Rabu, Juli 04, 2012

Pengertian Fiqih Dalam Islam

Pengertian Fiqh
            FIQIH secara bahasa Arab berasal dari kata FAQIHA, FAQOHA, YAFQOHU, artinya
faham betul tentang sesuatu. Pengertian ini tercermin pula di dalam surat Annisa’: 78 sbb :
ِﻝﺎَﻤَﻓ ﻻ ِﻡْﻮَﻘْﻟﺍ ِﺀﻻُﺆَﻫ َﻥﻭُﺩﺎَﻜَﻳ ﺎًﺜﻳِﺪَﺣ َﻥﻮُﻬَﻘْﻔَﻳ
(Artinya : Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikit pun?)
serta tercermin pula di dalam hadits Muslim No.1437, Hadits Ahmad No.17598, Hadits
Darimi No.1511 yang artinya sbb :
Rosululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah
seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya (fiqihnya)”
Fiqih Secara Istilah Mengandung Dua Arti, yaitu :
Pertama, artinya pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan
perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at
agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an
dan As sunnah serta yang bercabang dari keduanya yang berupa ijma’ dan ijtihad. Dalam
pengertian ini fiqih digunakan untuk mengetahui hukum-hukum (seperti seseorang ingin
mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah
mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada).
Kedua, artinya hukum-hukum syari’at, yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat,
zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, atau
sunnah-sunnahnya).
Fiqh Islam Mencakup Seluruh Perbuatan Manusia, karena kehidupan manusia meliputi
segala aspek. Fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan
kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah
timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan
aspek tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.
Untuk memudahkan pembahasan maka hukum fiqih diuraikan menjadi beberapa bagian :
1) Fiqih Ibadah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti
wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya.
2) Fiqih Al Ahwal As Sakhsiyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah
kekeluargaan, seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya.
3) Fiqih Muamalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan
hubungan diantara sesama manusia, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan
dan yang lainnya.
4) Fiqih Siasah Syar’iyyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-
kewajiban pemimpin (kepala negara), seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman
dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban
rakyat yang dipimpin, seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang
lainnya.
5) Fiqih Al ‘Uqubat, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap
pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban, seperti hukuman
terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya.
6) Fiqih As Siyar, yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan
negeri lainnya, biasanya berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan
yang lainnya.
7) Fiqih Akhlak atau Adab, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku,
yang baik maupun yang buruk.
Sumber-Sumber Fiqih Islam
Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum.
Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh
karena itu Nabi bersabda: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (Bukhari
no. 595).
3. Ijma’
Ijma’ bermakna: kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad saw dari suatu
generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut—baik
pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan
mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya
wajib. Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw ialah bahwa
tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi
kesepakatan adalah hak (benar). Dari Abu Bashrah rodiallahu’anhu, bahwa Nabi
shollallahu’alaihiwasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku
atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan.” (Tirmidzi no. 2093,
Ahmad 6/396)
Contohnya: Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan
bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.
4. Qiyas
Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan di dalamnya hukum syar’i dengan perkara
lain yang memiliki nash yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan
antara keduanya. Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam
suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.
Qiyas memiliki empat rukun:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil.
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Contoh: Allah mengharamkan khamar (arak) dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan
pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita
menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamar (arak),
maka kita menghukuminya dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamar. Karena sebab
atau alasan pengharaman khamar yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut,
sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamar.

Sumber:

http://susantoshi.wordpress.com/2009/05/05/pengertian-fiqih-islam/

Published with Blogger-droid v2.0.6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar