah dan Khilafah


Sahabat Muslim tentu berharap agar lebih lama lagi berada dalam lautan keberkahan dan ampunan di bulan Mubarak ini. Bahkan kalau mungkin, mereka berharap agar seluruh bulan dalam setahun adalah bulan Ramadhan. Namun, Allah SWT telah menetapkan Ramadhan hanya berjumlah 29 atau 30 hari. Bulan-bulan berikutnya adalah ladang tempat menumbuhkan benih ketakwaan yang disemai selama Ramadhan.

Akhir Ramadhan merupakan kebahagian tersendiri bagi kaum Muslim; bahagia karena telah mampu menyelesaikan dan menyempurnakan salah satu hukum Islam yang diperintahkan oleh Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda:

«لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ»

Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang membahagiakannya: ketika berbuka (termasuk pada saat Idul Fitri) ia bahagia dan ketika bertemu dengan Tuhannya ia pun bahagia karena puasanya itu. (HR al-Bukhari).

Pada saat Idul Fitri wajah kaum Muslim tampak memancarkan kebahagiaan sebagai lambang kemenangan. Hari itu kaum Muslim memproklamirkan kemenangannya atas hawa nafsunya. Rasa syukur diwujudkan dengan lebih mengukuhkan kembali silaturahmi dengan handai taulan dan silah ukhuwah (tali persaudaraan) dengan kaum Muslim yang lain.
Sejatinya, suasana yang subur dengan kebahagiaan dan hangatnya ukhuwah pada Hari Raya Idul Fitri ini dapat menumbuhkan ghîrah (semangat) baru untuk bersama-sama menata kembali kehidupan berlandaskan akidah dan syariat Islam. Sebab, Idul Fitri merupakan hari pertama pasca Ramadhan; kaum Muslim mengawali hari-hari berikutnya dalam 11 bulan ke depan. Sudah sepatutnya mereka, sejak hari pertama itu (tidak perlu 100 hari), melakukan muhâsabah (perenungan) secara menyeluruh terhadap kondisi Islam dan umatnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ini akan memberikan kesadaran tentang realitas kaum Muslim saat ini dan langkah-langkah perubahan yang harus dilakukan pada 11 bulan berikutnya, dengan bekal ketakwaan yang telah dipupuk selama Ramadhan.

Kebahagiaan dalam Penderitaan

Kaum Muslim yang berpuasa Ramadhan memang patut berbahagia merayakan Idul Fitri. Namun, secara faktual, kondisi kaum Muslim saat ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sebetulnya jauh dari membahagiakan sebagaimana kebahagiaan pada saat merayakan Idul Fitri.

Secara umum, kondisi kaum Muslim di dalam negeri adalah sebagai berikut: 

Pertama, dalam bidang agama. Gerakan sekularisasi berskala global sedang berupaya mengenyahkan syariat Islam dari tengah-tengah umat Islam. Salah satunya yang cukup kontroversial adalah kasus rancangan Kodifikasi Hukum Islam yang isinya menolak syariat Islam yang terkait dengan keluarga dan rumahtangga. Rancangan yang dipelopori oleh tim dari Depag ini sebenarnya hanya asap dari sebuah api besar sekularisasi yang berusaha menghanguskan aktivitas penegakan syariat Islam. Negara-negara kapitalis di bawah komando AS mengeluarkan dana yang tidak terbatas untuk menjerumuskan kaum Muslim ke dalam jurang sekularisme yang mereka jajakan. Allah SWT berfirman:

]يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللهُ إِلاَّ أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ[

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, sedangkan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. (QS at-Taubah [9]: 32).

Kedua, dalam bidang politik. Pemerintahan baru (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) yang terbentuk melalui Pemilu kemarin tampaknya masih akan tetap bertumpu pada rel sekularisme. Sekularisme tetap akan memayungi institusi politik di negeri yang penduduk Muslimnya terbesar di dunia ini. Program 15 hari yang sudah berjalan dari tenggat waktu 100 hari menunjukkan bahwa solusi terhadap berbagai persoalan di dalam negeri sama sekali mengesampingkan petunjuk al-Quran dan as-Sunnah. Para wakil rakyat di DPR yang terpolarisasi pada kutub Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan lebih memprioritaskan perebutan kekuasaan dan kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Mereka tidak bersidang untuk kepentingan rakyat, tetapi justru ‘gontok-gontokan’ untuk menjaga dan mempertahankan kepentingan mereka masing-masing. Padahal, di tengah sorotan rakyat yang mayoritas Muslim dan di tengah bulan Ramadhan ini, semestinya mereka mendata ulang berbagai persoalan rakyat dan menetapkan solusinya berdasarkan petunjuk al-Quran dan as-Sunnah.

Ketiga, dalam bidang ekonomi. Mereka yang diserahi mengurus perekonomian—khususnya perdagangan dan perencanaan pembangunan nasional—dalam Kabinet Indonesia Bersatu adalah bagian dari mesin Kapitalisme global, IMF. Lembaga yang saham terbesarnya milik AS ini sejak tahun 1970-an banyak mempengaruhi kebijakan ekonomi Indonesia. Resep-resepnya telah menjerumuskan Indonesia pada ketergantungan utang luar negeri yang kemudian melahirkan krisis ekonomi. IMF juga membidani lahirnya kebijakan privatisasi aset-aset negara yang terbukti makin membangkrutkan perekonomian Indonesia. Kemungkinan besar, sistem perekonomian Indonesia akan tetap berkiblat pada gembong kapitalis AS, yang selama ini telah ‘berhasil’ meningkatkan kesengsaraan masyarakat. Artinya, penjajahan ekonomi Kapitalisme global masih akan terus mencengkeram kuat perekonomian Indonesia.

Keempat, dalam bidang budaya. Sebagian besar budaya yang dilegalkan di negeri ini mengusung berbagai bentuk kemaksiatan. Media tv dan media cetak secara rutin menemani generasi muda Muslim untuk mengajarkan budaya ‘alternatif’ (baca: maksiat). Keadaan semakin menjadi runyam karena pemerintah justru memberikan support meskipun dengan malu-malu. Misalnya, DPRD DKI telah mengesahkan Perda No.10/2004, diperkuat dengan SK Gubernur No. 98/2004, tentang operasional tempat hiburan. Berdasarkan Perda, tempat hiburan jenis klub malam, diskotek, griya pijat, mandi uap, mesin keping, jenis bola ketangkasan, dan usaha bar dilarang beroperasi selama bulan Ramadhan. Artinya, mulai Idul Fitri dan hari-hari lainnya dalam 11 bulan di luar Ramadhan tempat hiburan yang menjadi wadah maksiat itu disahkan untuk beroperasi kembali. Bahkan pihak kepolisian memberikan jaminan keamanan pada tempat-tempat hiburan tersebut. Na‘ûdzubillâhi min dzâlik!

Sementara itu, di luar negeri kaum Muslim mengalami penderitaan yang luar biasa. Di Palestina, Irak, dan Afganistan pembantaian kaum Muslim oleh tentara imperialis terus-menerus terjadi. Di Irak, misalnya, berita terakhir menyebutkan bahwa sekitar 100.000 penduduk sipil Irak tewas akibat serbuan AS ke Irak sejak Maret 2003. Perkiraan tersebut merupakan hasil penelitian yang dipublikasikan di mingguan medis Inggris The Lancet (Jumat, 29/10). Data tersebut bersumber dari wawancara dengan keluarga-keluarga Irak dan pencarian yang dilakukan tim peneliti yang dipimpin para pakar dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore, Maryland.

Di Uzbekistan, Chechnya, Filipina, India, dan Thailand rezim sekuler juga terus-menerus menindas kaum Muslim. Baru-baru ini, di Thailand, misalnya, diberitakan bagaimana seribu aparat keamanan Thailand menghadapi sekitar 2000 warga Muslim sipil yang menuntut pembebasan saudaranya yang ditangkap tanpa bukti di Tak Bai, Propinsi Narathiwat, pada hari Senin 25 Okt 2004. Tentara dan polisi Thailand tidak hanya menyemprot mereka dengan air dan gas air mata, tetapi juga menggunakan kekerasan dan senjata sehingga 7 orang meninggal di tempat kejadian. Mereka menangkap 300 Muslim, melepas baju mereka, mengikat tangan mereka ke belakang, dan memaksa mereka telungkup di bawah ancaman moncong senjata. Kemudian mereka ditumpuk begitu saja secara tidak manusiawi di dalam enam truk menuju Pattani sejauh 100 km. Akibatnya, 77 orang di dalam truk itu tewas karena tumpang tindih dan disiksa oleh tentara selama di perjalanan.
Hal yang sama dialami kaum Muslim di Eropa dan Amerika, yang sering dikucilkan dan bahkan diteror, praktis sejak peristiwa 11 September 2001. Semua itu adalah akibat perang melawan terorisme yang dikobarkan AS. Ini semakin mwnunjukkan bahwa yang dimaksud dengan perang melawan terorisme adalah perang melawan kaum Muslim yang tidak sejalan dengan agenda Kapitalisme global AS.

Menuju Perubahan Hakiki

Melihat kenyataan di atas, kaum Muslim perlu segera menentukan langkah untuk melakukan perubahan hakiki dan mendasar. Perubahan yang hakiki adalah perubahan yang dapat menyelesaikan secara tuntas persoalan kaum Muslim di seluruh dunia. Perubahan semacam itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan dua hal sekaligus. 

Pertama, membangun kekuatan politik internasional yang menyatukan seluruh potensi—sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia—kaum Muslim. Kekuatan politik itu tidak lain adalah negara Khilafah Islamiyah, yang akan memayungi dan membentengi setiap kaum Muslim di dunia ini.

Kedua, menerapkan syariat Islam secara kâffah dalam wadah Khilafah Islamiyah tersebut. Syariat Islam akan mampu menyelesaikan berbagai problem, menyangkut masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, hankam, pendidikan, hukum pidana, dakwah, jihad, dan sebagainya.

Target puncak dari Ramadhan adalah terbentuknya ketakwaan pada diri kaum Muslim. Idul Fitri adalah hari pertama untuk menerapkan ketakwaan tersebut. Dengan kata lain, Idul Fitri sejatinya merupakan pintu gerbang menuju perubahan hakiki dalam seluruh aspek kehidupan kaum Muslim yang penuh dengan atmosfir ketakwaan. Ketakwaan itu sendiri sejatinya hanya mungkin diraih oleh kaum Muslim ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan mereka secara islami dalam wadah Khilafah Islamiyah.

Karena itu, pada hari yang fitri sudah sepatutnya kita berjanji kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum Muslim untuk mengerahkan segenap upaya, secara damai, demi tegaknya Khilafah dan syariat Islam. Kita memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah SWT agar menetapkan kita untuk mewujudkan hal ini sehingga kaum Muslim merasakan apa yang digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya:

]وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ$بِنَصْرِ اللهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ[

Pada hari (kemenangan) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. (QS ar-Rum [30]: 4-5).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar