Rabu, Juli 25, 2012

Puasa Yang Berkualitas


Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,

Puasa Ramadhan merupakan ibadah istimewa yang akan dinilai langsung oleh Allah sehingga ia
tidak dibatasi oleh pelipatgandaan pahala 10 sampai 700 kali. Rasulullah SAW:

ُّﻞُﻛ ِﻞَﻤَﻋ َﻡَﺩﺁ ِﻦْﺑﺍ ُﻒَﻋﺎَﻀُﻳ ﺎَﻬِﻟﺎَﺜْﻣَﺃ ُﺮْﺸَﻋ ُﺔَﻨَﺴَﺤْﻟﺍ ِﺔَﺋﺎِﻤِﻌْﺒَﺳ ﻰَﻟِﺇ ٍﻒْﻌِﺿ
َﻝﺎَﻗ ُﻪَّﻠﻟﺍ َّﻞَﺟَﻭ َّﺰَﻋ ُﻪَّﻧِﺈَﻓ َﻡْﻮَّﺼﻟﺍ َّﻻِﺇ ﻰِﻟ ﺎَﻧَﺃَﻭ ﻯِﺰْﺟَﺃ ِﻪِﺑ

Setiap amal anak Adam dilipatgandakan; sati kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang
serupa sampai tujuh ratus kali. Allah Azza wa Jalla berfirman, “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa
itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang membalasnya…” (HR. Muslim, An-Nasai, Ad-Darimi, dan Al-
Baihaqi)

Nilai puasa di sisi Allah, dengan demikian, akan sangat bergantung pada kualitasnya. Semakin ia
berkualitas, semakin tinggi nilainya di sisi Allah. Sebaliknya, puasa yang kualitasnya sekedar
menahan lapar dan haus, ia tidak bernilai apa-apa di sisi Allah. Rasulullah SAW bersabda:

ٍﻢِﺋﺎَﺻ َّﺏُﺭ َﺲْﻴَﻟ ْﻦِﻣ ُﻪَﻟ ِﻪِﻣﺎَﻴِﺻ ُﻉﻮُﺠْﻟﺍ َّﻻِﺇ

Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar.
(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

Melakukan amal dengan optimal dan berusaha mendapatkan kualitas tertinggi adalah sebuah
keharusan. Inilah mengapa Dr. Musthafa Dieb Al-Bugho dan Muhyidin Mistu dalam Al-Wafi saat
menjelaskan hadits :

َّﻥِﺇ َﻪَّﻠﻟﺍ َﺐَﺘَﻛ ﻰَﻠَﻋ َﻥﺎَﺴْﺣِﻹﺍ ِّﻞُﻛ ٍﺀْﻰَﺷ

Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal (HR. Muslim)

Beliau berdua mengatakan: Hadits ini merupakan nash (dalil) yang menunjukkan keharusan
berlaku ihsan. Yaitu dengan melakukan suatu perbuatan dengan baik dan maksimal.
Maka, begitupun dengan puasa. Marilah kita tunaikan puasa kita dengan sebaik-baiknya sehingga
ia benar-benar menjadi puasa yang berkualitas. Lalu apa saja kriteria puasa yang berkualitas itu?

Ikhlas

Ikhwani fillah rahimakumullah,
Inilah penentu awal kualitas puasa kita; keikhlasan. Tidak hanya puasa, bahkan seluruh amal akan
ditentukan pertama kali oleh standar ini. Jika ia melakukannya ikhlas karena Allah maka amalnya
menuju Allah (berpeluang diterima Allah), tetapi jika ia melakukannya karena selain Allah, maka
amal itu tidak memiliki peluang sama sekali untuk menjadi bernilai di sisi Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda:

ُﻝﺎَﻤْﻋَﻷﺍ ﺎَﻤَّﻧِﺇ ﺎَﻣ ٍﺉِﺮْﻣِﻻ ﺎَﻤَّﻧِﺇَﻭ ، ِﺔَّﻴِّﻨﻟﺎِﺑ ﻯَﻮَﻧ

Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang
ia niatkan. (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikian juga dengan ampunan yang dijanjikan Allah bagi orang yang berpuasa. Tidak serta merta
ampunan ini akan didapatkan semua orang. Hanya mereka yang ikhlas saja yang berhak
mendapatkan janji ini dan membuktikannya di hadapan Allah SWT kelak di akhirat.

ﻡﺎﺻ ﻦﻣ ﺎﻧﺎﻤﻳﺇ ﻥﺎﻀﻣﺭ ﺮﻔﻏ ﺎﺑﺎﺴﺘﺣﺍﻭ ﺎﻣ ﻪﻟ ﻦﻣ ﻡﺪﻘﺗ ﻪﺒﻧﺫ

Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap perhitungan (pahala) akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (Muttafaq ‘alaih)

Hadits di atas sekaligus menjadi dalil bahwa mengharapkan pahala dari Allah adalah termasuk
ikhlas. Ini berbeda dengan ungkapan sufi yang ekstrim mengatakan tentang keikhlasan:

Ya Allah,
Jika aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga
Haramkanlah aku memasukinya
Jika aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka
Campakkanlah aku ke dalamnya


Dan, alhamdulillah, menjaga keikhlasan puasa itu lebih mudah dari pada ibadah lain, karena puasa
adalah amalan batin. Maka Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya’ Ulumiddin: “Puasa itu sendiri
rahasia yang padanya tidak ada amal yang disaksikan. Seluruh amal ketaatan itu disaksikan dan
dilihat oleh makhluk sedangkan puasa hanya dilihat oleh Allah Azza wa Jalla, karena puasa itu amal
batin dengan semata-mata kesabaran.”

Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa

Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah,
Tentu saja untuk menjadi berkualitas, puasa itu harus sah. Artinya, kita harus meninggalkan hal-
hal yang membatalkan puasa.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa hal-hal yang membatalkan puasa itu dibagi
menjadi dua;

Pertama, hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib qadha’

a. Makan atau minum dengan sengaja. Jika seseorang makan dan minum dalam keadaan lupa, itu
tidak membatalkan puasanya.

ْﻦَﻣ َﻰِﺴَﻧ ٌﻢِﺋﺎَﺻ َﻮُﻫَﻭ َﻞَﻛَﺄَﻓ ْﻭَﺃ َﺏِﺮَﺷ ُﻪَﻣْﻮَﺻ َّﻢِﺘُﻴْﻠَﻓ ﺎَﻤَّﻧِﺈَﻓ ُﻪَﻤَﻌْﻃَﺃ ُﻪَّﻠﻟﺍ
ُﻩﺎَﻘَﺳَﻭ

Barangsiapa yang lupa, padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum, hendaknya ia meneruskan
puasanya. Karena ia diberi makan dan minum oleh Allah. (HR. Jamaah)

b. Muntah dengan sengaja

ْﻦَﻣ َﺲْﻴَﻠَﻓ ُﺀْﻰَﻘْﻟﺍ ُﻪَﻋَﺭَﺫ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ِﻦَﻣَﻭ ٌﺀﺎَﻀَﻗ َﺀﺎَﻘَﺘْﺳﺍ ِﺾْﻘَﻴْﻠَﻓ ﺍًﺪْﻤَﻋ
Barangsiapa didesak muntah, ia tidak wajib mengqadha, tetapi siapa yang menyengaja muntah
hendaklah ia mengqadha. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,
Daruquthni, dan Hakim)

c. Mengeluarkan sperma, baik karena mencium istrinya atau hal lain di luar bersetubuh dan
mimpi. Jika bersetubuh ia terkena kafarat, jika karena mimpi maka tidak mempengaruhi puasanya.

d. Meniatkan berbuka. Karena niat merupakan rukun puasa, maka niat berbuka berarti
membatalkan puasanya.

Kedua, hal-hal yang membatalkan puasa dan wajib qadha’ dan kafarat

Mengenai tindakan membatalkan puasa dan karenanya wajib qadha berikut kafarat, menurut
jumhur ulama hanyalah bersenggama dan tidak ada yang lain. Kafaratnya adalah memerdekakan
budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu memberikan
makan kepada 60 orang miskin.

ﻰِﺑَﺃ ْﻦَﻋ - َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ ﻰﺿﺭ ﻪﻠﻟﺍ - ﻪﻨﻋ َﻝﺎَﻗ َﺀﺎَﺟ ٌﻞُﺟَﺭ ﻰَﻟِﺇ ِﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ -
ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ - . ُﺖْﻜَﻠَﻫ َﻝﺎَﻘَﻓ » َﻝﺎَﻘَﻓ َﻙﺍَﺫ ﺎَﻣَﻭ « َﻝﺎَﻗ .
ﻰِﻓ ﻰِﻠْﻫَﺄِﺑ ُﺖْﻌَﻗَﻭ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ َﻝﺎَﻗ . ُﺪِﺠَﺗ » « ًﺔَﺒَﻗَﺭ . َﻻ َﻝﺎَﻗ َﻝﺎَﻗ . »
ْﻞَﻬَﻓ ْﻥَﺃ ُﻊﻴِﻄَﺘْﺴَﺗ َﻡﻮُﺼَﺗ ِﻦْﻳَﺮْﻬَﺷ « ِﻦْﻴَﻌِﺑﺎَﺘَﺘُﻣ . َﻻ َﻝﺎَﻗ َﻝﺎَﻗ . »
ْﻥَﺃ ُﻊﻴِﻄَﺘْﺴَﺘَﻓ َﻢِﻌْﻄُﺗ ﺎًﻨﻴِﻜْﺴِﻣ َﻦﻴِّﺘِﺳ . « َﻝﺎَﻗ . َﻻ َﺀﺎَﺠَﻓ َﻝﺎَﻗ ٌﻞُﺟَﺭ َﻦِﻣ
ِﺭﺎَﺼْﻧَﻷﺍ ٍﻕَﺮَﻌِﺑ ُﻞَﺘْﻜِﻤْﻟﺍ ُﻕَﺮَﻌْﻟﺍَﻭ - - ٌﺮْﻤَﺗ ِﻪﻴِﻓ » َﻝﺎَﻘَﻓ ﺍَﺬَﻬِﺑ ْﺐَﻫْﺫﺍ
ْﻕَّﺪَﺼَﺘَﻓ ِﻪِﺑ « َﻝﺎَﻗ . ﻰَﻠَﻋ ﺎَﻳ ﺎَّﻨِﻣ َﺝَﻮْﺣَﺃ َﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ َﻚَﺜَﻌَﺑ ﻯِﺬَّﻟﺍَﻭ ِّﻖَﺤْﻟﺎِﺑ
َﻦْﻴَﺑ ﺎَﻣ ﺎَﻬْﻴَﺘَﺑَﻻ ٍﺖْﻴَﺑ ُﻞْﻫَﺃ . ﺎَّﻨِﻣ ُﺝَﻮْﺣَﺃ َﻝﺎَﻗ » َﻚَﻠْﻫَﺃ ُﻪْﻤِﻌْﻃَﺄَﻓ ْﺐَﻫْﺫﺍ »

Abu Hurairah berkata: Seorang laki-laki datang mendapatkan Nabi SAW. Ia berkata, “Celaka aku,
wahai Rasulullah!” Nabi SAW bertanya, “Apa yang mencelakakan itu?” “Aku menyetubuhi istriku
pada bulan Ramadhan.” Maka tanya Nabi SAW “Adakah padamu sesuatu untuk memerdekakan
budak?” “Tidak” ujarnya. Nabi bertanya lagi, “Sanggupkah engkau berpuasa dua bulan terus
menerus?” “Tidak”, ujarynya. Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau memiliki makanan untuk
diberikan kepada enam puluh orang miskin?” “Tidak” ujarnya. Laki-laki itu pun duduk, kemudian
dibawa orang kepada Nabi satu bakul besar berisi kurma. “Nah, sedekahkanlah ini” titah Nabi.
“Apakah kepada orang yang lebih miskin dari pada kami?” Tanya laki-laki itu. “Karena di daerah
yang terletak diantara tanah yang berbatu-batu hitam itu, tidak ada suatu keluarga yang lebih
membutuhkannya dari pada kami” Maka Nabi pun tertawa hingga geraham beliau terlihat lalu
berkata, “Pergilah, berikanlah kepada keluargamu.” (HR. Jamaah)

Meninggalkan hal-hal yang membuat puasa sia-sia

Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Ikhlas serta meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa saja tidak cukup untuk membuat
puasa kita berkualitas. Hal lain yang perlu kita lakukan adalah meninggalkan hal-hal yang membuat
puasa sia-sia.

ٍﻢِﺋﺎَﺻ َّﺏُﺭ َﺲْﻴَﻟ ْﻦِﻣ ُﻪَﻟ ِﻪِﻣﺎَﻴِﺻ ُﻉﻮُﺠْﻟﺍ َّﻻِﺇ

Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa baginya kecuali rasa lapar.
(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

Yaitu dengan menjauhi perkara-perkara yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Diantaranya
adalah menjaga emosi kita agar tidak marah seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

، ٌﺔَّﻨُﺟ ُﻡﺎَﻴِّﺼﻟﺍ ْﺚُﻓْﺮَﻳ َﻼَﻓ َﻻَﻭ ، ْﻞَﻬْﺠَﻳ ٌﺅُﺮْﻣﺍ ِﻥِﺇَﻭ ُﻪَﻠَﺗﺎَﻗ ْﻭَﺃ ُﻪَﻤَﺗﺎَﺷ ْﻞُﻘَﻴْﻠَﻓ
ﻰِّﻧِﺇ ٌﻢِﺋﺎَﺻ

Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak
keras, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku
sedang berpuasa. (Muttafaq ’alaih)

Begitupun dengan perkataan dan perbuatan dusta, bisa membuat puasa menjadi sia-sia dan
karenanya harus dijauhi.

ْﻦَﻣ ْﻢَﻟ ْﻉَﺪَﻳ َﻞَﻤَﻌْﻟﺍَﻭ ِﺭﻭُّﺰﻟﺍ َﻝْﻮَﻗ ِﻪِﺑ َﺲْﻴَﻠَﻓ ْﻥَﺃ ﻰِﻓ ٌﺔَﺟﺎَﺣ ِﻪَّﻠِﻟ َﻉَﺪَﻳ ُﻪَﻣﺎَﻌَﻃ
ُﻪَﺑﺍَﺮَﺷَﻭ

Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan palsu dan pengamalannya, maka Allah tidak
mempunyai keperluan untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya) (HR. Bukhari)

Meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat

Sering kita jumpai, ada orang yang berpuasa lalu mengisi siang harinya dengan hal-hal yang tidak
bermanfaat. Dengan alasan agar lupa rasa lapar dan haus selama puasa mereka seharian di
depan televisi, memperbanyak main game, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini hendaknya
ditinggalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas.

ﻦﻣ ﻦﺴﺣ ﻪﻛﺮﺗ ﺀﺮﻤﻟﺍ ﻡﻼﺳﺇ ﻪﻴﻨﻌﻳ ﻻﺎﻣ

Diantara tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Mempuasakan seluruh organ tubuh, pikiran, dan hati

Inilah yang diistilahkan puasa khusus oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin dan ditegaskan
oleh Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qasidin.

Pertama, mempuasakan mata dengan menahannya dari pandangan kepada sesuatu yang tercela
dan dibenci syariat serta melalaikan Allah SWT.

ﺓﺮﻈﻨﻟﺍ ﻦﻣ ﻢﻬﺳ ﻡﺎﻬﺳ ﺲﻴﻠﺑﺇ ﺔﻣﻮﻤﺴﻣ ﻦﻣ ﺎﻬﻛﺮﺗ ﻦﻤﻓ ﻑﻮﺧ ﻪﻠﻟﺍ
ﻞﺟ ﻪﺑﺎﺛﺃ ﺪﺠﻳ ﺎﻧﺎﻤﻳﺇ ﺰﻋ ﻭ ﻪﺗﻭﻼﺣ ﻪﺒﻠﻗ ﻲﻓ

Pandangan itu salah satu anak panah Iblis yang berbisa. Barangsiapa meninggalkannya karena
takut kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla memberinya keimanan yang manisnya didapati dalam
hatinya (HR. Hakim)

Kedua, mempuasakan lidah dengan memeliharanya dari berbicara tanpa arah, dusta,
menggunjing, mengumpat, berkata buruk, berkata kasar, permusuhan dan mendzalimi orang lain.

، ٌﺔَّﻨُﺟ ُﻡﺎَﻴِّﺼﻟﺍ ْﺚُﻓْﺮَﻳ َﻼَﻓ َﻻَﻭ ، ْﻞَﻬْﺠَﻳ ٌﺅُﺮْﻣﺍ ِﻥِﺇَﻭ ُﻪَﻠَﺗﺎَﻗ ْﻭَﺃ ُﻪَﻤَﺗﺎَﺷ ْﻞُﻘَﻴْﻠَﻓ
ﻰِّﻧِﺇ ٌﻢِﺋﺎَﺻ

Puasa adalah perisai, maka barang siapa sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak
keras, jika seseorang mencela atau mengajaknya bertengkar hendaklah dia mengatakan: aku
sedang berpuasa. (Muttafaq a’alaih)

Ketiga, mempuasakan telinga dari mendengarkan segala sesuatu yang haram dan makruh. Karena
segala sesuatu yang haram diucapkan adalah haram pula untuk didengarkan. Bahkan, Allah SWT
menyepadankan orang yang mencari pendengaran haram dengan pemakan harta haram.

ِﺏِﺬَﻜْﻠِﻟ َﻥﻮُﻋﺎَّﻤَﺳ َﻥﻮُﻟﺎَّﻛَﺃ ِﺖْﺤُّﺴﻠِﻟ

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan makanan
haram. (QS. Al-Maidah : 42)

ﺎَﻟْﻮَﻟ ُﻢُﻫﺎَﻬْﻨَﻳ ُﺭﺎَﺒْﺣَﺄْﻟﺍَﻭ َﻥﻮُّﻴِﻧﺎَّﺑَّﺮﻟﺍ ُﻢِﻬِﻟْﻮَﻗ ْﻦَﻋ َﺖْﺤُّﺴﻟﺍ ُﻢِﻬِﻠْﻛَﺃَﻭ َﻢْﺛِﺈْﻟﺍ
َﻥﻮُﻌَﻨْﺼَﻳ ﺍﻮُﻧﺎَﻛ ﺎَﻣ َﺲْﺌِﺒَﻟ

Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang
telah mereka kerjakan. (QS. Al-Maidah : 63)

Keempat, mempuasakan tangan dari mendzalimi orang lain, mengambil sesuatu yang bukan
haknya, serta melakukan perbuatan yang dilarang syariat.

Kelima, mempuasakan kaki dari berjalan ke arah yang diharamkan oleh Allah SWT.

Keenam, mempuasakan hati dari penyakit-penyakit ruhiyah seperti dengki, iri, marah, kecintaan
pada dunia, dan sebagainya.

َﻻ ، ﺍﻮُﻀَﻏﺎَﺒَﺗ ، ﺍﻭُﺪَﺳﺎَﺤَﺗ َﻻَﻭ ، ﺍﻭُﺮَﺑﺍَﺪَﺗ َﻻَﻭ ﺍﻮُﻧﻮُﻛَﻭ َﺩﺎَﺒِﻋ ﺎًﻧﺍَﻮْﺧِﺇ ِﻪَّﻠﻟﺍ

Janganlah kamu saling membenci, saling memutushubungan, saling mendengki, dan saling
bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, menjaga pikiran dari membayangkan hal-hal yang disenangi syahwat dan dibenci syariat,
serta dari tipu daya dan pikiran destruktif lainnya.

Memperbanyak amal shalih selama Ramadhan

Saudaraku yang dirahmati Allah,
Banyak orang terkecoh dengan memperbanyak tidur saat puasa karena menilai itu sebagai ibadah.
Memang ia lebih baik dibandingkan jika melakukan hal-hal yang makruh atau haram. Akan tetapi,
tentu lebih baik lagi jika pada saat puasa kita memperbanyak amal shalih, mengisinya dengan
aktifitas-aktifitas positif yang bernilai ibadah di sisi Allah SWT seperti memperbanyak tilawah Al-
Qur’an, berdzikir kepada Allah, shalat sunnah, tafakur, mengkaji ilmu-ilmu agama, memperbanyak
infaq, dan lain sebagainya.

Rasulullah dan para shahabatnya sangat mengerti tentang keutamaan Ramadhan dan bagaimana
memperbaiki kualitas puasa mereka. Karenanya dalam kesempatan istimewa ini mereka
memperbanyak amal shalih. Ibnu Abbas menuturkan bagaimana peningkatan amal shalih
Rasulullah SAW, khususnya tilawah dan infaq sebagai berikut:

َﻥﺎَﻛ ُﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ - ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ - َﺩَﻮْﺟَﺃ ، ِﺱﺎَّﻨﻟﺍ َﻥﺎَﻛَﻭ ﺎَﻣ ُﺩَﻮْﺟَﺃ
ُﻥﻮُﻜَﻳ ﻰِﻓ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ َﻦﻴِﺣ َﻥﺎَﻛَﻭ ، ُﻞﻳِﺮْﺒِﺟ ُﻩﺎَﻘْﻠَﻳ ﻰِﻓ ُﻩﺎَﻘْﻠَﻳ ِّﻞُﻛ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻠْﻴَﻟ
َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ ، َﻥﺁْﺮُﻘْﻟﺍ ُﻪُﺳِﺭﺍَﺪُﻴَﻓ ُﻝﻮُﺳَﺮَﻠَﻓ ِﻪَّﻠﻟﺍ - ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ -
ِﺢﻳِّﺮﻟﺍ َﻦِﻣ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺎِﺑ ُﺩَﻮْﺟَﺃ ِﺔَﻠَﺳْﺮُﻤْﻟﺍ

Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan. Dan kedermawanannya memuncak pada
bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril menemuinya setiap malam untuk tadarus Al-
Qur’an. Sungguh Rasulullah SAW lebih murah hati melakukan kebaikan dari pada angin yang
bertiup. (HR. Bukhari)

Ikhwani fillah rahimakumullah,
Demikianlah cara mewujudkan puasa yang berkualitas. Semoga kita termasuk orang-orang yang
dimudahkan Allah SWT sehingga bisa berpuasa dengan kualitas seperti itu dan akhirnya mencapai
derajat taqwa; mendapatkan ampunan Allah

Sumber : http://www.bersamadakwah.com/2012/07/puasa-yang-berkualitas.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar