Syeikh Junaid al-Baghdadi
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Pemurah.
Abul Oasim al-Junaid -- rahimahallah -- ditanya tentang etika penempuh jalan Allah
Azza wa jalla, maka al-Junaid menjawab, "Hendaknya engkau ridha terhadap Allah
Azza wa Jalla dalam seluruh tingkah laku ruhani, dan hendaknya engkau tidak
meminta kepada siapa pun kecuali kepada Allah Ta'ala." Beliau juga ditanya tentang
intuisi kebaikan, apakah intuisi itu hanya satu atau banyak? Al-Junaid menjawab,
"Kadang-kadang bisikan (intuisi) yang mengajak pada kepatuhan itu terdiri dari tiga
arah:
1. Bisikan yang dibangkitkan oleh intuisi syetan;
2. Bisikan nafsu yang dibangkitkan intuisi syahwat dan peringanan beban; dan
3. Bisikan Rabbany yang dibangkitkan oleh intuisi taufik.
Ketiganya sulit dibedakan dalam hal ajakannya untuk patuh. Untuk membedakan harus
didasari amaliah yang benar, sebagaimana sabda Rasulullah saw, "Barangsiapa
dibukakan pintu kebaikan, maka cepatlah ia meraihnya." Dan tentunya, kita harus
menolak pintu terbuka di luar kebajikan. Sementara intusi syetan itu berdasar firman
Allah swt.:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syetan,
mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-
kesalahannya." (O.s. Al-A'raaf: 201).
Sedangkan intuisi syahwat yang merupakan bisikan nafsu, berdasar sabda Rasuluilah
saw, "Neraka itu dihiasi oleh kesenangan-kesenangan." Masing-masing intuisi atau
bisikan tersebut memiliki perbedaan spesifik yang bisa dibedakan oleh pihak yang
mendapatkannya.
Bisikan nafsu yang dibangkitkan intuisi syahwat dan upaya pencarian keringanan
beban dan kesenangan; maka dalam konteks ini, syahwat terbagi menjadi:
1. Syahwat Nafsaniyah, Seperti cinta kedudukan dan keluhuran, usaha membalas
(dendam) ketika marah, dan merendahkan pihak yang kontra kepadanya, dan
sebagainya; serta
2. Syahwat jasmaniyah, seperti makan, minum, kawin, berpakaian, bersih, dan
sebagainya.
Bagi nafsu, ada upaya kebutuhan pada obyek-obyek kenikmatan ini menurut
jangkauan masing-masing dan tekanannya yang kuat kepada masing-masing ragam
dari nafsu tersebut.
Bagi orang yang mendapatkan bisikan nafsu ada dua tanda yang berdiri pada posisi
seorang saksi yang adil dalam membedakan bisikan yang ditentukan:
Pertama, bisikan itu datang di saat ada kebutuhan mendesak pada unsur-unsur yang
serupa tersebut, seperti munculnya keinginan kawin ketika hal-hal yang disenangi
sangat mendesak, namun kebutuhan itu dijumbuhkan, bahwa tujuan kawin itu
mengamalkan perintah Nabi saw, "Nikahlah kalian, agar kalian menurunkan
keturunan. Sebab aku akan berlomba-lomba memperbanyak ummat lewat kalian di
hari Kiamat." Juga seakan-akan didasari oleh sabda Nabi saw, "Tak ada kependetaan di
dalam Islam," hal yang sama juga dalam soal makan di saat lapar. Lalu kadang-kadang
dijumbuhkan dengan ajakan pada dirimu untuk meninggalkan puasa atau
mendapatkan hal-hal yang menyenangkan, dengan alasan tersebut. Misalnya engkau
mengatakan, bahwa puasa yang terus-menerus itu bisa melemahkan keinginan untuk
taat; dan bahwa meninggalkan makanan yang enak ini, bisa melukai teman Muslim
yang mengundangnya; atau bisa melukai perasaan keluarga manakala makanan itu
memang sangat diminati oleh keluarganya.
Tetapi kadang-kadang ada godaan yang mengkhianatimu dengan warna lain, misalnya
ada bisikan yang mengatakan kepadamu, "Jauhilah nafsu dengan meraih hal-hal yang
tidak menyenangkan, agar bisikan nafsu itu tidak masuk kepadamu, yang bisa merusak
ibadahmu," dan sebagainya yang serupa. Semua ini merupakan godaan dan
penyimpangan bisikan tersebut.
Semisal dengannya, ketika ada rasa berat dan enggan untuk beribadah, lalu bisikan itu
datang dengan menggunakan alasan hadis bahwa Nabi saw. melarang "tidak nikah",
melarang pemaksaan diri, seperti sabdanya, "Lakukanlah amalmu semampumu," dan
sabdanya lagi, "Pohon yang ditumbuhkan, tidak pada bumi yang gersang, juga tidak
pada tanah yang kasar." Bahkan memperbanyak ibadah yang mendorong keletihanmu,
syahwatnya mencegah untuk menjurus pada rusaknya ibadah atau mencegah untuk
berpaling dari ibadah. Lantas membawamu pada bunuh diri atau penjara dan
sepadannya, karena adanya khayalan atas dua kondisi tesebut, yang menjanjikan
kesenangan dan hilangnya beban.
Salah satu dari dua bukti dari bab ini, diawali dengan kejenuhan dan kepayahan, ketika
muncul keinginan untuk lepas beban, dan diawali dengan sesuatu yang menyenangkan
yang dimunculkan oleh intuisi syahwat. Karena itu harus direnungkan perihal dua
kondisi tersebut. Apabila telah didahului oleh dua motivasi tersebut, berarti itu bisikan
nafsu. Kebutuhan nafsu adalah faktor yang mengajak dan menggerakkannya.
Kesimpulannya bahwa bisikan tersebut bersifat syahwat atau keinginan pada hal yang
menyenangkan. Maka pada galibnya bisikan seperti itu pasti dari nafsu. Sedangkan
saksi kedua adalah desakan bisikan ini dan tidak adanya pemutusan terhadap bisikan
tersebut, hingga datangnya semacam kemampuan sepanjang engkau menolak dan
berjuang melawan nafsumu, yang mendesak dan mengeraskan kepalamu, lalu muncul
desakan bahwa memohon perlindungan, rasa takut, waspada dan rasa suka itu tidak
ada gunanya. Bahkan yang muncul adalah dorongan yang mendesak terus-menerus.
Yang demikian ini merupakan bukti-bukti yang gamblang, bahwa desakan demikian
dari nafsu. Sebab nafsu itu seperti anak-anak, ketika anak-anak di larang malah
tampak keras kepalanya.
Dua kondisi seperti itu merupakan bukti yang adil, manakala bertemu, tidak bisa
diragukan sebagai bisikan nafsu. Terapinya untuk menanggulangi masalah ini adalah
kontra secara radikal dan upaya yang penuh. Engkau harus mencegah keinginan bebas
beban di saat muncul pembangkit bisikan kepayahan dan kelelahan ibadah, atau posisi
yang memberatkan, agar bisa mencegah gerakan intuitif seperti itu. Apabila bisikan itu
bersifat emosi syahwat, terapinya melalui tindak preventif terhadap faktor yang
memburunya, atau engkau menolak dari kesenangan lain agar lebih kuat tindak
pencegahannya.
Sedangkan intuisi syetan ditandai dengan dua hal pula:
Pertama,
dengan munculnya sebagian apa yang dibutuhkan nafsu melalui ajakan syahwat atau
ajakan bebas beban dalam waktu-waktu yang diinginkan sebagai tuntutan nafsu.
Perbedaan antara intuisi syetan dan intuisi nafsu, bahwa intuisi syetan itu sangat
mendesak.
Kedua, intuisi syetan itu dimulai dan ditimpakan pada akalnya, sementara intuisi nafsu
berkaitan dan menggerakkan wataknya seperti syahwat dan rasa senang. Oleh sebab
itu was-was syetan berjalan menuruti alur pembicaraan manusia dengan dirinya.
Hanya saja perbedaan di sana-sini tidak terlihat jelas.
Manusia menggerakkan hatimu dari arah indera pendengaran di saat berbicara; atau
mendengar dan melihat ketika menunjukkan (mengisyaratkan); serta merasakan
ketika meraba; sementara syetan mengganggu melalui was-was dan perabaan hati
serta membisik dalam hati. Syetan tidak tahu yang ghaib, namun ia datang kepada
nafsu dari sisi akhlak yang direkayasa untuk dilakukannya. Inilah perbedaan antara
intuisi nafsu dengan intuisi syetan.
Adapun intuisi Rabbany, ditunjukkan melalui dua bukti.
Pertama,
muncul berselaras dengan syariat bagi pelakunya, dan ada bukti-bukti kebenarannya.
Kedua, tidak diawali hasrat nafsu ketika menerima intuisi tersebut, justru muncul
ragam keleluasaan.
Intuisi tersebut merobohkan nafsu, tanpa adanya permulaan seperti pada intuisi
syetan. Hanya saja kecepatan nafsu berselaras dengan intuisi syetan, lebih banyak,
lebih gamblang, dan lebih membuatnya malas. Karena syetan itu tiba dari sisi syahwat
dan kesenangannya.
Sedangkan intuisi Rabbany datang dari segi beban dan tugas. Nafsu menolak
kedatangan tugas dari intuisi Rabbany. Inilah perbedaan antara intuisi Rabbany, intuisi
nafsu dan intuisi syaithany. Apabila engkau kedatangan bisikan atau intuisi, maka
timbanglah dengan tiga kriteria di atas, buktikan dengan bukti-bukti yang kami
tunjukkan, sehingga engkau bisa membedakan berbagai intuisi.
Jadikanlah intuisi syetan dan nafsu -- sebagaimana kami sebutkan untukmu -- untuk
ditolak, lalu bergegaslah dengan intuisi Rabbany. Jangan engkau abaikan intuisi
Rabbany itu, sebab waktu itu sempit dan kondisi ruhani itu bisa berubah.
Engkau harus waspada dengan buaian nafsu dan was-was syetan. Sebab pintu ini
termasuk pintu kebajikan yang dibukakan untukmu, maka raihlah hingga engkau bisa
memulai dari awalnya.
Misalnya, muncul bisikan kepada orang yang dianjurkan berpuasa pada sebagian bulan
atau qiyamullail, lalu bisikan itu datang, "Sudahlah, nanti saja kalau malam sudah
habis," atau kata-kata, "Nanti saja kalau bulan akan habis," padahal bisikan seperti itu
adalah rekayasa bagi pemilik pintu taufik.
Bisikan-bisikan seperti itu tidak abadi, namun cepat berubah. Sedangkan bergegas
untuk berpegang erat pada intuisi Rabbany, sangat dianjurkan syariat. Ada dua
manfaat di dalamnya:
Pertama, bahwa waktu yang ada adalah waktu yang paling sempurna, seperti waktu-
waktu dimana hadist-hadist menyebutkan turunnya anugerah Allah Azza wa Jalla, dan
turunnya rahmat serta ampunan. Sementara pandangan-pandangan Allah swt. kepada
makhluk-Nya tiada terbatas.
Kedua, semangat untuk menjalankan perintah-perintah dan taat ketika muncul berkah
dibalik amal. Di sinilah rasa malas menjadi sirna, karena berhadapan dengan
hembusan-hembusan Rahmat Allah Ta'ala. Demikian pula sekaligus menjadi manfaat
olah jiwa (riyadhah nafsu) untuk segera melaksanakan perintah-perintah. Wallahu
A'lam wa Ahkam.
Demikian akhir dari ucapan Abul Qosim al-junaid -- semoga Allah menyucikan ruhnya
dan mencerahkan kuburnya. Dan segala puji hanya bagi Allah Tuhan sementa alam,
serta shalawat dan salam semoga terlimpah pada junjungan kita Muhammad, beserta
keluarga dan sahabatnya semuanya, dengan salam sejahtera yang melimpah ruah
Rabu, Maret 07, 2012
ETIKA PENEMPUH JALAN ALLAH
Published with Blogger-droid v2.0.4
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar