Rabu, Juli 04, 2012

Tasawwuf Dapat Tingkatkan Akhlak Mulia

Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan
bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat oleh Allah, yaitu:
Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh.
Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An Nisaa'(4):69)
Bagi orang yang belum mengenal apa itu Ilmu Tasawwuf atau Sufi tentu akan
merasa asing untuk keduanya, karena tidak tahu orang cendrung untuk
menjauhi atau enggan untuk mempelajarinya bahkan sampai mengejeknya. Hal
ini serupa dengan awal kedatangan Islam tempo dulu, sebagaimana sabda Nabi
Muhammad Saw.: "Permulaan Islam ini asing, dan akan kembali asing pula,
maka gembiralah orang-orang yang dianggap asing (orang-orang Islam)." HR.
Muslim dari Abi Hurairah.
Kaum Sufi bukanlah sekelompok aliran bid'ah yang ajarannya masih saja
diperdebatkan, namun dalam memahami Ilmu kesufian hati perlu benar-benar
bersih dan jeli untuk menangkap doktrin-doktrin yang diajarkan dalam sufi itu
sendiri dengan catatan tidak melenceng dari Islam. Tanpa didampingi ilmu
sebagai manusia terlalu gampang untuk mencoreng, mencela dan berprasangka
buruk terhadap sesama. Dalam sebuah hadits Nabi Saw.: "Hati-hatilah kalian
terhadap prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu merupakan perkataan
yang paling dusta." HR. Bukhari & Muslim.
Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawwuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an
dan Hadits dengan tujuan utamanya amar ma'ruf nahi munkar. Sejak jaman
sahabat Nabi Saw. tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada, namun nama
sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu
Hadits, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain sebagainya. Barulah pada
tahun 150 H atau abad ke-8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawwuf ini berdiri sebagai
ilmu yang berdiri sendiri yang bersifat Keruhanian. Kontribusi Ilmu Tasawwuf
ini banyak dibukukan oleh kalangan orang-orang Sufi sendiri seperti Hasan al-
Basri, Abu Hasyim Shufi al-Kufi, al-Hallaj bin Muhammad al-Baidhawi, Sufyan
ibn Sa'id ats-Tsauri, Abu Sulaiman ad-Darani, Abu Hafs al-Haddad, Sahl at-
Tustari, al-Qusyairi, ad-Dailami, Yusuf ibn Asybat, Basyir al-Haris, as-
Suhrawardi, Ain Qudhat al-Hamadhani dan masih banyak yang lainnya hingga
kini terus berkembang.
Dalam praktek realisasi ilmu Sufi khusunya tempo dulu, mutasawwif (orang
Sufi) memerlukan adaptasi yang amat sangat. Hal ini agar mampu untuk
menarik orang-orang yang belum masuk muslim dengan jalan tanpa kekerasan
dan paksaan, dengan kata lain berdakwah yang tidak keluar dari tujuan utama
yang membuktikan akan cintanya kepada Maha Pencipta yakni Allah SWT. Disisi
lain orang-orang sufi menjauhkan diri dari hal keduniaan yang dapat menghijab
antara hamba-Nya dengan Allah Swt dalam beribadah. Disinilah Sufi mulai
mengembangkan metode-metode bagaimana cara untuk membersihkan jiwa,
pembinaan lahir batin, berdzikir, mendekatkan diri pada Allah, membangun jiwa
mulia dalam mengenal Allah atau ber-ma'rifat, selain itu berintrospeksi diri
siapa diri ini sebenarnya, sesuai dengan hadits Nabi Saw. "Man 'arafa nafsahu
faqad 'arafa Rabbahu" (Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia akan
mengenal Tuhannya)".
Jelas bahwa Ilmu Tasawwuf dan Sufi adalah merupakan salah satu ilmu dalam
Agama Islam yang sangat halus dan mendalam yang mampu menembus alam
batin serta sulit sekali untuk di ilmiahkan dan diterangkan secara kongkrit. Hal
ini bukan berarti tidak dapat dibuktikan secara ilmiah namun seseorang yang
memiliki kebersihan hati dan kecerdasan yang luar biasa yang mampu
mecahkannya. Sebab "Al-Islaamu 'ilmiyyun wa 'amaliyyun" (Islam adalah
ilmiah dan amaliah) HR. Bukhari. Karena halusanya ilmu ini persoalan-
persoalan didalamnya bagi orang awam dapat menimbulkan khilafiyah
(perbedaan) dan pertentangan-pertentangan. Tapi inilah keindahan Islam
berlomba dalam kebaikan selama tidak menyimpang dari aturan Islam.
Dalam kitab Ta'yad Al-Haqiqtul 'Aliyya hal. 57, salah seorang ulama Fiqh dan
Ahli Tafsir Jalaluddin as-Suyuti mengatakan: "Tasawwuf dalam diri mereka
adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti
Sunah Nabi dan meninggalkan bid'ah". Sedangkan Al-Junaid seorang pimpinan
tokoh Sufi Mazhab Moderat yang berasal dari Baghdad menyatakan tentang
ilmu kesufian dalam syairnya: "Ilmu Sufi (Tasawwuf) adalah benar-benar ilmu,
yang tidak seorang pun dapat memperolehnya; Kecuali dia yang dikarunia
kecerdasan alami, dan berbakat untuk memahaminya. Tak seorang pun dapat
berpura menjadi Sufi, kecuali dia yang melihat rahasia nuraninya."
Ilmu Tasawwuf dan Sufi adakalanya orang mencap sebagai ilmu kolot,
ketinggalan jaman, usang, out of date, bahkan disebut aneh. Akan tetapi di balik
itu semua bahwa Ilmu Tasawwuf memiliki kekuatan yang sungguh luar biasa
untuk lebih mengenal Tuhan serta membangun mental dan akhlak yang mulia.
Yang perlu diperhatikan kenapa orang dapat menjadi sesat dan madlarat dalam
mempelajari dan mengamalkan Ilmu Tasawwuf. Sehingga ia menjadi orang
yang apatis atau mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat dan keluarga,
meninggalkan keduniaan yang padahal di dunia ini adalah sebagai ladang amal
dalam berbuat kebajikan untuk bekal di hari kemudian. Hal demikian dapat
terjadi kesesatan pada diri seseorang dengan mempelajari ilmu Tasawwuf tetapi
tanpa didampingi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) dan Ilmu Fiqh.
Menurut Imam Malik ra. (94-179 H/716-795 M) menyatakan: "Man tassawaffa
wa lam yatafaqah faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad
fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa
mempelajari/mengamalkan tasawwuf tanpa fiqh maka dia telah zindik, dan
barangsiapa mempelajari fiqh tanpa tasawwuf dia tersesat, dan siapa yang
mempelari tasawwuf dan fiqh dia meraih kebenaran)." Dengan demikian bahwa
Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Fiqh umpama dua jemari yang tak dapat dipisahkan,
dan tidak untuk diabaikan dimana keduanya sama-sama penting suatu
perpaduan antara akal dan hati.
Jadi dengan Ilmu Kalam (Ushuluddin) atau Ilmu Tauhid, bahwa Allah SWT. itu
ada dan mempercayainya sebagai Tuhan yang wajib disembah. Ilmu Kalam ini
adalah Ilmu pokok-pokok kepercayaan dalam Agma Islam. Selain itu pula untuk
menghindari dari kemusyrikan serta memperkuat akan Tauhidullah sebagai
Esensi Aqidah Islam. Ilmu Fiqh, pemahaman tentang syariat-syariat Islam
berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah yang merupakan lautan ilmu yang
meluas secara horizontal. Sedangkan dalam Ilmu Tasawwuf adalah mengatur
kesempurnaan hubungan dengan Allah dan juga sebagai ilmu yang mampu
menembus vertikal kedalam. Dengan mempelajari ketiganya maka akan kuatlah
Iman, Islam dan Ihsan kita yang merupakan kesempurnaan dalam Islam,
sebagai wujud mempelajari Ilmu Tauhid, Fiqh dan Tasawwuf.
Cintanya orang orang-orang Sufi terhadap Tuhan, bagi mereka adalah suatu
kenikmatan tersendiri dalam bertasawwuf, cara ini mampu membersihkan jiwa
akan penyakit-penyakit hati (bathiniyah). Tapi penyelewengan dalam dunia Sufi
pun dapat saja terjadi seperti halnya al-Hallaj yang mengakuinya dirinya sebagai
Allah, dengan teorinya wahdat al-wujud atau pantheisme (Penyatuan Wujud)
dan teori al-Hulul atau penitisan (Penjelmaan Tuhan dalam diri Manusia).
Perkataan dan perbuatan al-Hallaj ini membuat marah para ahli Kalam
(Tauhid), Fiqh dan masyarakat Islam, sehingga ia di hukum mati pada tahun 309
H. Di Indonesia dulu terjadi penyimpangan oleh seorang Waliyullah yaitu Syeikh
Siti Jennar yang mirip dengan teori al-Hallaj, ia di hukum mati oleh mahkamah
para Wali di Jawa. Namun hanya Allah-lah Yang Maha Tahu akan maksud dan
hati seseorang.
**
Keunggulan umat Islam salah satunya adalah Ilmu Tasawwuf ini. Dengan
bertasawwuf yang merupakan suatu kekuatan batin untuk mempertebal iman,
tauhid, ladang amal, pembersih jiwa, serta untuk memperkuat Ihsan suatu cara
untuk lebih mengenal Allah dan mencari keridloan-Nya semata maka secara
otomatis akan meningkatkan akhlakul kariimah (Akhlak yang Mulia).
Menurut Prof. DR. Hamka bahwa: "Tasawwuf Islam telah timbul sejak
timbulnya Agama Islam itu sendiri. Bertumbuh di dalam jiwa pendiri Islam itu
sendiri yaitu Nabi Muhammad Saw. Disauk airnya dari Qur'an sendiri".
(Perkembangan Tasawwuf dari Abad ke Abad). Adapun ciri dari Sufi menurut
Imam Nawawi (620-676 H/1223-1278 M) dalam suratnya al-Maqasid at-Tawhid
ada lima ciri jalan sufi atau bertasawwuf yaitu: (1) menjaga kehadiran Allah
dalam hati pada waktu ramai dan sendiri, (2) mengikuti Sunah Rasullaah Saw.
dengan perbuatan dan kata, (3) menghindari ketergantungan kepada orang lain,
(4) bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit, (5) selalu merujuk masalah
kepada Allah swt.
Oleh Karena itu Ilmu Tasawwuf khususnya di Indonesia haruslah mendapat
perhatian penuh dari para alim ulama, sarjana, dan para cendekiawan muslim
lainnya untuk dapat penyelidikan dan pengupasan secara luas dalam bidang
Tasawwuf, untuk menciptakan mental yang Islami dan pemahaman spriritual
dalam Islam untuk menjauhkan dari sifat-sifat tercela dan munafik. Sekali lagi
bahwa Islam adalah agama Rahmatan lil 'aalamiin.***

Sumber:

http://media.isnet.org/sufi/Opini/AhlakMulia.html

Published with Blogger-droid v2.0.6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar