[] Gus Rochim []
Tak
terasa, Ramadhan telah melangkah ke setengah perjalanan. Hanya Allah dan kita
sendiri yang tahu, apakah waktu yang sudah terlewat telah termanfaatkan dengan
baik untuk ber-taqarrub kepada Allah, ataukah sia-sia belaka—hanya haus
dan lapar saja yang melekat di badan, sementara rahmat dan ampunan Allah jauh
dari pelupuk mata.
Rasulullah saw. telah
bersabda:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا
غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
Siapa
saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya
mengharapkan pahala Allah semata maka diampunilah dosanya yang telah
berlalu.
(HR al-Bukhari dan Muslim).
Allah
SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda Nabi saw. tersebut,
telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang berita pengampunan pada bulan
Ramadhan. Sungguh, ini adalah bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta
kepada makhluk-Nya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan yang
penuh dengan pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam
diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun.
Berkaitan dengan ini, Rasulullah saw. dalam salah satu khuthbahnya sebelum
memasuki Ramadhan menyatakan,
"Dialah bulan yang permulaannya rahmat,
pertengahannya pengampunan, dan akhirnya kemerdekaan dari api neraka.” Lalu
beliau melanjutkan, ”Karenanya, perbanyaklah empat perkara pada bulan
Ramadhan: dua perkara untuk Rabb-nya dan dua perkara kalian menyukainya. Dua
perkara untuk Rabb-nya adalah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian
sukai adalah memohon surga dan berlindung dari neraka.” (HR Ibnu Huzaimah
dari Salman Al Farisi).
Dosa merupakan konsekuensi dari
perbuatan maksiat kepada Allah SWT, baik karena mengabaikan kewajiban ataupun
melakukan keharaman. Manusia sering berbuat dosa, siang maupun malam hari. Di
rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan pribadi, di kereta
api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus, di pabrik dan
dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat kesalahan. Berbuat salah memang
sudah sunnatullah. Sebab, Rasul sendiri telah menyatakan bahwa manusia itu
tempat salah dan lupa. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering
meminta ampunan kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
]وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ
ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ
اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ[
Orang-orang
yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan siapa
lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui.
(QS Ali Imran [3]: 135).
Ayat di atas secara gamblang
menunjukkan bahwa adanya kesempatan pengampunan dari Allah SWT merupakan salah
satu wujud kasih sayang-Nya. Betapa banyak ayat-ayat al-Quran yang menggabungkan
kata Ghafûr (Maha Pengampun) dengan Rahîm (Maha Penyayang).
Karenanya, ketika seorang Muslim meminta ampunan kepada Allah SWT, dia merasakan
penyesalan dan harapan pengampunan. Pada saat yang sama, ia merasakan betapa
besarnya kasih-sayang Allah SWT kepada hamba-Nya; sudahlah dia berbuat dosa, Dia
Yang Maha Pengampun masih membuka pintu pengampunan
baginya.
Selain itu, nash di atas juga
menggambarkan bahwa kaum Muslim harus senantiasa memohon ampunan kepada Allah
SWT. Memang, jika Allah SWT menghendaki, dapat saja suatu dosa seseorang
langsung Dia ampuni. Namun, Dia sendiri memerintahkan kepada manusia untuk
sering meminta ampunan kepada-Nya. Baru kemudian, Allah SWT akan mengampuninya.
Allah SWT sendiri pasti akan mengampuni semua dosa manusia, kecuali dosa syirik,
tentu selama manusia tidak mau bertobat sampai akhir hayatnyaAllah SWT
berfirman:
]إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا
عَظِيمًا[
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain
dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mempersekutukan
Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar.
(QS an-Nisa [4]: 48).
Di
samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering memohon ampunan
kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah memberikan teladan kepadanya. Dalam
hadisnya, Rasul pernah bersabda:
«وَاللهِ إِنِّي َلأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ
إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»
Demi
Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan kepada Allah dan bertobat
kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali sehari.
(HR al-Bukhari dan Muslim)
Padahal Rasulullah saw. adalah
seorang yang maksum, atau terpelihara dari dosa. Beliau dijamin masuk surga.
Namun, beliau tetap terus memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan
Maha Penyayang. Karena itu, Muslim yang menjadikan Baginda Rasul sebagai suri
teladannya akan berupaya untuk sering meminta ampunan, khususnya pada bulan
Ramadhan. Betapa tidak, kesalahan hampir tidak terasa terus menumpuk. Jika
dibiarkan dosa itu akan menggunung, sulit dihilangkan, bahkan lupa tidak
teringat lagi. Hal ini dapat mengakibatkan binasanya orang tersebut. Jiwa
berkarat, berlumur penuh dosa. Melalui permintaan ampunan kepada Allah, insya
Allah, hal ini dapat dihindari.
Allah SWT Maha Penyayang. Dia tidak
pilih kasih dalam memberikan ampunan kepada hamba-Nya. Apapun dosanya, berapapun
banyaknya, selama hamba mau bertobat, Dia akan mengampuninya.
]قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ[
Katakanlah,
"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kalian
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."
(QS az-Zumar [39]: 53).
Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan
yang penuh ampunan ini, seorang Muslim sudah seharusnya banyak meminta ampunan
kepada Allah SWT. Di samping itu, dia akan senantiasa melakukan muhâsabah
(instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada dirinya sendiri
tentang berbagai hal. Berapa banyakkah ia melalaikan shalat? Sudahkah shalatnya
mampu mencegah dirinya dari perbuat keji dan mungkar? Sudahkah ia berpuasa
sesuai dengan syariat? Sudahkah puasanya itu mengantarkan dirinya menjadi orang
yang bertakwa kepada Allah? Dalam berpakaian, sudahkah ia menutup aurat secara
sempurna, atau masih tetap memamerkannya? Adakah makanan dan minuman haram masuk
ke dalam perut? Dalam bergaul, apakah ia telah terikat dengan aturan Islam,
ataukah masih bergaul bebas yang mendekati zina? Allah SWT memerintahkan membina
keluarga berdasarkan Islam, sudahkah ia melaksanakannya? Pendidikan anak,
sudahkah sesuai dengan Islam? Di hadapan mata, di sana-sini tampak kemungkaran,
Allah SWT memerintahkan mencegahnya, sudahkah ia menunaikan perintah itu, atau
masih tetap tidak acuh terhadap kondisi tersebut, atau justru malah dia sendiri
sering melakukan kemungkaran? Masihkah dia menjadikan orang kafir sebagai
pemimpin, pelindung, penolong, dan teman dekat; padahal keharaman tindakan
demikian jelas tertuang dalam al-Quran? Sudahkah dia melaksanakn kewajiban
dakwah yang telah Allah SWT bebankan kepadanya? Allah SWT mewajibkan menegakkan
hukum Islam melalui pemerintahan Islam, sudahkah kita termasuk ke dalam bagian
dari orang-orang yang ikhlas memperjuangkannya, ataukah kita justru menjadi
penghalang bagi bersemai dan berkembangnya dakwah?
Bagi
yang memegang amanah kekuasaan (penguasa), sudahkah ia mengurusi urusan
umat/rakyat sesuai dengan syariat Islam? Sudahkah aturan-aturan ataupun
keputusan-keputusan yang dibuat membela rakyat, bukan membela pihak asing?
Sudahkah peraturan perundangan yang dibuat menyejahterakan masyarakat, ataukah
justru menyengsarakan mereka?
Sesungguhnya
masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang harus diajukan seorang Muslim
kepada dirinya sendiri.
Sungguh,
Allah Mahaadil dalam membalas segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Kalaupun tidak dibalas langsung oleh Allah di dunia maka pembalasan Allah di
akhirat kelak sungguh sangat adil. Tidak pilih kasih.
Ketika
seorang Muslim menemukan ada yang masih bertentangan dengan hukum Allah SWT,
mengabaikan kewajiban atau melakukan keharaman, maka tidak ada cara lain kecuali
ia harus segera memohon ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dengan
taubatan nashuha (tobat dengan sebenar-benarnya). Caranya adalah dengan
menyesal dengan penyesalan yang dalam; tidak akan pernah terbersit lagi dalam
pikirannya untuk mengulanginya lagi dan selanjutnya berupaya untuk
memperbaikinya; jika perbuatannya yang buruk terkait dengan orang lain maka ia
segera meminta maaf kepadanya; jika kesalahannya terkait dengan
keputusan-keputusan atau aturan-aturan yang yang menzalimi rakyat maka segera ia
mencabutnya, meminta maaf kepada umat, serta segera menggantinya dengan
keputusan yang mengayomi dan melindungi umat. Jika tidak demikian, yang rugi
diri sendiri, bukan orang lain. Sungguh, Allah tidaklah bisa disuap apalagi
dipermainkan.
Wahai
Kaum Muslim:
Seorang
Mukmin, teristimewa saat bulan Ramadhan ini, akan menunaikan perintah Allah
SWT:
]سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَاْلأرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ
ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ
الْعَظِيمِ[
Berlomba-lombalah
kalian mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang agung.
(QS al-Hadid [57]: 21).
Sejumlah
ahli tafsir menjelaskan, bersegera menuju ampunan Allah maknanya adalah
bersegera menuju sesuatu yang akan mendatangkan ampunan Allah itu, tidak lain
adalah bersegera menuju ketaatan kepada-Nya.
Walhasil,
marilah kita menuju ampunan Allah dengan cara menjalankan ketaatan secara total
kepada-Nya, tidak lain dengan cara melaksanakan seluruh aturan-aturan-Nya dalam
seluruh aspek kehidupan kita. Berharap akan ampunan Allah tetapi tetap tidak mau
melaksanakan seluruh aturan Allah tentu merupakan tindakan yang bertolak
belakang.
Karena
itu, hendaknya setiap Muslim menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum
untuk melaksanakan ketaatan secara total kepada Allah dengan menjalankan seluruh
syariat-Nya. Hanya dengan itulah Ramadhan kali ini akan jauh lebih bermakna.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar