Allah Subhanahu WaTa’ala berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi
wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
“ (Al-Baqarah: 156-157).
Umar bin Al-Khaththab berkata: “Sebaik-baik dua keadilan dan keutamaan.” “Mereka
itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya…”
Disebutkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq. [1]
Allah Subhanahu WaTa’ala Juga berfirman
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. “ (Ath-Thaghabun:11)
Alqamah dan banyak ulama tafsir lain menyatakan: “Yang dimaksud adalah
musibah yang menimpa seseorang, lalu seseorang itu tahu bahwa itu berasal dari Allah,
dan dia pun ridha dan menerimanya.” Ayat-ayat yang berhubungan dengan hal ini
banyak sekali.
Kalangan ahli bahasa menyatakan: “Kata musibah bisa juga disebut dengan mushabah
atau mashubah. Hakikatnya adalah hal-hal buruk yang menimpa seseorang.”
Al-Qurthubi menyatakan:“Musibah adalah segala yang menganggu seorang mukmin dan
menjadi bencana baginya. Dikatakan misalnya: si Fulan terkena musibah. Kata musibah
itu sendiri adalah lafal tunggal, jamaknya masha’ib . Sementara kata mashubah adalah
kata benda dari musibah yang artinya sama. Kalangan Arab membuat bentuk jamaknya
dengan hamzah ( masha’ib) yang mana asal hamzah itu adalah wawu, seolah-olah
mereka menyamakan dengan huruf tambahan. Asalnya adalah mashawib , juga bisa
dikatakan masha’ib . Musibah sendiri artinya adalah yang mengenai, sebagaimana
dinyatakan oleh seorang penyair:
“Wahai Sulaim, sesungguhnya korbanmu (mushab-mu) adalah seorang lelaki yang
menghadiakan salam sebagai ucapan selamat yang tidak jelas.”
Dalam salah satu ungkapan bahasa: Shaaba As-Sahmu Al-Qirthaasa, yang artinya adalah:
ashabahu (mengenainya). Sementara arti musibah sendiri adalah bencana yang
menimpa seseorang, meskipun sepele. Digunakan juga arti: keburukan.
Ikrimah meriwayatkan secara mursal bahwa lampu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
suatu malam padam, lalu beliau bersabda: “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Ada yang
bertanya : “Apakah ini musibah wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Betul. Segala yang
menyusahkan kita adalah musibah.”
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim [2] diriwayatkan dari hadits Abu Said dan Abu
Hurairah. Bahwa keduanya pernah mendengar Rasulullah bersabda:
“Setiap musibah yang menimpa mukmin, baik berupa wabah, rasa lelah, penyakit, rasa
sedih, sampai kekalutan hati, pasti Allah akan menjadikannya pengampun dosa-
dosanya.”
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim [3] dari Urwah, dari Aisyah bahwa ia berkata:
Rasulullah bersabda:
“Setiap musibah yang menimpa seorang muslim, pasti Allah mengampuni (sebagian)
dosanya, meski hanya duri yang menusuk kakinya.”
Imam Ahmad berkata: “ Yunus telah menyampaikan sebuah riwayat kepada kami, ia
berkata: Laits-yakni Ibnu Sa’id-telah menyampaikan sebuah riwayat kepada kami, ia
berkata: ‘Dari Yazid bin Abdullah, dari Amru bin Abu Amru, dari Al-Muthalib, dari Ummu
Salamah, diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abu Salamah pernah datang kepada kami
suatu hari dan berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah mengucapkan satu
perkataan yang membuat hatiku senang. Beliau bersabda:
“Setiap muslim yang tertimpa musibah lalu bersabar dan mengucapkan Inna lillahi wa
inna ilaihi raji’un tatkala datang musibah tersebut, kemudian ia mengucapkan:’Ya Allah,
berikanlah kepadaku pahala karena musibah ini dan berikanlah kepadaku ganti yang
lebih baik’;pasti Allah mengabulkan permohonannya itu.”
Ummu Salamah berkata: “Aku camkan betul-betul sabda beliau tersebut. Ketika Abu
Salamah meninggal dunia, akupun bersabar dengan musibah itu dan mengucapkan
kalimat istirja’ sambil berdoa: “Ya Allah, berikanlah kepadaku pahala dalam musibah ini
dan berikanlah kepadaku ganti yang lebih baik.” Dalam satu lafazh, Ummu Salamah
lalu berkata: “Kemudian aku bertanya kepada diriku sendiri: ‘Siapa gerangan yang lebih
baik dari Abu Salamah?’ Ketika masa iddahku habis, Rasulullah meminta ijin kepadaku
untuk masuk ke rumahku. Kala itu aku sedang menyamak kulit. Aku pun mencuci tangan
dari tanah yang melekat lalu kuijinkan beliau masuk. Aku memberikan kepada beliau
bantal yang berisi sabut, lalu beliau mendudukinya. Beliau lalu meminangku untuk beliau
sendiri. Usai beliau berbicara, aku segera menjawab: “Wahai Rasulullah, tidak ada alasan
bagi diriku untuk menolakmu. Tetapi aku ini wanita yang pencemburu , aku takut
engkau akan mendapatkan pada diriku hal-hal yang menyebabkan Allah murka kepadaku
karenanya, aku juga wanita yang sudah berumur, selain itu anak-anakku juga banyak.”
Beliau menanggapi: “Adapun sifat cemburu yang engkau sebutkan tadi, Allah akan
menghilangkannya dari dirimu. Sedangkan soal umur, aku juga tidak lebih muda darimu.
Sementara soal anak, semua anakmu akan menjadi anakku.” Ummu Salamah berkata:
“Maka aku pun menerima pinangan Rasulullah. “Tak lama, Rasulullah menikahinya.
Beberapa waktu kemudian, Ummu Salamah berkata: “Allah telah mengganti untuk
diriku yang lebih baik dari Abu Salamah: yakni Rasulullah.” Hadits ini telah
diriwayatkan melalui beberapa jalur dalam kitab-kitab Ash-Shahih dan Musnad.
Nanti akan dipaparkan, Insya Allah”. [4]
Minggu, April 29, 2012
Musibah Dan Hakikatnya Serta Pahala Yang Allah Persiapkan Bagi Yang Bersabar Menghadapinya
Published with Blogger-droid v2.0.4
Catatan kaki
[1]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara muallaq III: 137-138 dalam kitab Al-Jana’iz, bab
ketabahan adalah ketika mula pertama terjadi cobaan. Lihat apa yang dinyatakan oleh Al-
Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
[2]. Diriwayatkan oleh Al-Bukahri X:91 dalam kitab Al-Mardha, bab:Riwayat tentang
kifarat bagi orang sakit. Juga oleh Muslim no. 2573 dalam kitab Al-Birr, bab: Pahala bagi
seorang mukmin yang tertimpa musibah penyakit. Diriwayatkan juga oleh At-Tirmidzi no.
966 dalam kitab Al-Jana’iz,bab: Riwayat tentang pahala orang sakit. Juga oleh Ahmad
dalam Al-Musnad II:303,335,III:4,18,24,48,81. Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa
penyakit-penyakit dan hal-hal yang menyusahkan sejenisnya yang menimpa seorang
mukmin akan membersihkan dirinya dari dosa. Oleh sebab itu, sudah selayaknya
seseorang itu tidak menambahkan penyakit dan musibah yang menimpanya dengan
hilangnya pahala.
[3]. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari X:89,90 dalam Kitab Al-Mardha. Muslim no. 2572. At-
Tirmidzi no. (965).
[4]. Diriwayatkan oleh Muslim no. 918 dalam kitab Al-Jana’iz. Abu Daud no. 3119. At-
Tirmidzi no. 3506.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar