Minggu, April 29, 2012

Musibah Dan Hakikatnya Serta Pahala Yang Allah Persiapkan Bagi Yang Bersabar Menghadapinya

Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi

wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan

rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.

“ (Al-Baqarah: 156-157).

Umar bin Al-Khaththab berkata: “Sebaik-baik dua keadilan dan keutamaan.” “Mereka

itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya…”

Disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq. [1]

Allah Subhanahu WaTa’ala Juga berfirman

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan

barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada

hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “ (Ath-Thaghabun:11)

Alqamah dan banyak ulama tafsir lain menyatakan: “Yang dimaksud adalah

musibah yang menimpa seseorang, lalu seseorang itu tahu bahwa itu berasal dari Allah,

dan dia pun ridha dan menerimanya.” Ayat-ayat yang berhubungan dengan hal ini

banyak sekali.

Kalangan ahli bahasa menyatakan: “Kata musibah bisa juga disebut dengan mushabah

atau mashubah. Hakikatnya adalah hal-hal buruk yang menimpa seseorang.”

Al-Qurthubi menyatakan:“Musibah adalah segala yang menganggu seorang mukmin dan

menjadi bencana baginya. Dikatakan misalnya: si Fulan terkena musibah. Kata musibah

itu sendiri adalah lafal tunggal, jamaknya masha’ib . Sementara kata mashubah adalah

kata benda dari musibah yang artinya sama. Kalangan Arab membuat bentuk jamaknya

dengan hamzah ( masha’ib) yang mana asal hamzah itu adalah wawu, seolah-olah

mereka menyamakan dengan huruf tambahan. Asalnya adalah mashawib , juga bisa

dikatakan masha’ib . Musibah sendiri artinya adalah yang mengenai, sebagaimana

dinyatakan oleh seorang penyair:

“Wahai Sulaim, sesungguhnya korbanmu (mushab-mu) adalah seorang lelaki yang

menghadiakan salam sebagai ucapan selamat yang tidak jelas.”

Dalam salah satu ungkapan bahasa: Shaaba As-Sahmu Al-Qirthaasa, yang artinya adalah:

ashabahu (mengenainya). Sementara arti musibah sendiri adalah bencana yang

menimpa seseorang, meskipun sepele. Digunakan juga arti: keburukan.

Ikrimah meriwayatkan secara mursal bahwa lampu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

suatu malam padam, lalu beliau bersabda: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Ada yang

bertanya : “Apakah ini musibah wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Betul. Segala yang

menyusahkan kita adalah musibah.”

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim [2] diriwayatkan dari hadits Abu Said dan Abu

Hurairah. Bahwa keduanya pernah mendengar Rasulullah bersabda:

“Setiap musibah yang menimpa mukmin, baik berupa wabah, rasa lelah, penyakit, rasa

sedih, sampai kekalutan hati, pasti Allah akan menjadikannya pengampun dosa-

dosanya.”

Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim [3] dari Urwah, dari Aisyah bahwa ia berkata:

Rasulullah bersabda:

“Setiap musibah yang menimpa seorang muslim, pasti Allah mengampuni (sebagian)

dosanya, meski hanya duri yang menusuk kakinya.”

Imam Ahmad berkata: “ Yunus telah menyampaikan sebuah riwayat kepada kami, ia

berkata: Laits-yakni Ibnu Sa’id-telah menyampaikan sebuah riwayat kepada kami, ia

berkata: ‘Dari Yazid bin Abdullah, dari Amru bin Abu Amru, dari Al-Muthalib, dari Ummu

Salamah, diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abu Salamah pernah datang  kepada kami

suatu hari dan berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah mengucapkan satu

perkataan yang membuat hatiku senang. Beliau bersabda:

“Setiap muslim yang tertimpa musibah lalu bersabar dan mengucapkan Inna lillahi wa

inna ilaihi raji’un tatkala datang musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:’Ya Allah,

berikanlah kepadaku pahala karena musibah ini dan berikanlah kepadaku ganti yang

lebih baik’;pasti Allah mengabulkan permohonannya itu.”

Ummu Salamah berkata: “Aku camkan betul-betul sabda beliau tersebut. Ketika Abu

Salamah meninggal dunia, akupun bersabar dengan musibah itu dan mengucapkan

kalimat istirja’ sambil berdoa: “Ya Allah, berikanlah kepadaku pahala dalam musibah ini

dan berikanlah kepadaku ganti yang lebih baik.” Dalam satu lafazh, Ummu Salamah

lalu berkata: “Kemudian aku bertanya kepada diriku sendiri: ‘Siapa gerangan yang lebih

baik dari Abu Salamah?’ Ketika masa iddahku habis, Rasulullah meminta ijin kepadaku

untuk masuk ke rumahku. Kala itu aku sedang menyamak kulit. Aku pun mencuci tangan

dari tanah yang melekat  lalu kuijinkan beliau masuk. Aku memberikan kepada beliau

bantal yang berisi sabut, lalu beliau mendudukinya. Beliau lalu meminangku untuk beliau

sendiri. Usai beliau berbicara, aku segera menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada alasan

bagi diriku untuk menolakmu. Tetapi aku ini wanita yang pencemburu , aku takut

engkau akan mendapatkan pada diriku hal-hal yang menyebabkan Allah murka kepadaku

karenanya, aku juga wanita yang sudah berumur, selain itu anak-anakku juga banyak.”

Beliau menanggapi: “Adapun sifat cemburu yang engkau sebutkan tadi, Allah akan

menghilangkannya dari dirimu. Sedangkan soal umur, aku juga tidak lebih muda darimu.

Sementara soal anak, semua anakmu akan menjadi anakku.” Ummu Salamah berkata:

“Maka aku pun menerima pinangan Rasulullah. “Tak lama, Rasulullah menikahinya.

Beberapa waktu kemudian, Ummu Salamah berkata: “Allah telah mengganti untuk

diriku yang lebih baik dari Abu Salamah: yakni Rasulullah.” Hadits ini telah

diriwayatkan melalui beberapa jalur dalam kitab-kitab Ash-Shahih dan Musnad.

Nanti akan dipaparkan, Insya Allah”. [4]


Published with Blogger-droid v2.0.4
Catatan kaki [1]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara muallaq III: 137-138 dalam kitab Al-Jana’iz, bab ketabahan adalah ketika mula pertama terjadi cobaan. Lihat apa yang dinyatakan oleh Al- Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. [2]. Diriwayatkan oleh Al-Bukahri X:91 dalam kitab Al-Mardha, bab:Riwayat tentang kifarat bagi orang sakit. Juga oleh Muslim no. 2573 dalam kitab Al-Birr, bab: Pahala bagi seorang mukmin yang tertimpa musibah penyakit. Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi no. 966 dalam kitab Al-Jana’iz,bab: Riwayat tentang pahala orang sakit. Juga oleh Ahmad dalam Al-Musnad II:303,335,III:4,18,24,48,81. Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa penyakit-penyakit dan hal-hal yang menyusahkan sejenisnya yang menimpa seorang mukmin akan membersihkan dirinya dari dosa. Oleh sebab itu, sudah selayaknya seseorang itu tidak menambahkan penyakit dan musibah yang menimpanya dengan hilangnya pahala. [3]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari X:89,90 dalam Kitab Al-Mardha. Muslim no. 2572. At- Tirmidzi no. (965). [4]. Diriwayatkan oleh Muslim no. 918 dalam kitab Al-Jana’iz. Abu Daud no. 3119. At- Tirmidzi no. 3506.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar