Minggu, Agustus 12, 2012

RAIHLAH AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN


[] Gus Rochim []

Tak terasa, Ramadhan telah melangkah ke setengah perjalanan. Hanya Allah dan kita sendiri yang tahu, apakah waktu yang sudah terlewat telah termanfaatkan dengan baik untuk ber-taqarrub kepada Allah, ataukah sia-sia belaka—hanya haus dan lapar saja yang melekat di badan, sementara rahmat dan ampunan Allah jauh dari pelupuk mata.
Rasulullah saw. telah bersabda:
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan pahala Allah semata maka diampunilah dosanya yang telah berlalu. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, melalui sabda Nabi saw. tersebut, telah menegaskan kepada kaum Muslim tentang berita pengampunan pada bulan Ramadhan. Sungguh, ini adalah bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta kepada makhluk-Nya.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan pengampunan. Oleh sebab itu, pada bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun. Berkaitan dengan ini, Rasulullah saw. dalam salah satu khuthbahnya sebelum memasuki Ramadhan menyatakan, 

"Dialah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya pengampunan, dan akhirnya kemerdekaan dari api neraka.” Lalu beliau melanjutkan, ”Karenanya, perbanyaklah empat perkara pada bulan Ramadhan: dua perkara untuk Rabb-nya dan dua perkara kalian menyukainya. Dua perkara untuk Rabb-nya adalah mengakui dengan sesungguhnya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian sukai adalah memohon surga dan berlindung dari neraka.” (HR Ibnu Huzaimah dari Salman Al Farisi).

Dosa merupakan konsekuensi dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT, baik karena mengabaikan kewajiban ataupun melakukan keharaman. Manusia sering berbuat dosa, siang maupun malam hari. Di rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan pribadi, di kereta api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus, di pabrik dan dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat kesalahan. Berbuat salah memang sudah sunnatullah. Sebab, Rasul sendiri telah menyatakan bahwa manusia itu tempat salah dan lupa. Untuk itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Allah SWT berfirman:

]وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ[

Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (QS Ali Imran [3]: 135).

Ayat di atas secara gamblang menunjukkan bahwa adanya kesempatan pengampunan dari Allah SWT merupakan salah satu wujud kasih sayang-Nya. Betapa banyak ayat-ayat al-Quran yang menggabungkan kata Ghafûr (Maha Pengampun) dengan Rahîm (Maha Penyayang). Karenanya, ketika seorang Muslim meminta ampunan kepada Allah SWT, dia merasakan penyesalan dan harapan pengampunan. Pada saat yang sama, ia merasakan betapa besarnya kasih-sayang Allah SWT kepada hamba-Nya; sudahlah dia berbuat dosa, Dia Yang Maha Pengampun masih membuka pintu pengampunan baginya.

Selain itu, nash di atas juga menggambarkan bahwa kaum Muslim harus senantiasa memohon ampunan kepada Allah SWT. Memang, jika Allah SWT menghendaki, dapat saja suatu dosa seseorang langsung Dia ampuni. Namun, Dia sendiri memerintahkan kepada manusia untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Baru kemudian, Allah SWT akan mengampuninya. Allah SWT sendiri pasti akan mengampuni semua dosa manusia, kecuali dosa syirik, tentu selama manusia tidak mau bertobat sampai akhir hayatnyaAllah SWT berfirman:

]إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا[

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar. (QS an-Nisa [4]: 48).

Di samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering memohon ampunan kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah memberikan teladan kepadanya. Dalam hadisnya, Rasul pernah bersabda:

«وَاللهِ إِنِّي َلأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً»

Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali sehari. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Padahal Rasulullah saw. adalah seorang yang maksum, atau terpelihara dari dosa. Beliau dijamin masuk surga. Namun, beliau tetap terus memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Karena itu, Muslim yang menjadikan Baginda Rasul sebagai suri teladannya akan berupaya untuk sering meminta ampunan, khususnya pada bulan Ramadhan. Betapa tidak, kesalahan hampir tidak terasa terus menumpuk. Jika dibiarkan dosa itu akan menggunung, sulit dihilangkan, bahkan lupa tidak teringat lagi. Hal ini dapat mengakibatkan binasanya orang tersebut. Jiwa berkarat, berlumur penuh dosa. Melalui permintaan ampunan kepada Allah, insya Allah, hal ini dapat dihindari.

Allah SWT Maha Penyayang. Dia tidak pilih kasih dalam memberikan ampunan kepada hamba-Nya. Apapun dosanya, berapapun banyaknya, selama hamba mau bertobat, Dia akan mengampuninya.

]قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لاَ تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ[

Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS az-Zumar [39]: 53).

Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan yang penuh ampunan ini, seorang Muslim sudah seharusnya banyak meminta ampunan kepada Allah SWT. Di samping itu, dia akan senantiasa melakukan muhâsabah (instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada dirinya sendiri tentang berbagai hal. Berapa banyakkah ia melalaikan shalat? Sudahkah shalatnya mampu mencegah dirinya dari perbuat keji dan mungkar? Sudahkah ia berpuasa sesuai dengan syariat? Sudahkah puasanya itu mengantarkan dirinya menjadi orang yang bertakwa kepada Allah? Dalam berpakaian, sudahkah ia menutup aurat secara sempurna, atau masih tetap memamerkannya? Adakah makanan dan minuman haram masuk ke dalam perut? Dalam bergaul, apakah ia telah terikat dengan aturan Islam, ataukah masih bergaul bebas yang mendekati zina? Allah SWT memerintahkan membina keluarga berdasarkan Islam, sudahkah ia melaksanakannya? Pendidikan anak, sudahkah sesuai dengan Islam? Di hadapan mata, di sana-sini tampak kemungkaran, Allah SWT memerintahkan mencegahnya, sudahkah ia menunaikan perintah itu, atau masih tetap tidak acuh terhadap kondisi tersebut, atau justru malah dia sendiri sering melakukan kemungkaran? Masihkah dia menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, pelindung, penolong, dan teman dekat; padahal keharaman tindakan demikian jelas tertuang dalam al-Quran? Sudahkah dia melaksanakn kewajiban dakwah yang telah Allah SWT bebankan kepadanya? Allah SWT mewajibkan menegakkan hukum Islam melalui pemerintahan Islam, sudahkah kita termasuk ke dalam bagian dari orang-orang yang ikhlas memperjuangkannya, ataukah kita justru menjadi penghalang bagi bersemai dan berkembangnya dakwah?

Bagi yang memegang amanah kekuasaan (penguasa), sudahkah ia mengurusi urusan umat/rakyat sesuai dengan syariat Islam? Sudahkah aturan-aturan ataupun keputusan-keputusan yang dibuat membela rakyat, bukan membela pihak asing? Sudahkah peraturan perundangan yang dibuat menyejahterakan masyarakat, ataukah justru menyengsarakan mereka?

Sesungguhnya masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan lain yang harus diajukan seorang Muslim kepada dirinya sendiri.

Sungguh, Allah Mahaadil dalam membalas segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Kalaupun tidak dibalas langsung oleh Allah di dunia maka pembalasan Allah di akhirat kelak sungguh sangat adil. Tidak pilih kasih.

Ketika seorang Muslim menemukan ada yang masih bertentangan dengan hukum Allah SWT, mengabaikan kewajiban atau melakukan keharaman, maka tidak ada cara lain kecuali ia harus segera memohon ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dengan taubatan nashuha (tobat dengan sebenar-benarnya). Caranya adalah dengan menyesal dengan penyesalan yang dalam; tidak akan pernah terbersit lagi dalam pikirannya untuk mengulanginya lagi dan selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya; jika perbuatannya yang buruk terkait dengan orang lain maka ia segera meminta maaf kepadanya; jika kesalahannya terkait dengan keputusan-keputusan atau aturan-aturan yang yang menzalimi rakyat maka segera ia mencabutnya, meminta maaf kepada umat, serta segera menggantinya dengan keputusan yang mengayomi dan melindungi umat. Jika tidak demikian, yang rugi diri sendiri, bukan orang lain. Sungguh, Allah tidaklah bisa disuap apalagi dipermainkan.

Wahai Kaum Muslim:

Seorang Mukmin, teristimewa saat bulan Ramadhan ini, akan menunaikan perintah Allah SWT:

]سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَاْلأرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ[

Berlomba-lombalah kalian mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang agung. (QS al-Hadid [57]: 21).

Sejumlah ahli tafsir menjelaskan, bersegera menuju ampunan Allah maknanya adalah bersegera menuju sesuatu yang akan mendatangkan ampunan Allah itu, tidak lain adalah bersegera menuju ketaatan kepada-Nya.
Walhasil, marilah kita menuju ampunan Allah dengan cara menjalankan ketaatan secara total kepada-Nya, tidak lain dengan cara melaksanakan seluruh aturan-aturan-Nya dalam seluruh aspek kehidupan kita. Berharap akan ampunan Allah tetapi tetap tidak mau melaksanakan seluruh aturan Allah tentu merupakan tindakan yang bertolak belakang.

Karena itu, hendaknya setiap Muslim menjadikan bulan Ramadhan ini sebagai momentum untuk melaksanakan ketaatan secara total kepada Allah dengan menjalankan seluruh syariat-Nya. Hanya dengan itulah Ramadhan kali ini akan jauh lebih bermakna. 

Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb



Tidak ada komentar:

Posting Komentar